Minggu, 28 Mei 2017

Bersitegang dengan Wasit

Jakarta, 27 Mei 2017. Beberapa kejadian muncul disaat selenggarakan Kejurnas Manado Open 2017 yang perlu saya catat sebagai catatan harian saya dipertenisan Indonesia. Berbicara wasit, saat itu kerjasama dengan Pengda Pelti setempat maka kami disediakan 9 wasit yang kami butuhkan seperti permintaan. Biasanya sebelum turnamen dimulai , diadakan pertemuan dengan para wasit. 

Tapi kali ini komunikasi antara Panpel dengan Pengda setempat dilakukan oleh Ketua Panpel, sedangkan yang lainnya seperti saya selaku direktur turnamen kelompok yunior dan rekan BN selaku direktur turnamen kelompok umum dan veteran tidak ikut campur. Ketika tiba Selasa siang di Manado, maka kami inginkan pertemuan tersebut bisa dilakukan sore harinya, karena Rabu pagi sudah bisa dimulai pertandingannnya untuk kelompok umum. Tapi Pengda sendiri tidak diberi tahu jadwal pertemuan tersebut sehingga saya tidak bisa memaksakan. Dan pertemuan saya minta dilakukan Rabu pagi sekitar pukul 08.00.

Tidak semudah itu yang terjadi karena saat saya tiba bersama Referee yang punya kewajiban hadir lebih awal, rekan saya selaku penanggung jawab kelompok umum dan veteran belum tiba. Ini merupakan kebiasaan yang salah dimana seharusnya direktur turnamen harus tiba lebih awal bersama Referee dan pulang paling alhir setelah semua kegiatan sudah selesai. Ini aturannya.


Apakah tepat waktu para wasit wasit yang disediakan itu datang. Ternnyata suatu kebiasaan dikota Manado para wasit ini datang tidak tepat waktu. Banyak saja alasannya. Sebagai contoh ada yang bilang semalam selesai kerja bersihkan lapangan tenis sampai larut malam. Cukup lama juga untuk bisa kumpulkan para wasit. Ada yang datang dari Tomohon salah satu kota dekat Gunung Lokon. Mau agak keras juga sulit, karena saya mau beri contoh kalau sebagai wasit itu harus beri contoh kepada pemain. Setelah itu  briefing dilakukan bersama Referee.
Sudah diberitahukan kalau datang harus lebih awal dan briefing akan dilakukan sebelum dan sesudah pertandingan.
Kamis pagipun saya coba mau kumpulkan para wasit lebih awal. Susah sekali. Koordinator wasit ditanya selalu ngeles dan katakan kalau wasit sudah ada. Tapi tidak kelihatan batang hidungnya.
Acara pembukaan hari Jumat pagi, para wasit diminta kumpul hanya 2 (dua ) saja yang datang. Justru yang dari Tomohon yang saya lihat. Lainnya entah kemana. Sayapun laporan kepada Wakil Ketua Pengda Pelti yang ditugaskan sebagai penghubung dengan Kawanua Tenis Club Jakarta.
 " Mereka tidak boikot. Percaya !" ujarnya untuk menenangkan hati saya.

Puncaknya pada hari Sabtu pagi saya minta kumpul sebelum pertandingan. Sulit sekali, seperti tidak punya tanggung jawab. Bisa dibayangkan setelah itu hanya 5 wasit yang datang dimana masuknya tidak sekali gus , masuk keluar lagi, Saat itu sayapun " gebrak meja" secara halus. " Saya kecewa" ujar saya saat itu. Langsung dapat tanggapan wasit PG didepan saya.   
" Saya tidak terima kalau Om Fer begitu." ujarnya pula langsung berdiri. Ini sudah salah masih ngotot. Dalam hati saya kalau saya ikut marah darah tinggi saya naik. Sayapun menenangkan hati saja, karena tahu wasit ini sebenarnya bukan wasit yang sudah mendapatkan penataran wasit. Saya juga tahu wasit seperti ini sering minum minuman keras dilapangan tenis Sario, seperti informasi yang saya terima. Memang minum minuman keras dilapangan tenis Sario ini sudah bukan rahasia lagi. 

Saya teringat tahun 1990 pernah lakukan penataran wasit nasional dikota Manado sebelum diadakan Indonesia Masters di Samarinda. Dimana saya pertama kali diboikot oleh wasit lokal di Samarinda 1990  hanya karena disiplin terlambat datang saya usir 1 wasit lokal (ternyata berdarah Sulawesi juga) dari lapangan. Peristiwa ini saya angkat ke media nasional dan mendapatkan tangapan dari Pengda Pelti setempat , bahkan saat itu turun kelapangan Kepala Staf Kodam Mulawarman saat itu yang saya kenal sewaktu beliau masih di KOPASSUS dan bahkan Gubernur Kaltim datang menanyakan kepada saya. Saya hanya katakan kalau masalah Tenis bisa saya atasi.

Saya sendiri tidak kuatir kalau diboikot di Manado, karena yang malu bukan saya tetapi organisasi Pelti setempat yang menyediakan para wasit wasit tersebut. Akhirnya oleh penanggung jawab wasit ini menenangkan wasit PG dan saya pun bisa menerangkan maksud dan tujuan briefing ini wajib dilakukan oleh Referee bersama wasit
Tetapi ada yang beri penjelasan karena sistem pembayaran dilakukan di Manado adalah fee wasit berdasarkan berapa match yang dipimpinnya. Jadi kesannya buat apa datang pagi  pagi sedangkan yang dibayar berdasarkan match. Ini lain lagi alasannya. Aneh juga jawaban seperti ini.
Setelah kembali ke Jakarta saya coba  mencari data data soal wasit dikota Manado, kemudian didapatkan kalau di Manado ada wasit wasit yang berasal dari Perguruan Tinggi yaitu dari UNIMA.

Teringat sewaktu selenggarakan turnamen internasional di Manado, saya gunakan wasit nasional dari luar Sulut, dan wasit tuan rumah hanya bertugas sebagai Linesmen saja. Dan ada 2-3 orang wasit tersebut yang ikut di Manado Open

Tidak ada komentar: