Kamis, 23 September 2010

SPORTIFITAS bukan untuk Pembina

Jakarta, 23 September 2010. Ada satu hal yang saya perhatikan selama berkecimpung di organisasi olahraga tenis yang juga mencangkup semua cabang olahraga. Yaitu SPORTIFITAS yang selama ini didengung dengungkan. Dan hari ini dalam seminar olahraga dikantor Menpora saya kemukan sebagai salah satu peserta.
Kesan saya sportifitas itu hanya berlaku untuk atlet bukan bagi pembina. Kenapa begitu ya. Coba kita perhatikan baik di tingkat kotamadya/kabupaten bahkan tingkat propinsi dan nasional sekalipun. Ini merupakan ganjelan didalam memajukan prestasi olahraga.
Jika ada kegagalan selalu dicari kambing hitamnya, yaitu jatuh kepada atletnya yang disalhkan. Belum lama ini saya membaca juga komentar petinggi olahraga bahkan sampai ke tingkat menteri sekalipun bahwa kita kalah karena curangnya wasit. Ini korban kedua yang dilem[arkan kepermukaan. Saya sangat sedih sekali masalah ini.

Sebenarnya atlet itu sangat smart sekali menurut saya, bisa memanfaatkan peluang yang muncul dari ketidak sportifan pembinanya. Kenapa sampai demikian tentunya bisa panjang ceritanya. Tetapi saya membuat lebih simpel saja . Yaitu goalsnya pembina baik ditingkat klub maupun kotamadya/kabupaten bahkan propinsi dan nasional bukan lagi PRESTASI. Tetapi sudah ke PRESTISE.
Coba kita lihat setiap Pekan Olahraga baik ditingkat kotamadya/kabupaten maupun propinsi danbahkan nasional selalu yang ditekankan adalah mengejar medali bukan prestasi. Akibatnya semua pihak mengejar medali dengan cara cara tidak sportip. Contohnya, langsung dibelinya atlet lain kota/daerah untuk memperkuat kontingenya. Mulailah semua kebohongan publik dilakukan. Kita ketahui persyaratan peserta adalah Kartu Tanda Penduduk. Disinilah manipulasi dilakukan. Bisa didapatkan KTP baru bagi si atlet dengan berbagai cara, padahal atlet tersebut berdomisili dilain kota/propinsi.

Belum lagi kalau kita lihat ada pembina yang memalsukan usia anak anaknya untuk bisa ikuti kejuaraan dengan usia dimudakan. Ini di tingkat yunior, kalau di tingkat veteran lain lagi, usia dituakan. Jadi usia bisa berubah ubah tergantung kebutuhannya.

Selama goalnya bukan PRESTASI tetapi PRESTISE maka menurut saya olahraga kita bukan maju tetapi mundur sekali.
Kenapa pembinanya berbuat demikian, saya memperkirakan karena pembinanya sendiri belum pernah merasakan menjadi atlet sejak yunior, sehingga tidak merasakan betapa sulitnya mengejar prestasi itu.Dan jika sudah didapat maka kebanggaannya sangat dirasakan sekali. Jadi pembinaan atlet bukannya instan.
Pembina tersebut belum pernah merasakan suatu kompetisi dan tidak pernah merasakan menjadi juara suatu turnamen.

Tidak ada komentar: