Jumat, 11 Desember 2009

Orangtua Mengajarkan Anak Tidak Jujur


Jakarta,10 Desember 2009. Topik kali ini cukup menghentakkan saya karena diucapkan salah satu wasit dan juga Referee TDP Nasional kepada saya hari ini. "Orangtua Mengajarkan Anak Tidak Jujur." ujarnya kepada saya. Memang ungkapan ini berdasarkan pengalaman selama ini menangani turnamen kelompok yunior. Bahkan juga ditekankan bukan hanya orangtua tetapi pelatihpun melakukan hal yang sama. Ini bukan fitnah tetapi memang keadaan dilapangan seperti itu, dimana fakta kejadian kejadian sekitar turnamen perilaku orangtua maupun pelatih membuktikan tudingan tersebut. Tetapi tidak semua lakukan hal seperti ini. Dari kejadian dilapangan membuat dugaan adanya indikasi seperti ini lebih besar.

Setelah itu saya mulai berpikir pikir dikaitkan dengan pengalaman saya selaku penyelenggara turnamen mulai terkecil yaitu Persami dimana sayapun bertindak selaku Refereenya. Hal ini muncul disaat pembicaraan ringan saya lakukan untuk menampung permasalahan dilapangan turnamen tenis nasional maupun internasional.
Kita tahu kalau dalam olahraga selalu didengung-dengungkan soal " sportivitas ". Wajib hukumnya bagi atlet mengenalnya, tetapi menurut saya seharusnya bukan atlet saja yang mengenal hal ini tetapi orangtua maupun pelatih juga harus memberikan contoh masalah sportivitas ini.

Karena belakangan ini turnamen tenis sudah mulai diperkenalkan tanpa wasit, dimana dalam perjalanan ini banyak hal hal yang diluar dugaan bisa menimbulkan ketidak puasan orangtua maupun pelatih. Selaku organizer, saya hanya bisa menampung melihat kejadian kejadian tersebut.
Diberikan contoh dengan diberlakukannya pertandingan tanpa wasit, justru memberikan peluang bagi orangtua dan pelatih yang mengajarkan atletnya tidak sportif.

Mulailah dari masalah keabsahan umur atlet yang belakangan ini mulai mereda setelah saya aktip umumkan siapa siapa saja atlet yang kedapatan memalsukan usia. Tetapi bukan berarti sekarang sudah tidak ada lagi. Hanya karena saya tidak konsentrasi lagi masalah keabsahan tersebut sehingg belum terdeteksi. Tapi sayapun ingat akan"sepandai pandainya tupai melompat, pati akan jatuh juga."

Begitu juga masalah bola out dan in. Indikasi selama ini diajarkan kepada atlet jika ragu ragu melihat jatuhnya bola, langsung saja angkat tangan dan katakan bola out. Ini terjadi, dan sayapun pernah mengalami ketika menangani Persami. Kebetulan saya dipinggir lapangan melihat langsung dan ada atlet dimana bola tersebut belum jatuh dia sudah angkat tangan dan berteriak out. Tapi ketika melihat saya didepannya langsung diapun meng-over rule sendiri kesalahan ini.

Mengatasi hal ini saya ada solusinya dengan mulai menatar wasit wasit yang bertugas di turnamen tanpa wasit karena fungsinya sebagai pengawas pertandingan tersebut (Roving umpires), karena tidak semua menyelami pekerjaaan tersebut. Hal ini bisa dilihat dimana saat bertugas ada yang bergerombol saling ngobrol sesama wasitnya tanpa konsentrasi ke lapangan yang sedang bertanding. Saya sendiri disetiap pertandingan sering berputar putar melihat kondisi dilapangan sehingga bisa mengetahui masalah ini.
Oleh karena itu saya hanya bisa menghimbau kepada pelaku pelaku dilapangan untuk bersama sama memperbaiki kekurangan kekurangan yang terjadi dilapangan dengan tujuan bukan untuk menjatuhkan sesamanya. Karena memang masih ada saja oknum yang melakukannya.

Tidak ada komentar: