Jumat, 10 September 2010

Jadilah Numero Uno


Jakarta, 10 September 2010. Beberapa minggu lalu saya sempat berjumpa dengan salah satu orangtua yang putranya tidak masuk dalam tim nasional. Dicoret dari tim nasional, istilah kasarnya. Dicoret karena tidak bisa ikuti salah satu program yang telah ditentukan oleh manajer tim nasional karena punya alasan sudah ada jadwal ikuti turnamen diluar negeri. Saya tahu persis masalah ini karena sewaktu berita diterima oleh manajer tim nasional didepan saya kemudian diapun aktip beritahu kepada seluruh pemain yang ada. Bagi yang tidak bersedia masuk pelatnas Batujajar sebagai salah satu persyaratan tim Pelatnas SEA Games, maka akan dicoret. Ada 2 petenis yang tidak bisa yaitu Christopher Rungkat karena sudah dijadwalkan ikut turnamen diluar negeri. Dan dicek benar sehingga bisa diperkenankan. Sedangkan David Agung Susanto tidak bersedia karena akan ikut try out ke Thailand. Ternyata yang bersangkutan tidak bisa diterima disana karena tidak ada peringkat walaupun ada permintaan wild cardpun tidak diterima. Ini masalah komunikasi saja antara manajer tim nasional dengan orangtuanya. Kedua pihak bertahan dengan argumen sendiri sendiri yang tentunya sah sah saja. Karena keduanya punya alasan sendiri sendiri dimana saya tidak ingin memasuki yang bukan ranah saya sendiri.

Dalam kasus ini saya hanya sampaikan kalau tidak perlu putus asa. "Kenapa musti tergantung kepada Pelti?" ujar saya. Dan saya sampaikan kalau putranya bisa berprestasi dengan baik dengan aktip ikuti turnamen dengan kemampuan sendiri maka yang bisa menikmati nomor satu adalah anaknya sendiri. "Jika menjadi number 1 maka tentunya Pelti akan memakainya kembali." ujar saya memberikan semangat.
"Saya sudah lama pernah sampaikan kepada orangtua sewaktu jalankan Persami. Siap siap saja Anda akan kecewa. Kecewa kepada anaknya, pelatih maupun Pelti." ujar saya kepadanya disaksikan juga pelatih nasional Deddy Prasetyo dilapangan tenis Senayan.

Kemudian saya ceritakan kepadanya pengalaman saya dengan keponakan sendiri waktu itu mau dipakai masuk tim Davis Cup Indonesia didalam rapat PB Pelti ( antara 2000-2001). Adik saya Alfred Raturandang selaku ayahnya sempat marah mendengar cerita saya ini.
Waktu itu dalam rapat PB Pelti (masa Tanri Abeng selaku Ketua Umum) hadir ketua bidang Pembinaan selaku penanggung jawab tim nasional yaitu Sujiono Timan. Dalam rapat cukup ramai karena ada yang Pro dan ada juga yang KONTRA. Saya selaku pendengar yang baik hanya diam seribu bahasa. Mungkin waktu itu Sujiono Timan bingung mau pilih yang mana. Akhirnya diapun sampaikan. " Ini ada Omnya, menurut Ferry bagaimana?" begitulah pertanyaan kepada saya.
Langsung saya yang punya pendirian untuk prestasi jangan melalui koneksi tetapi karena keberhasilan sendiri. Ini momen yang tepat disaat menolong keponakan sendiri. Tetapi tidak saya lakukan. " Kalau Andrian dianggap pantas masuk tim terimalah, tapi jika tidak maka jangan diterima." itulah jawaban saya waktu itu.Bagi yang KONTRA tentunya kaget mendengar jawaban saya waktu itu. Memang kalau saya langsung sampaikan harap diterima maka Andrian langsung bisa masuk tim nasional. Kalau tidak salah akhirnya Andrian bisa diterima masuk tim Davis Cup Indonesia sebagai keputusan rapat PB Pelti.
Saya sampaikan kepada orangtua tersebut, kalau bagi saya yang penting tunjukkan dulu prestasinya sebagai kewajiban atlet terhadap orangtua maupun negara. "Jadilah Numero Uno atau Number One"

Tidak ada komentar: