Selasa, 21 Agustus 2012

Sekitar Pilkada

Jakarta, 21 Agustus 2012. Setelah bertemu dengan sanak saudara dalam rangka merayakan Lebaran, saya mendapatkan cerita bagaimana akibat dari suatu Pilkada Ternyata dalam Pilkada tersebut pejabat yang sedang menjabat ikut kampanye kalah suara dalam pemilihan tersebut. Akibatnya para Lurah disuatu wilayah dipanggil oleh Camatnya Menurut cerita yang saya terima dikatakan kalau dikecamatan tersebut suara yang memilih pejabat tersebut hanya 7 (tujuh) suara saja. Tanggapan yang muncul dari saudara saya tersebut dikatakan kalau sekarang rakyat sudah pintar memilih. Sudah tidak mempan lagi kalau zaman orde baru dijalankan lagi. Kemudian saya mendengar dari rekan saya sendiri yang mengatakan kalau para gurupun dikumpulkan oleh kepala dinasnya dalam rangka buka puasa bersama. Mungkin juga akan jalankan misi seperti rekan diatas, mungkin juga tidak karena murni menjalankan ibadah Puasanya. Ada lagi cerita dimana dalam kampanye didepan ibu ibu, dikatakan kalau memilih yang ahli, bukan kepada yang baru. Tapi tanggapan yang muncul adalah, kalau yang ahli saja selama ini tidak bisa mengatasi permasalahan yang muncul dimasyarakat maka lebih baik diberikan kepada yang baru karena ada kemungkinan berhasil daripada yang sudah ahli tapi tetap tidak berhasil. Sayapun teringat kalau mau kembali kezaman orde baru dimana keberhasilan salah satu parpol terkuat di Indonesia Jika mau ikuti cara cara dulu kala, maka Pilkada bisa dimenangkan jika pemilihan suara dilakukan bukan di RT/RW masing masing, tetapi di kantornya saja sehingga bisa dimonitor keberhasilannya. Itu cara terbaik jika mau memenangkan Pilkada. Ya inilah demokrasi jika dilakukan Pilkada tidak melalui DPR atau DPRD karena kita sudah maju kedepan demokrasi.

Tidak ada komentar: