Sabtu, 10 Agustus 2019

Pra PON , Apa Kelanjutannya ?

Jakarta, 10 Agustus 2019. Pekan Olahraga Nasional ( PON ) sebagai tolak ukur keberhasilan pembinaan Pelti didaerah. Begitulah harapan pembinaan kita selama ini. Tetapi apa lacur yang  terjadi selama ini , ternyata selama ini makin rusak pembinaan tenis khusus didaerah. 
Kalau dulu orang berlomba lomba pindah ke DKI Jakarta karena fasilitas yang dimiliki. Orang boleh iri melihat fasilitas lapangan tenis GBK kemudian ada Kemayoran disamping adanya lapangan tenis Rasuna , disamping itu pelatih yang dimiliki kebanyakan berdomisili di DKI Jakarta. Tetapi sekarang justru tidak ada kebanggaan jadi petenis DKI Jakarta. Coba lihat sejak PON XVIII ke PON XX perlahan lahan atlet tenis DKI Jakarta hijrah keluar DKI Jakarta.

Sah sah saja tidak ada yang boleh melarang. Justru atlet atlet nasional yang hijrah ke daerah memafaatkan fasilitas try out yang didapatkan, Hanya saja cara berpikir demikian tidak dimiliki oleh petenis putra kita kecuali Christoper Rungkat.

Dulu gudang atlet Jawa Barat, sempat ternodai pada saat jadi tuan rumah PON XIX dimana menggunakan atlet atlet bukan sendiri akibatnya tidak satu pun mendapat medali emas, sungguh  terpukulnya sebagai daerah tuan rumah yang tidak mendapatkan medali emas  satupun.

Setelah melihat hasil Pra PON ternyata ada juga daerah yang tetap konsisten sejak dahulu kala seperti Bali yang tetap konsisten , Demikian juga ada Sumatra Selatan dengan tetap membina atlet atlet sendiri. Jawa Tengah walaupun tetap menggunakan tenaga old crack belum terkalah tetap dengan tenaga lokal.


Hasil pengamatan , selama ini karena PON itu merupakan event KONI maka keberhasilan daerah tersebut merupakan hasil pembinaan KONI Daerah. Pembinaan semu belaka . Karena atlet tenis yang dimiliki oleh Pelti sehingga kondisi atlet itu yang tahu adalah Pelti. Nah , ini dimanfaatkan peluang percaloan, Karena mereka kebanyakan mayoritas pelaku percaloan adalah " pelatih ", yang tujuannya adalah mencari untung pribadi.

Cobalah kita berkaca, pembinaan yang dilakuan Persatuan Tenis seluruh Indonesia, sudah sampai dimana hasil dilakukannya. Berkaca dari hasil PON XX nanti kita bisa mengetahui daerah daerah mana yang telah lakukan pembinaan sendiri, Cukup dilihat pemain pemain dari peserta PON XX.

Kalau melihat hasil medali emas maka " potensi " medali medali emas seluruhnya akan diborong JAWA TIMUR,  Disana sudah menunggu anggota tim nasional Christoper Riunggat, David Agung Susanti untuk putra kemudian Aldila Sutjiadi, Beatrice Gumulja, Jessy Rompies , Mayoritas Tim Nasional Indonesia. Nah tinggal mencari medali PERAK dan PERUNGGU. Mungkinkah ada surprise pada bulan September 2020.?

Apakah kita bangga dengan medali Perak dan Perunggu ? Bagi daerah yang menggunakan atlet sendiri bukan masalah karena merupakan tantangan dan uji coba . Tetapi bagi daerah yang menggunakan atlet " import " yang hanya bangga agar bisa " jalan2 " ke Papua , sebaiknya gunakan atlet atlet sendiri sebelum terlambat karena dampaknya "demotivasi" bagi atlet tenis yang mengharapkan.

Bisakah nama atlet atlet tersebut diganti. Ini suatu pertanyaannya, Jawabannya BISA.
Untuk PON XX ada ketentuannya entry by name yaitu 3 bulan sebelumnya artinya daerah boleh menggantinya,
Sayang dana try out ada akan keluar diberikan kepada atlet " import " tersebut, Lebih baik digunakan untuk try out kepada atlet sendiri, Toh atlet  ' import " itu tidak berdomisili dikota daerah tersebut tidak punya kontribusi bagi daerah tersebut dalam pembinaannya.

Saya kira lebih bermanfaat, toh tidak mungkin dapat Medali Emas lagi

Tidak ada komentar: