Selasa, 25 Mei 2010

Mimpi Jadi Petenis Dunia

Jakarta, 25 Mei 2010. Disela sela Youth National Training Camp saya sempat berbincang bincang dengan salah satu rekan yang seorang sarjana olahraga. Youth National Training Camp ini diselenggarakan oleh PP Pelti dimana saya diberi kepercayaan selaku penanggung jawab pelaksanaan. Mulai dari pemilihan pesertanya dipercayakan penuh. Dan usia peserta maksimum 12 tahun ( hanya 1 orang) dan lainnya 11 tahun kebawah dan paling rendah usia 8 tahun.

"Apakah mungkin kita punya petenis termasuk dalam 10 peringkat dunia? Jika diambil dari anak anak usia 8-10 tahun." ujarnya bertanya dengan wajah serius. Langsung sayapun mengatakan mungkin saja. Itu jawaban optimis saya kepadanya. Sayapun sadar untuk menjadikan seorang atlet tenis dunia tidaklah mudah. Tidak bisa instan, butuh waktu lama dan proses yang panjang. Dan banyak faktor yang harus saling menunjang. Selama ini prestasi petenis Indoneia lebih menonjol diputri dibandingkan putra. Belum pernah kejadian sampai saat ini petenis putra sampai masuk 100 besar dunia (ATP-rank). Kalau putri sudah ada Yayuk Basuki, Wynne Prakusya, Angelique Widjaja dan Romana Tedjakusuma pernah masuk dalam 100 besar dunia.

Walaupun saya ini bukan sarjana olahraga, tetapi sebagai praktisi olahraga khususnya tenis, mau mencoba berikan masukan sebagai pengetahuan saya selama ini berkecimpung di pertenisan nasional. Saya ingin membedah pembinaan tenis mulai dari anatominya. Faktor faktor apa yang mendukung pembinaan prestasi atlet. Awalnya kita harus punya MIMPI besar dulu. Keberhasilan itu datangnya mulai dari mimpi yang besar sekali. Janganlah memimpikan anak kita hanya juara nasional ataupun daerah. Harusnya mimpinya adalah juara dunia.
Setelah itu kita mulai dari niat dan tekad. Dengan modal niat akan melahirkan tekad kuat memajukan pertenisan Indonesia.

Dari mana kita mulai. Jikalau usia 10 tahun kebawah, maka dalam 8 tahun mendatang kita harus bisa jadikan petenis juara dunia. Apakah selama 8 tahun tidak cukup ? Bisakah kita bayangkan dalam 8 tahun, artinya prestasi puncaknya diusia 18 tahun. Artinya kita bisa meleset ke usia 20 - 21 tahun.
Faktor faktor apa kiranya , kita mulai dari anaknya dulu. Bicara bakat sudah bukan zamannya lagi. Ingat Juara sekarang bisa diciptakan, bukan dilahirkan karena di era teknologi canggih ini semuanya bisa diprediksikan. Faktor lainnya saya coba uraikan adalah keluarga, pelatih, sekolah/pendidikannya, induk organisasi tenis (Pelti), Turnamen dll.

Bagaimana dukungan keluarga? Karena dukungan keluarga sangat penting sekali.
Kita harus ingat kalau dukungan keluarga itu bisa mendukung tetapi bisa juga menghancurkan karier atlet. Sebagai contoh karena sangat sayangnya tanpa disadari justru membuat anaknya tidak mandiri. Saya bangga juga melihat dari peserta Youth National Training camp ini banyak juga yang tidak bergantung kepada orangtuanya. Ada yang dihari pertama masuk langsung menangis ingat akan ibunya. Ini ada 2 anak dari luar Jakarta. Tetapi cukup membanggakan ada 2 anak justru menyuruh orangtuanya (ibunya) untuk pulang saja tidak perlu menunggu setiap hari dilapangan sewaktu jadwal latihan. Tetapi justru orangtua (ibu) yang tidak tega meninggalkan putra/putrinya sehingga dari pagi sampai petang menungguinya. Tetapi ada juga orangtua menitipkan putra/putrinya berlatih tanpa ditunggu baik latihan maupun istrahat siangnya.
Sebagai orangtua peranannya sangat penting sekali. Pengalaman saya , justru banyak sekali orangtua petenis yunior kita bersikap tidak positip, yang akan berakibat putra/putrinya tidak akan berkembang menjadi petenis dunia. Kesan saya mereka mungkin sudah puas dengan juara nasional ataupun daerahnya saja. Kita bisa melihat dari hal hal yang kecil saja disetiap turnamen yang saya amati. Banyak orangtua justru tidak ada mimpi besar seperti tadi. Begitu juga halnya putra dan putrinya. Anak tidak punya mimpi begitu juga orangtuanya.Bayangkan sekali orangtua masih banyak berpikiran agar setiap turnamen ada hadiah uang ataupun hadiah apalagi harus ada kaosnya. Ini cerita mati. Banyak orangtua memanfaatkan tenisnya sebagai fasilitator kebutuhan lainnya.
Yang tidak kalah penting peranan orangtua adalah ikut belajar mengenal olahraga tenis sehingga bisa berpartisipasi didalam kegiatan putra dan putrinya. Dan tidak lupa ikut aktip berdiskusi dengan pelatihnya masalah program dan pelaksanaannya.(bersambung)

Tidak ada komentar: