Rabu, 18 Januari 2017

Pro Kontra Prize Money Turnamen Yunior ( 3 )

Jakarta, 18 Januari 2017.  Dalam beberapa hari ini saya sempat berkomunikasi melalui WA dengan rekan rekan didaerah. Baik yang sudah pernah kenal maupun yang belum kenal. Biasanya kalau yang duduk di Pengda sebagian besar masih atau sudah kenal sama saya. Tetapi bukan berarti saya tidak berkomunikasi dengan rekan rekan di Pengcab Pelti. Tetap ada.
Ada yang menarik dalam komunikasi minggu ini Karena saya bertanya mengapa daerahnya minim turnamen (bukan berarti tidak ada, karena dalam catatan saya setahun kira2 1-2 turnamen). Yaitu ada pengakuan kalau didaerahnya (Sumatra), diutamakan ada hadiah prize money untuk turnamen yunior.

Dalam hal ini saya hanya sampaikan masalah ketentuan yang dibuat oleh Pelti maupun ITF dan tentunya ITF buat ketentuan ada tujuannya.

Saya juga katakan kalau daerah tetangganya itu juga sering kemukakan kalau berminat adakan turnamen nasional. Tetapi menurut saya hanya lip service saja, Faktanya sudah ada 3 orang dari 3 kota yang kemukakan sejak 2 tahun silam. Realisasinya tidak ada. Bukan masalah bagi saya.

Pengamatan saya juga sering mendengar adanya turnamen yunior tetapi bukan TDP sehingga bebas mau berikan hadiah sesuai kehendak hatinya sendiri. Tetapi saya juga kemukakan kalau yang selenggarakan adalah Pengcab Pelti ataupun Pengda Pelti maka saya hanya bisa katakan disayangkna. Kalau PP Pelti tidak mungkin berikan hadiah uang karena berarti memberi contoh pelanggarannya.

Masalah ini tidak akan habis habisnya, karena apa. Kita ketahui kalau masa kepengurusan Pelti itu hanya 5 (lima) tahun, sehingga jika ganti kepengurusan Pengcab/Pengda dengan muka muka baru maka mereka tentunya tidak tahu aturan tersebut maka sering kali terjadi pelanggaran pelanggaran tersebut.

Sekarang kalau itu tetap berlangsung, maka boleh mimpilah kita kalau bisa menghasilkan prestasi nasional maupun internasional. Mentalnya sudah jelek sebagai atlet tenis.
Saya coba flashback ke PP Pelti 2002-2012. Dimana ada beberapa TDP Junior yang dicabut pengakuannya sebagai TDP akibat pelanggaran ketentuan Prize money tersbut.
Saat itu ada satu karyawan sekretariat PP Pelti ikut dalam pelaksanaan TDP Nasional Junior tersebut. Terjadi diluar Jakarta.

Pegawai sekretariat tersebut ambil cuti baru bisa memmbantu turnamen tersebut. Karena bukan dia yang ditunjuk oleh PP Pelti. Disaat menerima laporan kalau TDP tersebut berikan prize money, kamipun langsung coba investigasi masalah ini. Langsung tahu kalau karyawan PP Pelti ikut dalam penyelengaraan tersebut maka saya panggil dan tanya langsung.Dan diakuinya ada diberikan oleh panitia. Saya katakan tugas kamu juga harus bisa mengawasi atau sedikitnya beri tahu kepada panitia setempat. Dan dapat jawabannya kalau dia itu disitu sebagai pribadi bukan sebagai Pelti. Jawabannya sepetinya betul sekali tetapi dia lupa kalau masyarakat tahu ataupun panitia tahu kalau dia itu wakil Pelti.

Setelah itu langsung disuruh oleh PP Pelti untuk mengundurkan diri daripada diberhentikan. Ini salah satu korban juga dimana PP Pelti serius terhadap aturan yang sudah dibuatnya.

Saya pernah kemukakan masalah solusi seperti ini dan sudah pernah ada daerah yang berikan contohnya. Saya kemukakan kalau berikan hadiah raket atau sepatu belum tentu cocok ukurannya. 

Pernah ada yang berikan coucher yang bisa ditukarkan ditoko untuk ambil barangnya. Tetapi apa dalam pelaksanaannya. Ternyata voucher itu belum sempat keluar dari lapangan tenis langsung ditawarkan kepada orangtua lainnya dengan nilai lebih rendah. Nah, artinya tujuan pemberian hadiah juga tidak tepat.

Solusinya. Cukup bikin Kalung atau gelang yang ada logo atau gambar2 turnamen tersebut. Apakah dalam bentuk emas , perak dan perunggu. Sehingga masih sempat digunakan oleh atlet tersebut. Jadi ada kebanggaan atlet terhadap usahanya sehingga mendapatkan hadiah tersebut. Andaikan, secara kasarya Orangtua Kehabisan uang maka " relakah jual" hadiah tersebut ?

Tidak ada komentar: