Jakarta, 25 Mei 2010. Disela sela Youth National Training Camp saya sempat berbincang bincang dengan salah satu rekan yang seorang sarjana olahraga. Youth National Training Camp ini diselenggarakan oleh PP Pelti dimana saya diberi kepercayaan selaku penanggung jawab pelaksanaan. Mulai dari pemilihan pesertanya dipercayakan penuh. Dan usia peserta maksimum 12 tahun ( hanya 1 orang) dan lainnya 11 tahun kebawah dan paling rendah usia 8 tahun.
"Apakah mungkin kita punya petenis termasuk dalam 10 peringkat dunia? Jika diambil dari anak anak usia 8-10 tahun." ujarnya bertanya dengan wajah serius. Langsung sayapun mengatakan mungkin saja. Itu jawaban optimis saya kepadanya. Sayapun sadar untuk menjadikan seorang atlet tenis dunia tidaklah mudah. Tidak bisa instan, butuh waktu lama dan proses yang panjang. Dan banyak faktor yang harus saling menunjang. Selama ini prestasi petenis Indoneia lebih menonjol diputri dibandingkan putra. Belum pernah kejadian sampai saat ini petenis putra sampai masuk 100 besar dunia (ATP-rank). Kalau putri sudah ada Yayuk Basuki, Wynne Prakusya, Angelique Widjaja dan Romana Tedjakusuma pernah masuk dalam 100 besar dunia.
Walaupun saya ini bukan sarjana olahraga, tetapi sebagai praktisi olahraga khususnya tenis, mau mencoba berikan masukan sebagai pengetahuan saya selama ini berkecimpung di pertenisan nasional. Saya ingin membedah pembinaan tenis mulai dari anatominya. Faktor faktor apa yang mendukung pembinaan prestasi atlet. Awalnya kita harus punya MIMPI besar dulu. Keberhasilan itu datangnya mulai dari mimpi yang besar sekali. Janganlah memimpikan anak kita hanya juara nasional ataupun daerah. Harusnya mimpinya adalah juara dunia.
Setelah itu kita mulai dari niat dan tekad. Dengan modal niat akan melahirkan tekad kuat memajukan pertenisan Indonesia.
Dari mana kita mulai. Jikalau usia 10 tahun kebawah, maka dalam 8 tahun mendatang kita harus bisa jadikan petenis juara dunia. Apakah selama 8 tahun tidak cukup ? Bisakah kita bayangkan dalam 8 tahun, artinya prestasi puncaknya diusia 18 tahun. Artinya kita bisa meleset ke usia 20 - 21 tahun.
Faktor faktor apa kiranya , kita mulai dari anaknya dulu. Bicara bakat sudah bukan zamannya lagi. Ingat Juara sekarang bisa diciptakan, bukan dilahirkan karena di era teknologi canggih ini semuanya bisa diprediksikan. Faktor lainnya saya coba uraikan adalah keluarga, pelatih, sekolah/pendidikannya, induk organisasi tenis (Pelti), Turnamen dll.
Bagaimana dukungan keluarga? Karena dukungan keluarga sangat penting sekali.
Kita harus ingat kalau dukungan keluarga itu bisa mendukung tetapi bisa juga menghancurkan karier atlet. Sebagai contoh karena sangat sayangnya tanpa disadari justru membuat anaknya tidak mandiri. Saya bangga juga melihat dari peserta Youth National Training camp ini banyak juga yang tidak bergantung kepada orangtuanya. Ada yang dihari pertama masuk langsung menangis ingat akan ibunya. Ini ada 2 anak dari luar Jakarta. Tetapi cukup membanggakan ada 2 anak justru menyuruh orangtuanya (ibunya) untuk pulang saja tidak perlu menunggu setiap hari dilapangan sewaktu jadwal latihan. Tetapi justru orangtua (ibu) yang tidak tega meninggalkan putra/putrinya sehingga dari pagi sampai petang menungguinya. Tetapi ada juga orangtua menitipkan putra/putrinya berlatih tanpa ditunggu baik latihan maupun istrahat siangnya.
Sebagai orangtua peranannya sangat penting sekali. Pengalaman saya , justru banyak sekali orangtua petenis yunior kita bersikap tidak positip, yang akan berakibat putra/putrinya tidak akan berkembang menjadi petenis dunia. Kesan saya mereka mungkin sudah puas dengan juara nasional ataupun daerahnya saja. Kita bisa melihat dari hal hal yang kecil saja disetiap turnamen yang saya amati. Banyak orangtua justru tidak ada mimpi besar seperti tadi. Begitu juga halnya putra dan putrinya. Anak tidak punya mimpi begitu juga orangtuanya.Bayangkan sekali orangtua masih banyak berpikiran agar setiap turnamen ada hadiah uang ataupun hadiah apalagi harus ada kaosnya. Ini cerita mati. Banyak orangtua memanfaatkan tenisnya sebagai fasilitator kebutuhan lainnya.
Yang tidak kalah penting peranan orangtua adalah ikut belajar mengenal olahraga tenis sehingga bisa berpartisipasi didalam kegiatan putra dan putrinya. Dan tidak lupa ikut aktip berdiskusi dengan pelatihnya masalah program dan pelaksanaannya.(bersambung)
Selasa, 25 Mei 2010
Sabtu, 22 Mei 2010
Pembinaan Usia Dini Sangat Penting
Jakarta, 22 Mei 2010. Semua pembina menyadari kalau pembinaan usia dini sangat penting sekali, tetapi sangat minim sekali dipraktekkan secara benar. Pemikiran Martina Widjaja selaku Ketua Umum PP Pelti untuk mulai membina atlet usia 8-12 tahun juga seharusnya mendapatkan perhatian semua pihak.
Kebetulan saya dimintakan sebagai pelaksana Youth National Training Camp melihat secara langsung kesalahan kesalahan atlet disebabkan pembinaan dilakukan oleh pelatihnya sudah melenceng dari cara kepelatihan masa kini. Maklum saja penyebaran pengetahuan tenis kepelatih di Indonesia masih belum merata, masih terfokus di pulau Jawa. Diberikannya contoh beberapa kesalahan selama ini. Mayoritas anak anak Indonesia usia 8-10 tahu ini postur tubuhnya kecil berbeda dengan Eropa. Dengan menggunakan bola normal, atlet tersebut dengan susah payah memukul asal bisa kembali tetapi dengan cara atau metode yang salah. Jika ini dibiarkan maka sampai dewasapun atlet tersebut tetap lekukan kesalahan walaupun bola itu masuk. Kemudian dengan menggunakan bola lembut (75%) ternyata pengembalian bolanya sesuai dengan teori kepelatihan.Disinilah dibutuhkan kejelian pelatih terhadap atletnya.
Belum lagi atlet usia 12 tahun menggunakan raket mid-size, juga merupakan kesalahan besar, apalagi bagi anak usia 10 tahun kebawah.
Nah menyadari hal ini alangkah baiknya, setiap daerah sudah harus bisa melakukan perubahan bentuk kepelatihan, dikhususkan kepada usia muda.
Jika kita melihat adanya PAL kemudian berubah menjadi PRIMA dengan berbagai fasilitas diberikan Pemerintah, tentunya dengan harapan akan mendapatkan hasil cukup besar. Memang selama ini untuk cabang cabang olahraga dengan targetnya mendapatkan medali emas dimulti event. Berbeda dengan tenis, atlet tenis tanpa fasilitas tersebut seharusnya sudah tetap berlatih karena mempunyai target meningkatkan peringkatnya berarti meningkatkan prestasinya. Tidak ada alasan bagi petenis mengeluh belum turun dana latihannya sehingga menurun program latihannya. Ingat tenis itu olahraga individual, dan targetnya bukan dimulti event tetap ada yang lebih besar lagi. Yang paling penting adalah menaikkan peringkat dunianya. Makin tinggi peringkat dunianya otomatis makin besar koceknya didapat dari turnamen turnamen internasional. Belum lagi dengan income bisa didapatkan dari sponsor sponsornya. Saat ini belum ada sponsor yang mau melirik atlet tenis, karena nilai jualnya sangat rendah. Kenapa? Karena prestasinya sangat rendah, sehingga sponsorpun segan meliriknya.
Apakah sebaiknya juga Pemerintah mulai melirik kepada atlet usia muda dengan target suatu multi event 4-8 tahun mendatang. Bisa dibayangkan untuk atlet 10 tahun diproyeksikan 8 tahun mendatang maka usianyapun masih muda yaitu 18 tahun.
Kebetulan saya dimintakan sebagai pelaksana Youth National Training Camp melihat secara langsung kesalahan kesalahan atlet disebabkan pembinaan dilakukan oleh pelatihnya sudah melenceng dari cara kepelatihan masa kini. Maklum saja penyebaran pengetahuan tenis kepelatih di Indonesia masih belum merata, masih terfokus di pulau Jawa. Diberikannya contoh beberapa kesalahan selama ini. Mayoritas anak anak Indonesia usia 8-10 tahu ini postur tubuhnya kecil berbeda dengan Eropa. Dengan menggunakan bola normal, atlet tersebut dengan susah payah memukul asal bisa kembali tetapi dengan cara atau metode yang salah. Jika ini dibiarkan maka sampai dewasapun atlet tersebut tetap lekukan kesalahan walaupun bola itu masuk. Kemudian dengan menggunakan bola lembut (75%) ternyata pengembalian bolanya sesuai dengan teori kepelatihan.Disinilah dibutuhkan kejelian pelatih terhadap atletnya.
Belum lagi atlet usia 12 tahun menggunakan raket mid-size, juga merupakan kesalahan besar, apalagi bagi anak usia 10 tahun kebawah.
Nah menyadari hal ini alangkah baiknya, setiap daerah sudah harus bisa melakukan perubahan bentuk kepelatihan, dikhususkan kepada usia muda.
Jika kita melihat adanya PAL kemudian berubah menjadi PRIMA dengan berbagai fasilitas diberikan Pemerintah, tentunya dengan harapan akan mendapatkan hasil cukup besar. Memang selama ini untuk cabang cabang olahraga dengan targetnya mendapatkan medali emas dimulti event. Berbeda dengan tenis, atlet tenis tanpa fasilitas tersebut seharusnya sudah tetap berlatih karena mempunyai target meningkatkan peringkatnya berarti meningkatkan prestasinya. Tidak ada alasan bagi petenis mengeluh belum turun dana latihannya sehingga menurun program latihannya. Ingat tenis itu olahraga individual, dan targetnya bukan dimulti event tetap ada yang lebih besar lagi. Yang paling penting adalah menaikkan peringkat dunianya. Makin tinggi peringkat dunianya otomatis makin besar koceknya didapat dari turnamen turnamen internasional. Belum lagi dengan income bisa didapatkan dari sponsor sponsornya. Saat ini belum ada sponsor yang mau melirik atlet tenis, karena nilai jualnya sangat rendah. Kenapa? Karena prestasinya sangat rendah, sehingga sponsorpun segan meliriknya.
Apakah sebaiknya juga Pemerintah mulai melirik kepada atlet usia muda dengan target suatu multi event 4-8 tahun mendatang. Bisa dibayangkan untuk atlet 10 tahun diproyeksikan 8 tahun mendatang maka usianyapun masih muda yaitu 18 tahun.
Gunakan aturan berbeda Turnamen usia 10 tahun
Jakarta, 22 Mei 2010. Setelah ikuti beberapa hari Youth National Training Camp dibawah pelatih ITF Suresh Menon, saya melihat ada yang harus kita lakukan perombakan demi kemajuan tenis di Indonesia. Dan saya akan coba membuat terobosan. Dari informasi yang saya dapatkan dari pelatih Suresh Menon, kalau beberapa tahun lagi ITF akan keluarkan aturan baru mengenai turnamen KU 10 tahun ataupun 12 tahun.
Saya menyadari kalau aturan ataupun hasil riset ITF ini akan mendapatkan tantangan dari orangtua maupun pelatih kita. Masalahnya merubah suatu kebiasaan tentunya akan mendapatkan reaksi yang besar, yang melupakan tujuan perubahan tersebut.
Saat ini ITF sudah perkenalkan program Play and Stay in Tennis, dimana bentuk raket maupun ukuran lapangan dan bola dimodifikasi berdasarkan kebutuhan atlet tersebut. ITF menganjurkan agar ukuran lapangan diperkecil, bola 50-75% dari normal, raketpun diubah sesuai bentuk badannya.
Untuk itu, karena saya sendiri sebagai penggagas turnamen RemajaTenis yang mempertandingkan KU 10 th, 12 th, 14 th dan 16 tahun, tentunya akan mempromosikan turnamen KU 10 tahun dengan menggunakan metode ITF ini.
Karena jika diusia dini seperti ini penguasaan tehnik salah maka dikemudian hari akan mendapatkan hasil yang salah juga. Ini yang harus dihindari sekali. Tetapi saya yakin jika diubah sesuai kehendak ITF maka akan menimbulkan reaksi keras dari orangtua (mayoritas minim pengetahuan tenis) maupun pelatihnya.
Terlihat sekali ada beberapa atlet yang masuk Youth National Training camp datang dari 11 provinsi yi Sumatra Barat, Riau, Kalimantan Tengah, Kalimantan Selatan, Kalimantan Timur, Sulawesi Tengah, Sulawesi Selatan, NTB, Jawa Tengah, Jawa Barat,Banten dan DKI, yang datang dari mini tenis lebih lengkap pukulannya. Berbeda sekali dengan gaya permainan atet yang mengenal tenis tidak melalui mini tenis.
Saya bicara masalah kualitasnya, tetapi diusia muda seperti ini diperlukan kualitas pukulan dimiliki atlet lebih utama.
Memang ada yang bertanya, cara seleksi didalam Youth National Training Camp ( dari 20 akan diambil 10 atlet untuk training selanjutnya). Seleksi akan dilihat selain dari kondisi fisik yang dimiliki berdasarkan test fisik yang dilakukan oleh pelatih fisik Robert Ballard (Australia). Dugaan mereka adalah ada pertandingan, ternyata tidak demikian. Secara sepintas saya melihat akan ada kombinasi hasil test fisik dan tehnik yang diamati oleh pelatih langsung. Kalau test fisik itu jelas sekali datanya.
Kitapun harus berani lakukan perubahan tersebut demi kemajuan tenis Indonesia. Setelah melihat contoh contoh dilakukan pelatih terhadap atlet yang ikuti latihan ini. Ada yang raketnya kebesaran (mid-size) dengan tegangan snaarnya sangat lembek. Beberapa unsur penunjangnya yang harus diperhatikan lebih baik. Ini akibat pengetahua pelatihnya sangat mini.
Saya menyadari kalau aturan ataupun hasil riset ITF ini akan mendapatkan tantangan dari orangtua maupun pelatih kita. Masalahnya merubah suatu kebiasaan tentunya akan mendapatkan reaksi yang besar, yang melupakan tujuan perubahan tersebut.
Saat ini ITF sudah perkenalkan program Play and Stay in Tennis, dimana bentuk raket maupun ukuran lapangan dan bola dimodifikasi berdasarkan kebutuhan atlet tersebut. ITF menganjurkan agar ukuran lapangan diperkecil, bola 50-75% dari normal, raketpun diubah sesuai bentuk badannya.
Untuk itu, karena saya sendiri sebagai penggagas turnamen RemajaTenis yang mempertandingkan KU 10 th, 12 th, 14 th dan 16 tahun, tentunya akan mempromosikan turnamen KU 10 tahun dengan menggunakan metode ITF ini.
Karena jika diusia dini seperti ini penguasaan tehnik salah maka dikemudian hari akan mendapatkan hasil yang salah juga. Ini yang harus dihindari sekali. Tetapi saya yakin jika diubah sesuai kehendak ITF maka akan menimbulkan reaksi keras dari orangtua (mayoritas minim pengetahuan tenis) maupun pelatihnya.
Terlihat sekali ada beberapa atlet yang masuk Youth National Training camp datang dari 11 provinsi yi Sumatra Barat, Riau, Kalimantan Tengah, Kalimantan Selatan, Kalimantan Timur, Sulawesi Tengah, Sulawesi Selatan, NTB, Jawa Tengah, Jawa Barat,Banten dan DKI, yang datang dari mini tenis lebih lengkap pukulannya. Berbeda sekali dengan gaya permainan atet yang mengenal tenis tidak melalui mini tenis.
Saya bicara masalah kualitasnya, tetapi diusia muda seperti ini diperlukan kualitas pukulan dimiliki atlet lebih utama.
Memang ada yang bertanya, cara seleksi didalam Youth National Training Camp ( dari 20 akan diambil 10 atlet untuk training selanjutnya). Seleksi akan dilihat selain dari kondisi fisik yang dimiliki berdasarkan test fisik yang dilakukan oleh pelatih fisik Robert Ballard (Australia). Dugaan mereka adalah ada pertandingan, ternyata tidak demikian. Secara sepintas saya melihat akan ada kombinasi hasil test fisik dan tehnik yang diamati oleh pelatih langsung. Kalau test fisik itu jelas sekali datanya.
Kitapun harus berani lakukan perubahan tersebut demi kemajuan tenis Indonesia. Setelah melihat contoh contoh dilakukan pelatih terhadap atlet yang ikuti latihan ini. Ada yang raketnya kebesaran (mid-size) dengan tegangan snaarnya sangat lembek. Beberapa unsur penunjangnya yang harus diperhatikan lebih baik. Ini akibat pengetahua pelatihnya sangat mini.
Kenapa Begitu Ya ?
Jakarta,22 Mei 2010. Kalau dulu dikatakan petenis Indonesia butuh kesempatan ikut turnamen internasional, sehingga bisa menaikkan prestasi petenisnya, maka saat ini sudah berbeda sekali. Saat itu Pelti sendiri menggelar turnamen internasional. Waktu itu saya masih ingat di tahun 2000, ada 6 turnamen internasional putra dan 6 putri artinya prize moneynya sudah keluar US $ 120.000. Ini hanya prize money , belum lagi penyelenggaraannya. Karena pemenangnya itu seluruhnya dari Luar Negeri sehingga turnamen internasional khusus putra dihilangkan.
Teringat di tahun 2000, saya banyak membaca berita di media cetak keluhan datangnya dari petenis maupun pelatih, kalau petenis Indonesia kekurangan turnamen. Bahkan sampai saat ini kalau berbicara dengan rekan mantan petenis nasional Donald Wailan Walalangi selalu berteriak kalau kita ini butuh turnamen internasional di Indonesia. Memang betul sekali statement tersebut, walaupun tidak sepenuhnya benar. Kenapa?. Coba kita lihat tahun beberapa tahun lalu di Indonesia pernah ada 6 turnamen internasional khusus putra dan juga khusus putri. Kemudian ditahun berikutnya dihapuskannya turnamen internasional putra tersebut karena prestasinya tidak ada alias juaranya dari luar negeri.
Kemudian ditahun 2008 ataupun 2009, ada event organizer selenggarakan Turnamen nasional dengan hadiah aduhai yaitu Rp 150 juta. Tujuannya waktu itu adalah memberikan lahan turnamen kepada petenis nasional yang sangat "haus" turnamen. Dengan kumpulkan uang sebanyak mungkin bisa digunakan sebagai modal ikut turnamen internasional. Tetapi apa jadinya, khusus putra. Pernah ada Men's Futures di Manado, yang ikut petenis Indonesia hanyalah 2-3 yang masuk dalam tim nasional, artinya dibiayai oleh Ketua Umum PP Pelti. Yang lainnya tidak ikut.
Sayapun pernah mencoba bertanya waktu itu kepada salah satu petenis nasional tersebut, kenapa tidak ikut ke Manado. Bisakah dibayangkan jawabannya, yaitu nanti aja ikut TDP Nasional yg sediakan hadiah Rp. 150 juta. Kebetulan turnamen tersebut jaraknya dengan Men's Futures di Manado sekitar dua minggu didepan.
Sayapun maklum saja, karena kalau ikut Men's Futures harus keluar dana dulu seperti bayar IPIN ( USD 45), belum tentu masuk babak utama (karena tidak ada peringkat dunianya). Belum lagi tiket pesawat ke Manado (artinya harus keluar minimal Rp. 2 juta, belum lagi hars sediakan dana akomodasi di Hotel.
Belum betanding saja sudah harus keluar jutaan rupiah. Dan belum tentu bisa lolos kebabak utama, artinya tidak dapat prize moneynya.
Jadi jika dikatakan butuh "kesempatan" ikut turnamen internasional khususnya putra, untuk tingkatkan prestasinya juga tidak benar lagi. Diberikannya jatah wild card sewaktu ikut turnamen diluar negeri, tetapi hasilnya selalu kalah dibabak pertama.
Akibatnya lihat fakta saat ini ,petenis peringkat nomor satu Indonesia, ternyata peringkat dunianya ATP-1708. Bayangkan peringkatnya diatas seribuan. Ini belum pernah terjadi selama ini. Kenapa begitu ya ?
Teringat di tahun 2000, saya banyak membaca berita di media cetak keluhan datangnya dari petenis maupun pelatih, kalau petenis Indonesia kekurangan turnamen. Bahkan sampai saat ini kalau berbicara dengan rekan mantan petenis nasional Donald Wailan Walalangi selalu berteriak kalau kita ini butuh turnamen internasional di Indonesia. Memang betul sekali statement tersebut, walaupun tidak sepenuhnya benar. Kenapa?. Coba kita lihat tahun beberapa tahun lalu di Indonesia pernah ada 6 turnamen internasional khusus putra dan juga khusus putri. Kemudian ditahun berikutnya dihapuskannya turnamen internasional putra tersebut karena prestasinya tidak ada alias juaranya dari luar negeri.
Kemudian ditahun 2008 ataupun 2009, ada event organizer selenggarakan Turnamen nasional dengan hadiah aduhai yaitu Rp 150 juta. Tujuannya waktu itu adalah memberikan lahan turnamen kepada petenis nasional yang sangat "haus" turnamen. Dengan kumpulkan uang sebanyak mungkin bisa digunakan sebagai modal ikut turnamen internasional. Tetapi apa jadinya, khusus putra. Pernah ada Men's Futures di Manado, yang ikut petenis Indonesia hanyalah 2-3 yang masuk dalam tim nasional, artinya dibiayai oleh Ketua Umum PP Pelti. Yang lainnya tidak ikut.
Sayapun pernah mencoba bertanya waktu itu kepada salah satu petenis nasional tersebut, kenapa tidak ikut ke Manado. Bisakah dibayangkan jawabannya, yaitu nanti aja ikut TDP Nasional yg sediakan hadiah Rp. 150 juta. Kebetulan turnamen tersebut jaraknya dengan Men's Futures di Manado sekitar dua minggu didepan.
Sayapun maklum saja, karena kalau ikut Men's Futures harus keluar dana dulu seperti bayar IPIN ( USD 45), belum tentu masuk babak utama (karena tidak ada peringkat dunianya). Belum lagi tiket pesawat ke Manado (artinya harus keluar minimal Rp. 2 juta, belum lagi hars sediakan dana akomodasi di Hotel.
Belum betanding saja sudah harus keluar jutaan rupiah. Dan belum tentu bisa lolos kebabak utama, artinya tidak dapat prize moneynya.
Jadi jika dikatakan butuh "kesempatan" ikut turnamen internasional khususnya putra, untuk tingkatkan prestasinya juga tidak benar lagi. Diberikannya jatah wild card sewaktu ikut turnamen diluar negeri, tetapi hasilnya selalu kalah dibabak pertama.
Akibatnya lihat fakta saat ini ,petenis peringkat nomor satu Indonesia, ternyata peringkat dunianya ATP-1708. Bayangkan peringkatnya diatas seribuan. Ini belum pernah terjadi selama ini. Kenapa begitu ya ?
Senin, 17 Mei 2010
Mempersipkan National Youth Training Camp
Jakarta, 17 Mei 2010. Beberapa tahun silam, Martina Widjaja selaku Ketua Umum PP Pelti pernah menyampaikan secara langsung kepada saya keinginannya membuat training center khusus untuk petenis 12 tahun kebawah. Hanya saat itu saya berpikiran kalau anak 12 tahun di masukkan dalam TC belum memungkinkan karena usia seperti ini anak perlu kedkatannya atau pengawasan dari orangtuanya. Bisa dibayangkan kalau anak tersebut berasal dari luar kota, tinggal berbulan bulan di Jakarta. Tanggapan saya itu akhirnya bisa menahan keinginannya untuk membuat TC khusus petenis usia dibawah 12 tahun. Saya menyadari obsesi Martina selama ini belum terpenuhi yaitu menghasilkan petenis dunia (top 10), sehinga tidak akan mematikan semangatnya tetap memajukan tenis Indonesia. Itu saya sadari sekali, walaupun kadang kala suka mendengar kalau dia itu sudah capek mengurus Tenis Indonesia.
Kemudian beliau konsentrasi dengan TC untuk petenis nasional dan berjalan seperti biasanya. Sayapun keasyikan mengadakan turnamen RemajaTenis awalnya di Jakarta kemudian berkembang ke D.I.Y, Cirebon, Medan dan Jakarta di tahun 2009. Di Tahun 2010 mulai dari Mataram, Jakarta, Bandung, Solo, Palu, Sumbawa Besar. Kebetulan sewaktu berada di Sumbawa saya mengundang adik saya Alfred Raturandang selaku pelatih untuk adakan coaching clinic di Sumbawa Besar dengan tujuan membantu Pelti NTB memantau petenis NTB yang bisa dimasukkan kedalam tim persiapan PON 2012 mendatang.
Saya tertarik melihat permainan petenis putri usia 10 tahun. Sayapun teringat beberapa tahun silam dengan salah satu peserta Persami yang saya adakan di Kemayoran. Petenis Cianjur dengan postur tubuh yang kecil tetapi memiliki gaya permainan sepertinya sangat lengkap. Gaya permainannya cukup menawan. Namanya Tria Riski Amalia. Nah, di Sumbawa Besar saya langsung panggil Alfred untuk memperhatikan permainan petenis putri asal Lombok Timur di kelompok umur 10 tahun. Tapi saya melihat ada yang kurang sreg juga. Saya juga ikuti perkembangan kepelaltihan oleh ITF khususnya usia dini, dimana untuk pembinaan usia dini itu berbeda dengan yang diatasnya. Apalagi saat ini diperkenalkan Play n Stay. Nah kejanggalan yang saya lihat adalah bentuk raketnya menurut pendapat saya sudah melebihi untuk ukuran tubuhnya. Size raket cukup besar yang memang sangat membantu power waktu memukulnya. Tetapi menurut pendapat saya anak seperti ini tidak perlu menggunakan bentuk raket tersebut.
Jadi kesimpulan saya, anak ini menggunakan raket yang tidak tepat. Ibaratnya membawa raketnya saja seperti diseret. Tapi saya memakluminya karena pelatihnya sendiri belum mengikuti kepelatihan tenis terbaru. Memang beberapa bulan lalu pelatih dari Lombok Timur ini mau ikuti ITF Level1 coaches course di Jakarta, tetapi dia terlambat mendaftar dan sudah ditutup.
Sehingga akhirnya saya sering bercerita dengan rekan rekan di Jakarta kalau masih banyak potensi tenis diluar Jakarta ini, khususnya diluar Jawa. Saya mulai tertarik setelah melihat secara langsung di Sumbawa Besar. Di DIY, Medan, Mataram maupun Palu saya tidak terlalu memperhatikan secara langsung permainan atlet KU 10 tahun ataupun 12 tahun, karena sedang sibuk dengan pelaksanaan turnamennya.
Tiba tiba Martina Widjaja menyampaikan keinginannya kepada saya seperti beberapa tahun silam, dan berdasarkan pembinaan di China dianggap berhasil, kenapa di Indonesia tidak bisa. Memang betul kenapa kita tidak belajar dari negara yang sudah berhasil dengan pembinaan usia dini. Di Indonesia yang sudah ada sarana pertandingan usia dini tingkat nasional setahun sekali diselenggarakan oleh Diknas. Bedanya di China, petenis tersebut dijadikan anak negara, artinya jaminan masa depan dijamin oleh negara.
Tapi karena bentuk kepelatihannya berbeda, bukan TC beberapa bulan atau tahun , hanya dalam 2 minggu, maka saya anggap bisa dilakukannya. Maka langsung saya teringat dengan atlet di Sumbawa Besar Langsung saya nominasikan 10 atlet dari NTB yang terdiri 7 dari Lombok Timur, 1 Dompu, Bima dan Mataram. Saya ambil dari yang juara dan runner up saja sebagai dasar.
Sayapun melihat hasil RemajaTenis di Palu, saya nominasikan atlet Palu, Donggala, Makassar dan Balikpapan.
Sayapu bercerita dengan rekan rekan pengurus lainnya dengan memeberkan keinginan beliau ini. Sehingga teman teman jadi bingung karena selama ini sudah mengetahui kalau beliau sudah capek mengurus tenis. Tapi lupa ada keinginan diakhir masa kepengurusan seharusnya meninggalkan hasil yang baik. Disegala bidang.
Langsung saya sampaikan kepada Pelti NTB dan rekan Pelti NTB sangat berterima kasih adanya kepercayaan diberikan kepada 10 atlet NTB. Tetapi ternyata tidak mudah mengundang mereka ini. Awalnya dari Lombok Timur sangat senang dan bersedia sewaktu saya kontak melemparkan wacana tersebut, tetapi setelah saya kirimkan surat resmi ternyata mereka tidak bersedia karena alasan jadwal sekolahnya maupun disaat yang sama sedang ikuti seleksi O2SN untuk ke Jakarta dibulan Juli mendatang.
Tetapi saya sudah siapkan cadangan beberapa nama petenis setelah berkonsultasi dengan rekan Aga Soemarno yang cukup mengetahui perkembangan petenis yunir di Jawa ini. Maka keluarlah nominasi petenis yunior dari D.I.Y, Jawa Tengah, Jawa Barat dan DKI Jakarta. Hasilnya ada yang bersedia dan ada yang tidak karena terbentur dengan jadwal ulangan sekolah.
Menarik juga menyusun program ini karena ada yang mau mengorbankan jadwal ulangannya karena menganggap training camp ini lebih penting. Tapi saya tidak memaksakan mereka, bahkan ada orangtua yang bingung untuk memilih jadwal seleksi O2SN atau training camp, tetapi saya serahkan kepada mereka untuk memutuskannya. Karena masih ada kesempatan keduakalinya dimasa mendatang. Hal ini saya ketahui setelah berbincang dengan Martina selaku penggagas training camp. Jika program ini berhasil maka ada kelanjutannya. Apalagi dibulan Juli ada O2SN seluruh Indonesia khusus anak Sekolah dasar dari seluruh Indonesia. Kesempatan memantau perkembangan anak SD tersebut dan bisa diundang kembali ke Jakarta bergabung dengan 10 petenis yang berhasil seleksi tahap pertama tersebut.
Ini idea cukup brilian karena akan dilakukan pendataan secara ilmiah, melibatkan Laboratorium UNJ untuk diukur kekuatan otot maupun tulang dari setiap atlet yang lolos seleksi tahap pertama ( kurang lebih 10 atlet). Yang cukup menarik jika terlaksana dengan baik, kedua pelatih asing ini diminta membuat report secara tertulis menyimpulkan hasilnya dan rekomendasi perbaikan baik fisik maupun tehnik kepada pelatih ataupun orangtua maupun Pelti asalnya. Ya, semoga idea ini bisa membantu mendongkrak pertenisan nasional. Karena menurut saya selama ini dilakukan pembinaan baik ditingkat dasar sampai tingkat advance masih out of date, kalau kita jujur pasti akan mengakuinya. Mudah udahan pandangan saya ini tidak menimbulkan ketidak senangan pelatih yang aktip membina atlet tenis. Semoga !
Apakah Santion fee harus dibayar ?
Jakarta, 17 Mei 2010. Hari ini saya menemukan pertanyaan yang rada aneh datangnya dari Damrah. Padahal beberapa menit sebelumnya saya kedatangan tamu yang mau mendaftarkan turnamen tenis menjadi TDP (Turnamen Diakui Pelti).
Damrah bertanya. " Apakah Sanction fee TDP harus dibayar?" ujarnya dengan polos karena dia masih baru disekretariat PP Pelti dimana sebelumnya dia berasal dari luar kota di Sumatra.
Jawab saya tegas. "Harus". Akhirnya bertanya ada apa sebenarnya kok tiba tiba bertanya diluar bidangnya. Ternyata menurut dia kalau Panpel salah satu dikota nya yang menyediakan prize money total Rp. 200 juta, merasa keberatan harus membayar kewajibannya sebesar 6% dari total prize money tersebut, artinya harus bayar Sanction fee sebesar Rp. 12 juta.
Tentunya sebelum menggelar Turnamen sudah tahu akan ketentuan yang sudah lazim berlakunya. Sama seperti International Tennis Federation (ITF) ataupun WTA Tour maupun ATP Tour ada ketentuan harus membayar sanction fee kepada setiap penyelenggara turnamen. Dan bayarnya sebelum kegiatan dimulai, sedangkan PP Pelti juga ada ketentuan yang sama , hanya penagihan baru dilakukan setelah turnamen selesai. Nah, setelah turnamen tentunya dana panpel udah habis baru kewalahan mau membayar sanction fee.
Tamu yang satu lain lagi, Daryadi namanya yang juga wartawan media cetak. Dia mau mengisi Formulir TDP Nasional karena akan minta agar turnamen MB Cup masuk menjadi TDP. Aneh sekali karena turnamen sendiri sudah berlangsung sejak Sabtu 12 Mei 2010. Nah, saya sendiri bertanya tanya, kenapa selalu begitu membuat masalah karena mana ada ceritanya turnamen sudah atau sedang berlangsung baru mengajukan permintaan TDP.
Nanti kalau tidak dilayani oleh PP Pelti , tentunya akan banyak tudingan tudingan miring muncul dengan memojokkan Pelti. Saya sendiri pernah disampaikan oleh Ketua Umum PP Pelti kalau dia tidak mau menyetujui permintaan TDP kalau mendadak sekali artinya seperti kejadian ini tentunya dia tidak setuju. Tetapi permintaan ini tetap kami layani dan segera dibuatkan SK Ketua Umum PP Pelti untuk pengakuan tersebut. Biasanya SK tersebut dikirimkan ke kantor Martina Widjaja. Artinya baru bisa selesai beberapa hari lagi. Tapi kali ini ada faktor mujurnya, karena Martina mau ke PP Pelti bertemu dengan saya bersama rekan lainnya membicarakan pelaksanaan program Training camp yang sedang saya persiapkan. Setelah rapat tersebut selesai, sayapun mengajukan SK KU kepadanya untuk ditanda tanganinya. Diapun kaget dengan permintaan tersebut, karena menurut dia kalau turnamen ini bukan TDP. tetapi setelah sedikit permintaan akhirnya ditanda tangani juga. Ini baru mujur menurut saya, karena bisa terselesaikan secepat ini.
Damrah bertanya. " Apakah Sanction fee TDP harus dibayar?" ujarnya dengan polos karena dia masih baru disekretariat PP Pelti dimana sebelumnya dia berasal dari luar kota di Sumatra.
Jawab saya tegas. "Harus". Akhirnya bertanya ada apa sebenarnya kok tiba tiba bertanya diluar bidangnya. Ternyata menurut dia kalau Panpel salah satu dikota nya yang menyediakan prize money total Rp. 200 juta, merasa keberatan harus membayar kewajibannya sebesar 6% dari total prize money tersebut, artinya harus bayar Sanction fee sebesar Rp. 12 juta.
Tentunya sebelum menggelar Turnamen sudah tahu akan ketentuan yang sudah lazim berlakunya. Sama seperti International Tennis Federation (ITF) ataupun WTA Tour maupun ATP Tour ada ketentuan harus membayar sanction fee kepada setiap penyelenggara turnamen. Dan bayarnya sebelum kegiatan dimulai, sedangkan PP Pelti juga ada ketentuan yang sama , hanya penagihan baru dilakukan setelah turnamen selesai. Nah, setelah turnamen tentunya dana panpel udah habis baru kewalahan mau membayar sanction fee.
Tamu yang satu lain lagi, Daryadi namanya yang juga wartawan media cetak. Dia mau mengisi Formulir TDP Nasional karena akan minta agar turnamen MB Cup masuk menjadi TDP. Aneh sekali karena turnamen sendiri sudah berlangsung sejak Sabtu 12 Mei 2010. Nah, saya sendiri bertanya tanya, kenapa selalu begitu membuat masalah karena mana ada ceritanya turnamen sudah atau sedang berlangsung baru mengajukan permintaan TDP.
Nanti kalau tidak dilayani oleh PP Pelti , tentunya akan banyak tudingan tudingan miring muncul dengan memojokkan Pelti. Saya sendiri pernah disampaikan oleh Ketua Umum PP Pelti kalau dia tidak mau menyetujui permintaan TDP kalau mendadak sekali artinya seperti kejadian ini tentunya dia tidak setuju. Tetapi permintaan ini tetap kami layani dan segera dibuatkan SK Ketua Umum PP Pelti untuk pengakuan tersebut. Biasanya SK tersebut dikirimkan ke kantor Martina Widjaja. Artinya baru bisa selesai beberapa hari lagi. Tapi kali ini ada faktor mujurnya, karena Martina mau ke PP Pelti bertemu dengan saya bersama rekan lainnya membicarakan pelaksanaan program Training camp yang sedang saya persiapkan. Setelah rapat tersebut selesai, sayapun mengajukan SK KU kepadanya untuk ditanda tanganinya. Diapun kaget dengan permintaan tersebut, karena menurut dia kalau turnamen ini bukan TDP. tetapi setelah sedikit permintaan akhirnya ditanda tangani juga. Ini baru mujur menurut saya, karena bisa terselesaikan secepat ini.
Sabtu, 15 Mei 2010
Anda Itu "Gila" !
Bandung, 15 Mei 2010. Ada satu pernyataan datang dari rekan tenis di lapangan tenis Caringin Bandung disela sela turnamen Remaja Bandung Bangkit. Pernyatan ini menyadarkan saya terhadap apa yang sudah saya lakukan selama ini. " Anda itu sudah gila." ujarnya "Gila" yang dimaksud sebenarnya dengan tanda kutip sangat positip sekali karena tidak bermaksud menyudutkan. Memang selama ini sudah sering saya lihat bahwa hanya orang " gila " saja yang mau mengurus olahraga tenis ini. Mungkin karena sudah sejak kecil berkecimpung di pertenisan mulai dari sebagai pemain yunior kemudian menjadi orangtua petenis dan sampai sekarang selaku pengurus tenis maupun penyelenggara turnamen RemajaTenis tanpa menydari kalau saya mulai ketularan penyakit " gila " ini.
Kalau dipikir secara sehat pernyataan "gila" itu ada benarnya juga. Tanpa saya sadari karena selama ini saya harus bisa enjoy didalam pertenisan maka semua keluhan maupun kesulitan kesulitan tetap bisa dijalani semuanya. Bisa dibayangkan selama sebagai anggota pengurus teras Pelti sudah paling sering menerima segala bentuk kekecewaan dari orangtua petenis terhadap setiap keputusan baik oleh induk organisasi maupun penyelenggara turnamen nasional. Kekecewaan ini bisa dalam bentuk langsung diungkapkan didepan umum maupun tidak langsung dengan email maupun SMS. Tetapi saya selama ini masih bisa menahan diri karena tahu resiko duduk didalam kepengurusan Pelti. Sebagai pelayan bagi masyarakat tenis tentunya sudah harus tahu resiko yang akan dialaminya.
"Gila" , saya sudah termasuk didalamnya, karena kalau tidak "gila" mana ada yang mau mengurus tenis seperti saya lakukan dengan selenggarakan turnamen RemajaTenis di Medan, Cirebon, Palu, Mataram, Sumbawa Besar, D.I.Y, Bandung dan Jakarta. Belum lagi kedepan akan muncul di Manado, Pontianak dll. Sebelumnya hanya sebagai hobi saja selenggarakan Persami yang bisa dihitung sudah mencapai angka 200an, dan berubah nama menjadi Piala FR yang terakhir kali sudah ke 69 kalinya.
Keinginan memajukan tenis sehingga melupakan resiko yang akan dialaminya. Untungnya saya di tahun 2010 ini sempat menjual satu satunya milik pribadi yang saya dapatkan sejak tahun 1978. Milik satu satunya ini berupa tanah seluas 500 m2 di Jakarta akhirnya saya jual untuk sebagai modal kekuatiran terhadap finansial pelaksanaan RemajaTenis. Tanah ini sudah lama tidak pernah saya lihat tetapi tahu ada yang jaga sehingga tidak kuatir.
Tanpa saya sadari modal ini sampai hari ini sudah mulai menipis, sehingga ada kekuatiran juga jika sampai ludes. Tetapi mudah mudahan masih bisa tertahan pengeluaran pengeluaran sehingga bisa sebagai modal semangat saya menggelar RemajaTenis di seluruh Indonesia.
Hanya yang saya kuatirkan benar benar ludes, apakah semangat saya masih ada diusia sudah senja seperti ini. Mudah mudahan tidak terjadi.
"Gila" , kalau dipikirkan, mau berkorban waktu, tenaga maupun finansial yang jadi lengkap. Saya pernah dicemohkan juga oleh salah satu pejabat yang juga saya kenal sebagai petenis , kalau saya ini bukan termasuk orang kaya, kenapa masih mau selenggarakan turnamen. Tapi ini justru ungkapan seperti ini yang membuat saya makin gila selenggarakan turnamen RemajaTenis dengan modal seadanya. Ya, memang harus korbankan juga masalah finansial ini Tapi untung saja punya pendamping dirumah yang tidak terlalu pedulikan masalah finansial ini, karena sudah tahu kalau suaminya itu sudah tidak bisa ditahan kalau sudah bicara soal tenis.
Timbul juga pertanyaan dalam diri saya ini. "Apakah saya ini masih waras ?"
Kalau dipikir secara sehat pernyataan "gila" itu ada benarnya juga. Tanpa saya sadari karena selama ini saya harus bisa enjoy didalam pertenisan maka semua keluhan maupun kesulitan kesulitan tetap bisa dijalani semuanya. Bisa dibayangkan selama sebagai anggota pengurus teras Pelti sudah paling sering menerima segala bentuk kekecewaan dari orangtua petenis terhadap setiap keputusan baik oleh induk organisasi maupun penyelenggara turnamen nasional. Kekecewaan ini bisa dalam bentuk langsung diungkapkan didepan umum maupun tidak langsung dengan email maupun SMS. Tetapi saya selama ini masih bisa menahan diri karena tahu resiko duduk didalam kepengurusan Pelti. Sebagai pelayan bagi masyarakat tenis tentunya sudah harus tahu resiko yang akan dialaminya.
"Gila" , saya sudah termasuk didalamnya, karena kalau tidak "gila" mana ada yang mau mengurus tenis seperti saya lakukan dengan selenggarakan turnamen RemajaTenis di Medan, Cirebon, Palu, Mataram, Sumbawa Besar, D.I.Y, Bandung dan Jakarta. Belum lagi kedepan akan muncul di Manado, Pontianak dll. Sebelumnya hanya sebagai hobi saja selenggarakan Persami yang bisa dihitung sudah mencapai angka 200an, dan berubah nama menjadi Piala FR yang terakhir kali sudah ke 69 kalinya.
Keinginan memajukan tenis sehingga melupakan resiko yang akan dialaminya. Untungnya saya di tahun 2010 ini sempat menjual satu satunya milik pribadi yang saya dapatkan sejak tahun 1978. Milik satu satunya ini berupa tanah seluas 500 m2 di Jakarta akhirnya saya jual untuk sebagai modal kekuatiran terhadap finansial pelaksanaan RemajaTenis. Tanah ini sudah lama tidak pernah saya lihat tetapi tahu ada yang jaga sehingga tidak kuatir.
Tanpa saya sadari modal ini sampai hari ini sudah mulai menipis, sehingga ada kekuatiran juga jika sampai ludes. Tetapi mudah mudahan masih bisa tertahan pengeluaran pengeluaran sehingga bisa sebagai modal semangat saya menggelar RemajaTenis di seluruh Indonesia.
Hanya yang saya kuatirkan benar benar ludes, apakah semangat saya masih ada diusia sudah senja seperti ini. Mudah mudahan tidak terjadi.
"Gila" , kalau dipikirkan, mau berkorban waktu, tenaga maupun finansial yang jadi lengkap. Saya pernah dicemohkan juga oleh salah satu pejabat yang juga saya kenal sebagai petenis , kalau saya ini bukan termasuk orang kaya, kenapa masih mau selenggarakan turnamen. Tapi ini justru ungkapan seperti ini yang membuat saya makin gila selenggarakan turnamen RemajaTenis dengan modal seadanya. Ya, memang harus korbankan juga masalah finansial ini Tapi untung saja punya pendamping dirumah yang tidak terlalu pedulikan masalah finansial ini, karena sudah tahu kalau suaminya itu sudah tidak bisa ditahan kalau sudah bicara soal tenis.
Timbul juga pertanyaan dalam diri saya ini. "Apakah saya ini masih waras ?"
Jumat, 14 Mei 2010
Puas, bisa kembali menggelar turnamen di Caringin Bandung
Bandung, 13 Mei 2010. Datang ke lapangan tenis Caringin mempunyai memori yang cukup berkesan bagi saya sendiri. Saya sangat tertarik adakan kegiatan turnamen tenis karena ada 4 lapangan outdoor dan satu stadion dengan 2 lapangan outdoor juga. Bisa dibayangkan keberadaan lapangan tenis Caringin yang masuk dalam Kotamadya Bandung tetapi sangat tidak diminati oleh pelaku pelaku tenis dikota Bandung. Selama ini kalau bicara tenis di Bandung maka akan selalu terpusat di lapangan tenis Taman Maluku ( 4 lapangan) dan Siliwangi ( 8 lapangan ), sehingga Caringin itu diabaikan.
Saya sempat dikatakan sudah jadi penduduk Bandung karena saya lebih tahu akses jalan ke Caringin dibandingkan mereka. Hal ini terungkap sewaktu saya ikut bersama sama rekan rekan mempersiapkan turnamen Oneject Indonesia di bandung beberapa tahun silam.
Saya memasuki Caringin kurang lebih 4-5 tahun silam dengan menggelar turnamen Persami Piala Ferry Raturandang. Dari saat lapangan ini kosong kurang pelanggan sampai suatu saat saya pernah diminta pengelola buat sekolah tenis di lapangan Caringin. Tetapi saya menolaknya karena belum punya pelatih dan sulit untuk kontrolnya. Akhirnya muncullah klub yang didirikan oleh para pecinta tenis di Bandung.
Suatu saat saya sempat konflik dengan klub tersebut, sehingga sayapun meninggalkan lapangan tenis Caringin tersebut. Ini sudah berlangsung 3 tahun silam.
Kali ini saya kembali ke lapangan Caringin, dan disambut oleh pengelola lapangan tersebut yang sudah saya kenal. Sekarang membawa Turnamen Nasional RemajaTenis, dan puji syukur bisa terselenggarakan di Caringin.
Bertemu dengan orangtua asal Bandung yang sangat gembira saya bisa menggelar di Bandung. Ini untuk kedua kalinya menggelar RemajaTenis. Yang pertama kali saya tidak sempat hadir dan sekarang saya sempat hadir dihari pertama saja karena kembali lagi ke Jakarta. Dan rencana kembali ke Bandung hari Sabtu 15 Mei 2010.
Tak disangka saya bertemu salah satu orangtua petenis Bandung Hoediono, yang menginginkan saya juga bisa menggelar RemajaTenis di kota Cimahi , tetangga kota Bandung. Sayapun diajak melihat kondisi lapangan yang berada di Pusat pendidikan Angkatan Darat seperti Pusdikpom, PuspenjasAD dan lain lainnya. Memang satu lokasi ada 2 lapangan , berarti saya harus menggelar di 4-5 lokasi yang berdekatan. Sayapun menyetujuinya dan akan mencari waktu yang tepat saja.
Disamping itu saya bertemu dengan salah satu orangtua asal Bogor, namanya Agus, yang bertaya kapan saya bisa gelar turnamen di Bogor. "Intinya adalah NIAT kalau mau berhasil selenggarakan turnamen. Dan kota Bogor salah satu keinginan saya adakan turnamen mendatang. "
Saya sempat dikatakan sudah jadi penduduk Bandung karena saya lebih tahu akses jalan ke Caringin dibandingkan mereka. Hal ini terungkap sewaktu saya ikut bersama sama rekan rekan mempersiapkan turnamen Oneject Indonesia di bandung beberapa tahun silam.
Saya memasuki Caringin kurang lebih 4-5 tahun silam dengan menggelar turnamen Persami Piala Ferry Raturandang. Dari saat lapangan ini kosong kurang pelanggan sampai suatu saat saya pernah diminta pengelola buat sekolah tenis di lapangan Caringin. Tetapi saya menolaknya karena belum punya pelatih dan sulit untuk kontrolnya. Akhirnya muncullah klub yang didirikan oleh para pecinta tenis di Bandung.
Suatu saat saya sempat konflik dengan klub tersebut, sehingga sayapun meninggalkan lapangan tenis Caringin tersebut. Ini sudah berlangsung 3 tahun silam.
Kali ini saya kembali ke lapangan Caringin, dan disambut oleh pengelola lapangan tersebut yang sudah saya kenal. Sekarang membawa Turnamen Nasional RemajaTenis, dan puji syukur bisa terselenggarakan di Caringin.
Bertemu dengan orangtua asal Bandung yang sangat gembira saya bisa menggelar di Bandung. Ini untuk kedua kalinya menggelar RemajaTenis. Yang pertama kali saya tidak sempat hadir dan sekarang saya sempat hadir dihari pertama saja karena kembali lagi ke Jakarta. Dan rencana kembali ke Bandung hari Sabtu 15 Mei 2010.
Tak disangka saya bertemu salah satu orangtua petenis Bandung Hoediono, yang menginginkan saya juga bisa menggelar RemajaTenis di kota Cimahi , tetangga kota Bandung. Sayapun diajak melihat kondisi lapangan yang berada di Pusat pendidikan Angkatan Darat seperti Pusdikpom, PuspenjasAD dan lain lainnya. Memang satu lokasi ada 2 lapangan , berarti saya harus menggelar di 4-5 lokasi yang berdekatan. Sayapun menyetujuinya dan akan mencari waktu yang tepat saja.
Disamping itu saya bertemu dengan salah satu orangtua asal Bogor, namanya Agus, yang bertaya kapan saya bisa gelar turnamen di Bogor. "Intinya adalah NIAT kalau mau berhasil selenggarakan turnamen. Dan kota Bogor salah satu keinginan saya adakan turnamen mendatang. "
Senin, 10 Mei 2010
Kapan Butuh Oxygen ?
Jakarta,10 Mei 2010. Ada satu pertanyaan datang kepada saya dari rekan sendiri tentang peraturan didalam lapangan tenis. Cukup simpel pertanyaan tersebut yang kemungkinannya ada kejadian di turnamen internasional.
Turnamen tenis itu punya aturan aturan yang cukup jelas dan tidak bisa ditawar tawar lagi oleh pemain karena semua sudah tertuang dalam ketentuan turnamen yang semua pemain sudah harus mengetahuinya.
Sebagai contoh Pemain A melawan B, kemudian A minta medical break, artinya minta bantuan kepada wasit agar dipanggilkan dokter karena ada masalah dalam tubuhnya atau alami cidera. Permintaan seperti ini disampaikan ke Wasit yang sedang bertugas dan tidak diperkenankan pemain minta ke pelatih atau pelatih secara otomatis masuk lapangan memberikan pertolongan.
Wasit akan beritahukan ke Referee dan Referee yang akan masuk lapangan dan tenaga medis atau dokter turnamen menunggu dipinggir lapangan (belum boleh masuk). Setelah Referee melihat memang pemain membutuhkan tenaga medis dan Referee akan memanggil tenaga medis untuk masuk.
Ada pertanyaan, apakah pemain B bisa minta oxygen karena merasa sesak nafas akibat main di lapangan indoor ?
Hal ini tentunya tidak bisa dilakukan karena alat oxygen tidak ada dalam daftar peralatan dari tenaga medis disuatu turnamen untuk dibawa masuk dalam lapangan. Jikalau terjadi sesuatu dimana pemain pingsan dan butuh oxygen , itu lain lagi kasusnya. Tentunya akan dibawa keluar lapangan tenis untuk naik ambulans (dimana peralatan oxygennya sudah siap) untuk ke Rumah Sakit. Ini sudah urusan Rumah sakit.
Begitulah kesimpulan yang saya dapatkan untuk menjawab pertanyaan seperti ini.
Turnamen tenis itu punya aturan aturan yang cukup jelas dan tidak bisa ditawar tawar lagi oleh pemain karena semua sudah tertuang dalam ketentuan turnamen yang semua pemain sudah harus mengetahuinya.
Sebagai contoh Pemain A melawan B, kemudian A minta medical break, artinya minta bantuan kepada wasit agar dipanggilkan dokter karena ada masalah dalam tubuhnya atau alami cidera. Permintaan seperti ini disampaikan ke Wasit yang sedang bertugas dan tidak diperkenankan pemain minta ke pelatih atau pelatih secara otomatis masuk lapangan memberikan pertolongan.
Wasit akan beritahukan ke Referee dan Referee yang akan masuk lapangan dan tenaga medis atau dokter turnamen menunggu dipinggir lapangan (belum boleh masuk). Setelah Referee melihat memang pemain membutuhkan tenaga medis dan Referee akan memanggil tenaga medis untuk masuk.
Ada pertanyaan, apakah pemain B bisa minta oxygen karena merasa sesak nafas akibat main di lapangan indoor ?
Hal ini tentunya tidak bisa dilakukan karena alat oxygen tidak ada dalam daftar peralatan dari tenaga medis disuatu turnamen untuk dibawa masuk dalam lapangan. Jikalau terjadi sesuatu dimana pemain pingsan dan butuh oxygen , itu lain lagi kasusnya. Tentunya akan dibawa keluar lapangan tenis untuk naik ambulans (dimana peralatan oxygennya sudah siap) untuk ke Rumah Sakit. Ini sudah urusan Rumah sakit.
Begitulah kesimpulan yang saya dapatkan untuk menjawab pertanyaan seperti ini.
Jumat, 07 Mei 2010
Merasa Dibohongin
Jakarta, 7 Mei 2010. Ada satu kejadian dimana dengan semangat tinggi ingin memajukan tenis di daerahnya tetapi kenyatannya tidak ada realisasinya. Bahkan berempat sambil berjabatan tangan menyatakan komitmennya untuk lakukan tugasnya sehingga rencana suatu TDP diwilayah tersebut bisa terjadi. Bisa dibayangkan sudah berjabatan tangan disuatu coffee shop hotel berbintang di Jakarta.
Ini kejadian ditahun 2006, bulan Nopember dimana saat itu ada Rapat Kerja Nasional PELTI di Jakarta.
Saya sangat prihatin waktu itu dikota tersebut ada 11 lapangan tenis dalam satu kompleks tetapi tidak ada turnamen nasional sekalipun. Sewaktu Munas Pelti tahun 2000 saya sempat berbincang dengan Sekretaris Pengda Pelti daerah tersebut. Saya hanya minta buatkan anggarannya karena saya akan bawa duit atau sponsor ke kota tersebut. Sampai rekan saya itu lengser tidak muncul juga anggaran yang saya minta.
Begitu juga tahun 2007 sewaktu berjanji dengan 3 rekan dari Pengprov Pelti tersebut ternyata tidak terealiser karena Ketua Pengprovnya "disekolahkan" oleh KPK. Akhirnya saya bisa berhasil selenggarakan RemajaTenis berkat kerjasama dengan Pengkot Peltinya.
Tahun 2010, setelah selesai Rakernas Pelti saya bertemu dengan rekan rekan Pelti Provinsi lainnya. Mereka bertiga juga dan terjadilah pembicaraan hangat dan ada kesepakatan bersama kalau dikotanya akan ada RemajaTenis. Semua diserahkan kepada salah satu rekannya sebagai mediator dengan saya. Akhirnya sayapun menjadwalkan tanggal 13-16 Mei 2010. Awalnya sudah setuju dan ternyata sayapun diberitahu hasil rapat mereka kalau tanggal tersebut diundurkan saja dengan alasan masa tenang sesuai dengan kampanye Pilkada dikota tersebut.
Waktu itu saya menjadwalkan RemajaTenis di 2 kota sekaligus pelaksanaannya. Tetapi kedua kota tersebut ditunda dengan alasan yang sama, yaitu ada kampanye Pilkada. Sehingga sayapun mengisi waktu ini dengan RemajaTenis di Bandung. Bagi saya cukup plong juga berarti tidak ada beban pelaksanaan RemajaTenis.
Hari ini saya terima telpon dari rekan dari salah satu kota yang meminta waktu pelaksanaan diundur (13-16 Mei). Pemberitahuan dari rekan diluar dari kepengurusan Pelti Provinsi tersebut, sempat cerita kalau dikota yang minta diundurkan itu ada turnamen Walikota Cup. Disinilah saya terkejut. tega amat membohongi saya minta mundur dengan alasan masa tenang karena Pilkada. Ternyata bertentangan dengan alasan yang diberikan waktu itu. Merasa dibohongi, inilah perasaan yang ada dalam diri saya. Yang menjadi pertanyaan , apakah rencana pengunduran waktu setelah Pilkada 2 Juni 2010 itu masih ada keinginan dari mereka atau tidak. Itu hak mereka.
Justru itu sayapun teringat dengan tahun 2006, berarti 4 tahun silam. Apakah akan terulang lagi ,semoga saja tidak.
Ini kejadian ditahun 2006, bulan Nopember dimana saat itu ada Rapat Kerja Nasional PELTI di Jakarta.
Saya sangat prihatin waktu itu dikota tersebut ada 11 lapangan tenis dalam satu kompleks tetapi tidak ada turnamen nasional sekalipun. Sewaktu Munas Pelti tahun 2000 saya sempat berbincang dengan Sekretaris Pengda Pelti daerah tersebut. Saya hanya minta buatkan anggarannya karena saya akan bawa duit atau sponsor ke kota tersebut. Sampai rekan saya itu lengser tidak muncul juga anggaran yang saya minta.
Begitu juga tahun 2007 sewaktu berjanji dengan 3 rekan dari Pengprov Pelti tersebut ternyata tidak terealiser karena Ketua Pengprovnya "disekolahkan" oleh KPK. Akhirnya saya bisa berhasil selenggarakan RemajaTenis berkat kerjasama dengan Pengkot Peltinya.
Tahun 2010, setelah selesai Rakernas Pelti saya bertemu dengan rekan rekan Pelti Provinsi lainnya. Mereka bertiga juga dan terjadilah pembicaraan hangat dan ada kesepakatan bersama kalau dikotanya akan ada RemajaTenis. Semua diserahkan kepada salah satu rekannya sebagai mediator dengan saya. Akhirnya sayapun menjadwalkan tanggal 13-16 Mei 2010. Awalnya sudah setuju dan ternyata sayapun diberitahu hasil rapat mereka kalau tanggal tersebut diundurkan saja dengan alasan masa tenang sesuai dengan kampanye Pilkada dikota tersebut.
Waktu itu saya menjadwalkan RemajaTenis di 2 kota sekaligus pelaksanaannya. Tetapi kedua kota tersebut ditunda dengan alasan yang sama, yaitu ada kampanye Pilkada. Sehingga sayapun mengisi waktu ini dengan RemajaTenis di Bandung. Bagi saya cukup plong juga berarti tidak ada beban pelaksanaan RemajaTenis.
Hari ini saya terima telpon dari rekan dari salah satu kota yang meminta waktu pelaksanaan diundur (13-16 Mei). Pemberitahuan dari rekan diluar dari kepengurusan Pelti Provinsi tersebut, sempat cerita kalau dikota yang minta diundurkan itu ada turnamen Walikota Cup. Disinilah saya terkejut. tega amat membohongi saya minta mundur dengan alasan masa tenang karena Pilkada. Ternyata bertentangan dengan alasan yang diberikan waktu itu. Merasa dibohongi, inilah perasaan yang ada dalam diri saya. Yang menjadi pertanyaan , apakah rencana pengunduran waktu setelah Pilkada 2 Juni 2010 itu masih ada keinginan dari mereka atau tidak. Itu hak mereka.
Justru itu sayapun teringat dengan tahun 2006, berarti 4 tahun silam. Apakah akan terulang lagi ,semoga saja tidak.
Selasa, 04 Mei 2010
Keasyikan , lupa yang lama
Jakarta, 4 Mei 2010. Asyik dengan mainan baru sehingga melupakan mainan lama. Ini betul betul terjadi dalam diri saya. Dulu keasyikan dengan selenggarakan turnamen Persami dengan label Piala Ferry Raturandang dan terakhir kalinya di bulan Nopember 2009 di Palangka Raya untuk ke 69 kalinya. Sebelum menggunakan nama Piala Ferry Raturandang saya gunakan nama Persami saja sejak tahun 1996 di Jakarta kemudian berkembang ke Bandung, Cilegon, Palembang, Manado, Singaraja, Sidoarjo, Manado, Solo dan Jogja.
Saya terhentak juga sewaktu ketemu salah satu penjual soto di Senayan bertanya kapan diadakan Persami di Senayan, karena dia bisa menambah koceknya dengan menjual makanan untuk peserta yaitu soto dan minuman. Memang sampai saat ini belum satupu saya selenggarakan Persami. Tentunya ada sebabnya. Yaitu keasyikan mempromosikan TDP Nasional Yunior RemajaTenis. Setiap bulan adakan RemajaTenis. Kalau tahun 2009 di Jakarta kemudian ke Jogja , Cirebon dan Medan. Setelah itu ke Mataram Lombok, Solo, Palu, Bandung, Sumbawa Besar . Saat ini bulan Mei di Bandung , Manado kemudian di DKI Jakarat. Bulan Juni sudah siap di Pontianak. Dan masih tunggu kabar dari Banjarmasin.
Keasyikan dengan RemajaTenis yang butuh promosi besar kedaerah daerah, saya sempat dibuat pusing juga, karena ada daerah yang sudah konfirm tetapi belakangan minta diundur karena masalah waktuny dianggap belum tepat, akibat adanya kampanye Pilkada yang sedang melanda hampir seluruh Indonesia.
Tetapi masalah Persami Piala FR ini akan tetap eksis tetapi sudah tidak tiap bulan lagi seperti dua tahun sebelumnya. Ada yang sudah meminta yaitu Palangka Raya. Seebanrnya saya mau selenggarakan di Palangka Raya karena saya tergiur dengan fasilitas 6 lapangan dalam satu kompleks. Hanya kendalanya untuk Turnamen Nasional permukaan lapangannya tidak layak dipertandingkan. Itu kendalanya.
Sekarang saya sedang mengincar Palembang dan Ambon diujung timur Indonesia. Dua tempat ini paling lambat di bulan Oktober 2010 sudah harus bisa terealiser. Ya, mudah mudahan saja jika Tuhan mengijinkannya. Doakan saja.
Saya terhentak juga sewaktu ketemu salah satu penjual soto di Senayan bertanya kapan diadakan Persami di Senayan, karena dia bisa menambah koceknya dengan menjual makanan untuk peserta yaitu soto dan minuman. Memang sampai saat ini belum satupu saya selenggarakan Persami. Tentunya ada sebabnya. Yaitu keasyikan mempromosikan TDP Nasional Yunior RemajaTenis. Setiap bulan adakan RemajaTenis. Kalau tahun 2009 di Jakarta kemudian ke Jogja , Cirebon dan Medan. Setelah itu ke Mataram Lombok, Solo, Palu, Bandung, Sumbawa Besar . Saat ini bulan Mei di Bandung , Manado kemudian di DKI Jakarat. Bulan Juni sudah siap di Pontianak. Dan masih tunggu kabar dari Banjarmasin.
Keasyikan dengan RemajaTenis yang butuh promosi besar kedaerah daerah, saya sempat dibuat pusing juga, karena ada daerah yang sudah konfirm tetapi belakangan minta diundur karena masalah waktuny dianggap belum tepat, akibat adanya kampanye Pilkada yang sedang melanda hampir seluruh Indonesia.
Tetapi masalah Persami Piala FR ini akan tetap eksis tetapi sudah tidak tiap bulan lagi seperti dua tahun sebelumnya. Ada yang sudah meminta yaitu Palangka Raya. Seebanrnya saya mau selenggarakan di Palangka Raya karena saya tergiur dengan fasilitas 6 lapangan dalam satu kompleks. Hanya kendalanya untuk Turnamen Nasional permukaan lapangannya tidak layak dipertandingkan. Itu kendalanya.
Sekarang saya sedang mengincar Palembang dan Ambon diujung timur Indonesia. Dua tempat ini paling lambat di bulan Oktober 2010 sudah harus bisa terealiser. Ya, mudah mudahan saja jika Tuhan mengijinkannya. Doakan saja.
Tudingan Pelti Pengecut
Jakarta,4 Mei 2010. Ada satu tudingan yang dilontarkan ke induk organisasi tenis di Indonesia yaitu Pelti akibat ketidak puasan dari orangtua atas keputusan PP Pelti soal batasan usia untuk Pekan Olahraga Nasional XVIII tahun 2010 di Riau.
"Pelti pengecut " kira kira begitu yang saya terima dari rekan Johannes Susanto yang mendengar langsung dari salah satu orangtua petenis disela sela Turnamen Piala Gubernur DKI Jakarta.
Memang kekecewaan muncul dari petenis terutama orangtua atas keputusan PP Pelti untuk membatasi usia peserta PON XVIII tahun 2010 di Riau. Ketentuan baru karena selama ini PON itu merupakan ajang "kebanggaan" bagi masyarakat tenis. Sewaktu saya masih sebagai petenis yunior, memang PON merupakan event akbar dimana semua atlet berkeinginan ikut didalamnya sebagai wakil daerahnya. Tetapi belakangan ini situasi pertenisan sudah berbeda sekali. PON bukan lagi kebanggaan atlet tetapi merupakan ajang jual beli atlet dan sudah berlangsung bukan hanya di teni. Hal yang sama dicabang olahraga lainnya.
Saya sendiri setiap rapat KONI dimana dibicarakan soal prestasi olahraga, selalu kemukakan agar KONI berani memberikan batasan batasan peserta PON. Jangan seperti sekarang atlet Olimpiade, Asian Games, SEA Games, PON bahkan PORDA atau PORPROV sama. Bisa dibayangkan atletnya itu itu saja. Dan ini kesempatan atlet menyimpan dana sebanyak mungkin karena ada bonus yang menggiurkan. Bahkan bonus lebih besar didapat sewaktu membela daerah di event PORD/PORPROV maupun PON. Ini ajang prestise daerah. Akibatnya ada atlet lebih bangga ikut PON dibandingkan SEA Games atau evet internasional lainnya. Karena lebih mudah dapat medali atau bonus di event nasional bukan internasional.
Maraknya jual beli atlet terlihat disetiap ajang PON maupun PORDA/PORPROV. Saya sendiri sedikit geli kalau mendengar PORDA/PORPROV baik diujung Indonesia Timur maupun Barat petenis yang ikut itu adalah atlet Jakarta.
erobosan baru oleh KONI dengan himbauan agar PON dilakukan pembatasan usia yang diserahkan kepada masing masing induk organisasi belum sepenuhnya ditanggapi oleh induk organisasi. Bisa dibayangkan sewaktu Rapat Anngota KONI masih banyak juga cabang olahraga belum berikan pembatasan usia. Ada cabang yang beri pembatasan usia maksimum 60 tahun.
Kembali ke ungkapan kekecewaan orangtua karena putrinya gagal ikut dalam PON langsung bisa ditanggapi dengan baik. Keputusan ini merupakan hasil Rakernas Pelti 2010 yang berlangsung Februari 2010 di Jakarta. Jadi sulitdiganggu gugat lagi.
Bahkan ada yang memuji kalau Pelti betul betul memperhatika pembinaan atlet muda kedepannya.
