Selasa, 04 Mei 2010

Tudingan Pelti Pengecut


Jakarta,4 Mei 2010. Ada satu tudingan yang dilontarkan ke induk organisasi tenis di Indonesia yaitu Pelti akibat ketidak puasan dari orangtua atas keputusan PP Pelti soal batasan usia untuk Pekan Olahraga Nasional XVIII tahun 2010 di Riau.
"Pelti pengecut " kira kira begitu yang saya terima dari rekan Johannes Susanto yang mendengar langsung dari salah satu orangtua petenis disela sela Turnamen Piala Gubernur DKI Jakarta.

Memang kekecewaan muncul dari petenis terutama orangtua atas keputusan PP Pelti untuk membatasi usia peserta PON XVIII tahun 2010 di Riau. Ketentuan baru karena selama ini PON itu merupakan ajang "kebanggaan" bagi masyarakat tenis. Sewaktu saya masih sebagai petenis yunior, memang PON merupakan event akbar dimana semua atlet berkeinginan ikut didalamnya sebagai wakil daerahnya. Tetapi belakangan ini situasi pertenisan sudah berbeda sekali. PON bukan lagi kebanggaan atlet tetapi merupakan ajang jual beli atlet dan sudah berlangsung bukan hanya di teni. Hal yang sama dicabang olahraga lainnya.

Saya sendiri setiap rapat KONI dimana dibicarakan soal prestasi olahraga, selalu kemukakan agar KONI berani memberikan batasan batasan peserta PON. Jangan seperti sekarang atlet Olimpiade, Asian Games, SEA Games, PON bahkan PORDA atau PORPROV sama. Bisa dibayangkan atletnya itu itu saja. Dan ini kesempatan atlet menyimpan dana sebanyak mungkin karena ada bonus yang menggiurkan. Bahkan bonus lebih besar didapat sewaktu membela daerah di event PORD/PORPROV maupun PON. Ini ajang prestise daerah. Akibatnya ada atlet lebih bangga ikut PON dibandingkan SEA Games atau evet internasional lainnya. Karena lebih mudah dapat medali atau bonus di event nasional bukan internasional.

Maraknya jual beli atlet terlihat disetiap ajang PON maupun PORDA/PORPROV. Saya sendiri sedikit geli kalau mendengar PORDA/PORPROV baik diujung Indonesia Timur maupun Barat petenis yang ikut itu adalah atlet Jakarta.
erobosan baru oleh KONI dengan himbauan agar PON dilakukan pembatasan usia yang diserahkan kepada masing masing induk organisasi belum sepenuhnya ditanggapi oleh induk organisasi. Bisa dibayangkan sewaktu Rapat Anngota KONI masih banyak juga cabang olahraga belum berikan pembatasan usia. Ada cabang yang beri pembatasan usia maksimum 60 tahun.

Kembali ke ungkapan kekecewaan orangtua karena putrinya gagal ikut dalam PON langsung bisa ditanggapi dengan baik. Keputusan ini merupakan hasil Rakernas Pelti 2010 yang berlangsung Februari 2010 di Jakarta. Jadi sulitdiganggu gugat lagi.
Bahkan ada yang memuji kalau Pelti betul betul memperhatika pembinaan atlet muda kedepannya.
Memang ada juga orangtua yang bicara kepada saya masalah ini. Sayapun sampaikan kalau tenis mau maju, sebaiknya cukup sekali saja atlet tersebut ikut PON, setelah itu harus "Go International". Jangan seperti ini ada atlet yang bisa ikuti PON 4 kali berarti selama 16 tahun.
Keberanian ini seharusnya segera ditanggapi oleh daerah daerah maupun orangtua petenis yunior karena terbuka peluangnya ikuti PON dan bisa dapatkan medali.
Apalagi kedepan hasil rapat Pelti sendiri disebutkan untuk PON XVIII 2010, Pra PON sesuai ketentuan KONI dilakukan dimana seluruh Pengprov Pelti ( ada 33 ) harus ikut Pra PON dan hasilnya akan ikuti PON adalah 11 Provinsi dan 1 tuan rumah. Berbeda dengan PON sebelumnya dimana 7 daerah dan tuan rumah langsung ikut PON berdasarkan PNP peserrtanya dan 4 tempat diperebutkan oleh daerah lainnya di Pra PON tersebut.
Perubahan ini memberikan kesempatan daerah daerah yang belum pernah ikuti PON bisa bertarung di PraPon tersebut.

Tidak ada komentar: