Rabu, 18 Januari 2017

Pro Kontra Prize Money Turnamen Yunior (2)

Jakarta, 18 Januari 2017. Kira kira bulan Desember 2016 saya sempat bertemu dengan Ketua Bidang Pembinaan Junior PP Pelti Aga Soemarno dilapangan tenis Hotel Sultan disaat ada kejuaraan nasional tenis (PGN).

Ada satu pernyataan dari Aga masalah prestasi petenis yunior Indonesia, Yang dipermasalahkan adalah mindset para orangtua kita, Yaitu tidak bisa membedakan masalah junior dan senior. Kalau junior tentunya tidak boleh ada hadiah uang tetapi kalau senior tentunya hadiahnya adalah uang. Akibatnya sering kali yang dicari adalah turnamen berhadiah uang yang  beredar diluar jangkauan Pelti. Tetapi bagi para orangtua yang mengejar prestasi tentunya bukan turnamen tersebut yang dikejar, kecuali pada waktu itu tidak ada jadwal turnamen TDP.

Saya cukup senang melihat tanggapan dari pihak Pelti yang masih menghormati masalah ketentuan yang sudah dibuat oleh Pelti sendiri. Yang jadi masalah apakah rekan rekan lainnya khususnya dari bidang pertandingan masih awas terhadap kegiatan yang melanggar ketentuan TDP tersebut. 

Menurut saya pribadi dari yang tugasnya mengawasi pertandingan pertandingan resmi tidak ada waktu atau tidak mau tahu (tentunya beda) terhadap pengawasan turnamen turnamen yunior. Tetapi ada juga yang rajin hadir diturnamen junior apalagi diluar kota kemudian ditanggung segala galanya, tetapi kagak ngerti tentang ketentuan TDP tersebut. Kelihatannya hanya plangak plongok saja demikian cerita rekan rekan lainnya terhadap dirinya ketika saya tanyakan siapa yang hadir dari PP Pelti.

Sewaktu saya duduk di PP Pelti selama 10 tahun  walaupun bukan dibidang pertandingan masih bisa membantu bidang pertandingan terhadap pelanggaran pelanggaran ketentuan TDP. Apalagi masalah prize money tidak perlu hadir diturnamen tersebut untuk membuktikannya. Waktu itu ada turnamen yang letaknya tetangga Jakarta berikan hadiah uang. Datang berita waktu itu di Facebook suatu pernyataan dari salah satu atlet yunior (karena Facebook saya banyak berteman dengan atlet2 tenis yunjior) yang bangga memberitakan kalau dapat uang setelah keluar sebagai juara. 

Kalau baru satu pernyataan maka saya belum bisa pastikan kebenarannya. Tapi ketika ketemu dengan salah satu orangtua atlet yang anaknya termasuk pemenang turnamen tersebut, saya pancing dengan ungkapan kalau banyak dapat duit ya kemarin ikut turnamen tersebut. Kageti juga orangtua atlet tersebut. Dia hanya berpesan jangan bilang bilang ya kalau dari dia dan diakuinya kalau anaknya diberikan uang hasil pemenang (nilainya sekitar ratusan ribu saja, bukan jutaan).

Langsung diinvestigasi dengan berbagai cara termasuk panggil Refereenya dan lain lainnya. Akhirnya kasus tersebut diberitahukan ke bidang pertandingan. Tindakannya adalah dicabut pengakuan sebagai TDP dengan dampak pesertanya tidak mendapatkan PNP (Peringkat Nasional Pelti)

Tapi kali ini pernah saya laporkan secara resmi didepan rapat dengan PP Pelti dimana saya melihat sendiri ada satu TDP Nasional Junior tidak menggunakan Referee. Ketika saya tanyakan siapa Refereenya kepada panpel tersebut maka disebutlah salah satu nama yang sebenarnya sebagai Tournament Desk, bukan Referee. Itu terjadi diluar Jawa. Tetapi pernah juga terjadi di Jakarta. Ketika saya menerima keluhan orangtua tentang pelaksanaan TDP tersbut karena kecewa, maka saya tanyakan siapa refereenya. Diajwabnya tidak ada orangnya. Ini terjadi di Jakarta yang waktu itu letak kantor Pelti tidak jauh dengan lapangan tenis tersbut. Artinya kontrol tidak ada.

Tidak ada komentar: