Bandung, 15 Mei 2010. Ada satu pernyataan datang dari rekan tenis di lapangan tenis Caringin Bandung disela sela turnamen Remaja Bandung Bangkit. Pernyatan ini menyadarkan saya terhadap apa yang sudah saya lakukan selama ini. " Anda itu sudah gila." ujarnya "Gila" yang dimaksud sebenarnya dengan tanda kutip sangat positip sekali karena tidak bermaksud menyudutkan. Memang selama ini sudah sering saya lihat bahwa hanya orang " gila " saja yang mau mengurus olahraga tenis ini. Mungkin karena sudah sejak kecil berkecimpung di pertenisan mulai dari sebagai pemain yunior kemudian menjadi orangtua petenis dan sampai sekarang selaku pengurus tenis maupun penyelenggara turnamen RemajaTenis tanpa menydari kalau saya mulai ketularan penyakit " gila " ini.
Kalau dipikir secara sehat pernyataan "gila" itu ada benarnya juga. Tanpa saya sadari karena selama ini saya harus bisa enjoy didalam pertenisan maka semua keluhan maupun kesulitan kesulitan tetap bisa dijalani semuanya. Bisa dibayangkan selama sebagai anggota pengurus teras Pelti sudah paling sering menerima segala bentuk kekecewaan dari orangtua petenis terhadap setiap keputusan baik oleh induk organisasi maupun penyelenggara turnamen nasional. Kekecewaan ini bisa dalam bentuk langsung diungkapkan didepan umum maupun tidak langsung dengan email maupun SMS. Tetapi saya selama ini masih bisa menahan diri karena tahu resiko duduk didalam kepengurusan Pelti. Sebagai pelayan bagi masyarakat tenis tentunya sudah harus tahu resiko yang akan dialaminya.
"Gila" , saya sudah termasuk didalamnya, karena kalau tidak "gila" mana ada yang mau mengurus tenis seperti saya lakukan dengan selenggarakan turnamen RemajaTenis di Medan, Cirebon, Palu, Mataram, Sumbawa Besar, D.I.Y, Bandung dan Jakarta. Belum lagi kedepan akan muncul di Manado, Pontianak dll. Sebelumnya hanya sebagai hobi saja selenggarakan Persami yang bisa dihitung sudah mencapai angka 200an, dan berubah nama menjadi Piala FR yang terakhir kali sudah ke 69 kalinya.
Keinginan memajukan tenis sehingga melupakan resiko yang akan dialaminya. Untungnya saya di tahun 2010 ini sempat menjual satu satunya milik pribadi yang saya dapatkan sejak tahun 1978. Milik satu satunya ini berupa tanah seluas 500 m2 di Jakarta akhirnya saya jual untuk sebagai modal kekuatiran terhadap finansial pelaksanaan RemajaTenis. Tanah ini sudah lama tidak pernah saya lihat tetapi tahu ada yang jaga sehingga tidak kuatir.
Tanpa saya sadari modal ini sampai hari ini sudah mulai menipis, sehingga ada kekuatiran juga jika sampai ludes. Tetapi mudah mudahan masih bisa tertahan pengeluaran pengeluaran sehingga bisa sebagai modal semangat saya menggelar RemajaTenis di seluruh Indonesia.
Hanya yang saya kuatirkan benar benar ludes, apakah semangat saya masih ada diusia sudah senja seperti ini. Mudah mudahan tidak terjadi.
"Gila" , kalau dipikirkan, mau berkorban waktu, tenaga maupun finansial yang jadi lengkap. Saya pernah dicemohkan juga oleh salah satu pejabat yang juga saya kenal sebagai petenis , kalau saya ini bukan termasuk orang kaya, kenapa masih mau selenggarakan turnamen. Tapi ini justru ungkapan seperti ini yang membuat saya makin gila selenggarakan turnamen RemajaTenis dengan modal seadanya. Ya, memang harus korbankan juga masalah finansial ini Tapi untung saja punya pendamping dirumah yang tidak terlalu pedulikan masalah finansial ini, karena sudah tahu kalau suaminya itu sudah tidak bisa ditahan kalau sudah bicara soal tenis.
Timbul juga pertanyaan dalam diri saya ini. "Apakah saya ini masih waras ?"
Tidak ada komentar:
Posting Komentar