Memang ada juga orangtua yang bicara kepada saya masalah ini. Sayapun sampaikan kalau tenis mau maju, sebaiknya cukup sekali saja atlet tersebut ikut PON, setelah itu harus "Go International". Jangan seperti ini ada atlet yang bisa ikuti PON 4 kali berarti selama 16 tahun.
Keberanian ini seharusnya segera ditanggapi oleh daerah daerah maupun orangtua petenis yunior karena terbuka peluangnya ikuti PON dan bisa dapatkan medali.
Apalagi kedepan hasil rapat Pelti sendiri disebutkan untuk PON XVIII 2010, Pra PON sesuai ketentuan KONI dilakukan dimana seluruh Pengprov Pelti ( ada 33 ) harus ikut Pra PON dan hasilnya akan ikuti PON adalah 11 Provinsi dan 1 tuan rumah. Berbeda dengan PON sebelumnya dimana 7 daerah dan tuan rumah langsung ikut PON berdasarkan PNP peserrtanya dan 4 tempat diperebutkan oleh daerah lainnya di Pra PON tersebut.
Perubahan ini memberikan kesempatan daerah daerah yang belum pernah ikuti PON bisa bertarung di PraPon tersebut.
Senin, 03 Mei 2010
Kesalahan Mis komunikasi
Jakarta, 3Mei 2010. Kejadian yang mengejutkan sewaktu tim tenis Junior Davis Cup (KU 16 tahun ) berlaga di Kuching Malaysia yaitu salah satu petenis Indonesia terlambat datang kelapangan sehingga dikalahkan oleh Referee sehingga tim Indonesia kalah 0-2 dari China.
Oleh pelatih Suharyadi dalam laporannya ternyata bukan kesalahan atlet tersebut karena ada miskomunikasi antara pelatih Suharyadi dengan penyelenggara.
Disaat petenis Indonesia turun dipertandingan kedua kedudukan angka menunjukkan 4-1 kemudian turun hujan sehingga pertandingan ditunda, dan Referee langsung umumkan untuk kembali istrahat di Hotel, dengan catatan kalau akan dipanggil jikalau hujan sudah berhenti dan lapangan sudah kering untuk dipertandingkan.
Ternyata panitia sudah mencoba hubungi kamar pemain yang menurut laporan Suharyadi mereka tidak menerima telpon dari penyelenggara. Tim Indoensia semu menunggu dikamar hotel istrahat sambil menunggu telpon panpel.
Akhirnya Suharyadi selaku penangung jawab langsung protes karena diberitahu kalau sudah dinyatakan kalah (w.o) Tetapi protes tidak digubris.
Ini hanya masalah komunikasi antara pelatih dengan penyelenggara. Tidak tahu siapa yang salah tetapi pelatih Suharyadi sudah menyampaikan maafnya ke PP Pelti karena kejadian tersebut. Yang jadi pertanyaan , apakah masalah komunikasi seperti ini menjadi kendala sedangkan di era TI saat ini sebenarnya tidak boleh terjadi. Tetapi sudah terjadi peristiwa ini yang sulit diulang lagi.
Justru itu menjadi pelajaran menarik bagi penanggung jawab tim jika keluar negeri sudah harus bisa mengatasi permasalahan seperti ini yang diluar dugaan.
Setelah Junior Davis Cup, langsung ditempat yang sama diselenggarakan Junior Fed Cup. Ada kejadian menarik yang saya dengar kalau salah satu orangtua petenis tim Jr Fed Cup Indonesia sempat kena jambret sewaktu berjalan di Kuching. Sayapun tidak bertanya apa yang hilang.
Oleh pelatih Suharyadi dalam laporannya ternyata bukan kesalahan atlet tersebut karena ada miskomunikasi antara pelatih Suharyadi dengan penyelenggara.
Disaat petenis Indonesia turun dipertandingan kedua kedudukan angka menunjukkan 4-1 kemudian turun hujan sehingga pertandingan ditunda, dan Referee langsung umumkan untuk kembali istrahat di Hotel, dengan catatan kalau akan dipanggil jikalau hujan sudah berhenti dan lapangan sudah kering untuk dipertandingkan.
Ternyata panitia sudah mencoba hubungi kamar pemain yang menurut laporan Suharyadi mereka tidak menerima telpon dari penyelenggara. Tim Indoensia semu menunggu dikamar hotel istrahat sambil menunggu telpon panpel.
Akhirnya Suharyadi selaku penangung jawab langsung protes karena diberitahu kalau sudah dinyatakan kalah (w.o) Tetapi protes tidak digubris.
Ini hanya masalah komunikasi antara pelatih dengan penyelenggara. Tidak tahu siapa yang salah tetapi pelatih Suharyadi sudah menyampaikan maafnya ke PP Pelti karena kejadian tersebut. Yang jadi pertanyaan , apakah masalah komunikasi seperti ini menjadi kendala sedangkan di era TI saat ini sebenarnya tidak boleh terjadi. Tetapi sudah terjadi peristiwa ini yang sulit diulang lagi.
Justru itu menjadi pelajaran menarik bagi penanggung jawab tim jika keluar negeri sudah harus bisa mengatasi permasalahan seperti ini yang diluar dugaan.
Setelah Junior Davis Cup, langsung ditempat yang sama diselenggarakan Junior Fed Cup. Ada kejadian menarik yang saya dengar kalau salah satu orangtua petenis tim Jr Fed Cup Indonesia sempat kena jambret sewaktu berjalan di Kuching. Sayapun tidak bertanya apa yang hilang.
Karawang Open Mau digelar di Karawang
Jakarta, 2 Mei 2010. Ditengah kesibukan mempersiapkan acara pernikahan salah satu keponakan malam ini, saya masih menerima telpon dari 2 kota berbeda. Yaitu dari Tegal dan Karawang. Keduanya menyampaikan keinginan dikotanya ada turnamen nasional. Kalau kota Karawang menyatakan kepastian kesediaan selenggarakan untuk kedua kalinya TDP Nasional Kelompok Umur seperti tahun sebelumnya yaitu tanggal 21-23 Mei 2010. Sedangkan dari Tegal menyampaikan keinginan selenggarakan TDP Nasional Kelompok Umum dengan memberikan prize money yang cukup menggiurkan bagi petenis nasional.
Oleh salah satu pengurus Pelti Karawang, Widjojo menyatakan kesediaan sebagai penyelenggara TDP Nasional Karawang Open yang akan diselenggarakan di Karawang seperti tahun lalu. Memang dalam kalender TDP tahun 2010 sudah ada jadwal Karawang Open yang sudah meruapakan salah satu acara TDP Nasional. Sayapun langsung sampaikan agar segera kirim surat ke PP Pelti dan juga menyertakan Formulir Pendaftaran TDP Kelompok Yunior. "Saya pikir pengisian formulir tersebut cukup sekali, tahun lalu." ujar Widjojo ketika mendengar penjelasan saya kalau harus mengsisi Formulir Pendaftaran TDP Nasional.
Sedangkan Purnomo dari Pelti Tegal, menyampaikan Tegal sudah siapkan turnamen yang sama seperti tahun lalu bekerjasama dengan Sportama. Hanya kali ini Pelti Tegal akan selenggarakan dengan kerjasama sponsor baru.
Dengan bertambahnya turnamen maka akan menambah pula kesempatan bagi atlet tenis Indonesia mendapatkan sarana pertandingan untuk meningkatkan prestasinya.
Ada satu wacana yang sampai sekarang belum terlihat realisasinya, yaitu keinginan Totok Gani adakan TDP Nasional dengan label Piala Menpora di Solo. Memang beberapa waktu lalau Totok Gani sempat berkonsultasi dengan saya di Jakarta mengenai keinginannya diadakan TDP Nasional Kelompok Yunior dibulan Juli 2010. Tetapi kalau melihat kalender TDP 2010, bulan Juli 2010 sudah penuh dengan TDP Nasional Kelompok Yunior. Waktu yang dikehnadaki bertabrakan dengan TDP Nasional Yunior di Jawa Tengah, sehingga ada kesulitan jika dalam minggu yang sama ada 2 TDP sejenis di satu Provinsi.
Oleh salah satu pengurus Pelti Karawang, Widjojo menyatakan kesediaan sebagai penyelenggara TDP Nasional Karawang Open yang akan diselenggarakan di Karawang seperti tahun lalu. Memang dalam kalender TDP tahun 2010 sudah ada jadwal Karawang Open yang sudah meruapakan salah satu acara TDP Nasional. Sayapun langsung sampaikan agar segera kirim surat ke PP Pelti dan juga menyertakan Formulir Pendaftaran TDP Kelompok Yunior. "Saya pikir pengisian formulir tersebut cukup sekali, tahun lalu." ujar Widjojo ketika mendengar penjelasan saya kalau harus mengsisi Formulir Pendaftaran TDP Nasional.
Sedangkan Purnomo dari Pelti Tegal, menyampaikan Tegal sudah siapkan turnamen yang sama seperti tahun lalu bekerjasama dengan Sportama. Hanya kali ini Pelti Tegal akan selenggarakan dengan kerjasama sponsor baru.
Dengan bertambahnya turnamen maka akan menambah pula kesempatan bagi atlet tenis Indonesia mendapatkan sarana pertandingan untuk meningkatkan prestasinya.
Ada satu wacana yang sampai sekarang belum terlihat realisasinya, yaitu keinginan Totok Gani adakan TDP Nasional dengan label Piala Menpora di Solo. Memang beberapa waktu lalau Totok Gani sempat berkonsultasi dengan saya di Jakarta mengenai keinginannya diadakan TDP Nasional Kelompok Yunior dibulan Juli 2010. Tetapi kalau melihat kalender TDP 2010, bulan Juli 2010 sudah penuh dengan TDP Nasional Kelompok Yunior. Waktu yang dikehnadaki bertabrakan dengan TDP Nasional Yunior di Jawa Tengah, sehingga ada kesulitan jika dalam minggu yang sama ada 2 TDP sejenis di satu Provinsi.
Langganan:
Postingan (Atom)