Rabu, 25 September 2013

"Hukuman mati" dijatuhkan untuk AFR

Jakarta, 24 September 2013. Saya teringat beberapa hari lalu saya terima telpon dari rekan saya di Kupang yang masih aktip duduk dalam kepengurusan Pelti Nusa Tenggara Timur dengan posisi cukup vital yaitu Sekretaris. Masalah terima telpon sebagai tempat curhat dari rekan rekan di kepengurusan Pelti didaerah maupun Pengurus Besar tetap merupakan hal yang rutin.
Sewaktu menonton POPNAS 2013 di Rawamangun saya bertemu dengan rekan Buchary yang duduk dalam kepengurusan Pengda Pelti DKI Jakarta, sempat bertanya dengan saya masalah PB Pelti saat ini. Saya hanya menjawab tidak tahu menahu saja., karena tidak ikut campur masalah internal. Tetapi justru dapat jawaban kalau kalau PB Pelti tidak ada program sama sekali. "Yang ada hanya turnamen." ujarnya. Ini versi dia selaku Pengurus Daerah yang sebenarnya harus lebih tahu daripada saya sebagai outsider. Tumpuan harapan cukup besar datang dari masyarakat tenis baik dalam organisasi tenis sendiri ataupun diluar sedangkan gerakannya belum terlihat padahal sudah 8 bulan berjalan kepengurusan tersebut. Jadi wajar wajar saja muncul sedikit kekecewaan yang muncul. Dan banyak yang curhat kepada AFR yang datang dari rekan anggota Pelti daerah maupun Pusat dan juga dari masyarakat tenis di setiap kegiatan tenis dimana saya berkunjung.

Hal yang sama saya lihat keluhan dari rekan rekan didaerah lainya adalah kurang adanya komunikasi antara PB dan Pengda apalagi dengan Pengcab yang merupakan kepanjangan tangan PB Pelti. Melihat kelemahan ini saya sudah sempat sampaikan juga kerekan petinggi PB Pelti masalah komunikasi tersebut. Dikatakan oleh rekan PB Pelti tetap ada komunikasi tersebut. Nah loh, kok bisa begitu. 

Faktanya ,kita bisa lihat perubahan AD ART saja belum diketahui semua Pengda apalagi Pengcab. Masih ada yang menganggap istilah Pengprov atau Pengkab/Pengkot itu masih ada padahal sudah berubah menjadi Pengda,Pengcab seperti lima tahun silam. Bahkan saya ikut mensosialisasikan perubahan AD ART Pelti tersebut jika berjumpa atau berbicara dengan telpon dengan rekan rekan didaerah tersebut. Bagi saya bukan masalah untuk membanu mensosialisasikan masalah ini dengan tujuan agar pertenisan  Indonesia itu maju. Belum lagi yang bertanya masalah Rapat Kerja Nasional (Rakernas) yang merupakan aanat MUNAS Pelti 2012 di Manado. Sayapun tidak tahu langkah2 apa yang sudah dikerjakan oleh PB Pelti sampai hari ini, dan saya tidak mau tahu tetapi munculnya pertanyaan sehingga akhirnya saya tahu juga.

Tetapi yang mengeluh dan paling kecewa yang merupakan akumulasi kekecewaan didapatnya adalah rekan saya dari Kupang yang juga anggota PB Pelti sebagai Koordinator Wilayah didalam kepengurusan tersebut. Belum lagi kekecewaan dari rekan dari Pengda Sumsel yang juga sebagai Korwil PB Pelti sendiri.

Nah, melihat hal diatas maka sempat ada gurauan dari Kupang tersebut. Sambil bercanda dikatakan per tilpon yang salah adalah AFR dan kalau dalam pengadilan maka yang harus menanggung kesalahan PB Pelti ada 3 "terdakwa" yaitu AFR, TD(Kalsel) dan RB (NTT), begitulah istilahnya. Hukuman yang dijatuhkan adalah AFR "hukuman mati", TD "Hukuman seumur hidup" dan RB "hukuman 20 tahun". Begitulah pula istilahnya, sambil tertawa terbahak bahak.Guyonan segar hari itu karena sudah tidak tahu mau berbuat lagi.

Nah, kenapa sampai demikian urutan "terdakwa"nya. Karena AFR yang pertama kali dihubungi oleh rekan US yang saat itu sebagai orang pertama menghubungi AFR. Kemudian AFR perkenalkan US dengan RB karena sama sama berasal dari Timor. Oleh RB dihubungkan dengan TD sebagai koordinator Pengprov (istilah waktu itu). Dan TD yang mengkoordinir Pengda2 untuk mendukung Maman Wiryawan sebagai calon Ketua Umum PP Pelti.
Ya, itulah bentuk kekecewaan dilontarkan oleh rekan saya dari Kupang yang selama ini masih sering bertukar pikiran dengan saya sebagai seniornya. Aya aya wae ya

Tidak ada komentar: