Jakarta,29 Desember 2009. Menerima masukan dari orangtua petenis disela sela pelaksanaan turnamen Pemalang Open di Pemalang berupa SMS awalnya saya belum tergerak hati untuk menelusurinya walaupun sebelumnya saya menyebarkan SMS pula tentang ketentuan TDP baru yang jelas jelas mencantumkan hukuman bagi catut umur tersebut yaitu 1 (satu)tahuh.
Memang disesalkan bagi orangtua adalah sikap Referee yang dianggap tidak menggunakan logika. Anak SMP kelas 2 tahun kelahiran 1997. Apa mungkin ? Jawabannya bisa saja dibilang mungkin dan juga tidak mungkin. Karena saya juga tidak mau asal bicara.
Dalam hal ini sayapun menerima telpon dari salah satu orangtua petenis yang merasakan dirugikan oleh ulah anak tersebut.
Untuk diketahui anak tersebut asalnya dari kota Kudus dimana saya pernah juga menemukan kasus ini dari petenis Kudus. Jadi seolah olah tidak asing bagi saya.
Menurut saya Referee sudah melakukan tugas dengan benar karena anak tersebut sudah memiliki Kartu Tanda Anggota Pelti, sehingga diangap sudah sah sesuai ketentuan TDP. Sikap Referee sudah benar menurut saya. Dan saya menyadari masih banyak kekurangan dari KTA Pelti tersebut karena hanya berdsasrkan FOTO COPY Akte Kelahirannya dan Fotocopy Buku Rapor.
Setelah saya melihat sendiri data di PP Pelti, secara kasep mata data yang diberikan sesuai semua dengan mencantumkan tahun kelahiran 1997. Begitu saya melihat data lainnya baru terlihat ada yang aneh. Yang jadi pertanyaan saya adalah apakah buku rapor itu ditulis oleh Guru Sekolah atau Orangtua. Kalau memang buku rapor itu ditulis oleh orangtua sendiri, maka persoalan ini saya anggap (karena bukan ahlinya) selesai. Anak itu menang. Tetapi jika buku rapor tersebut ditulis oleh Guru sekolah maka saya bisa katakan itu itu benar data pengisisnnya. Saya teringat pengakuan dari salah satu Orangtua yang terlibat atas kasus curi umur di tahun 2007 lalu, dia katakan sudah tidak asing lagi di Jawa Tengah orangtua memiliki Buku Rapor lebih dari sata. Kok bisa ya !
Dalam hal ini bagaimana jalan keluarnya, saya kira bisa sja jika kita mau berniat memperbaiki pertenisan yunior ini. Ini pendapat pribadi saya, karena induk organisasi bukannya Polisi. Caranya panggil anak tersebut oleh Referee ataupun Panitia tanpa orangtua atau pelatihnya.Dan lakukan investigasi secara perlahan dan halus sehingga ada pengakuannya. Cara lainnya panggil orangtuanya sendiri (jangan pelatih).Dan katakan resiko jika kita laporkan ke Polisi bisa masuk BUI. Karena ini pemalsuan dokumen Negara. Disini butuh kewibawaan dari yang bertanya kepada orangtuanya. Sayang saya tidak di Pemalang, tentunya akan saya lakukan sebagai pribadi bukan Pelti.
Begitu saya terima telpon dari orangtua maka saya katakan so pasti pelatihnya si Anu. Dan dijawabnya benar.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar