Kamis, 19 Mei 2011

Sedih terjadi pelanggaran TDP Nasional

Jakarta, 19 Mei 2011. Hari ini saya bersama rekan Christian Budiman makan siang ke Senayan City. Dalam perjalanan saya menerima telpon dari salah satu orangtua petenis yang sering berkomunikasi dengan saya masalah turnamen. Keingin tahuan yang bersangkutan terhadap aturan2 turnamen sehingga saya sering kali menerima telpon darinya. Ya, semua itu saya terima saja karena sebagai pelayan masyarakat tenis dimana butuh informasi tentang tenis selalu saya layani dengan baik walaupun kadang kala sering tidak pada tempatnya. Tapi yang satu ini selalu menanyakan dulu apakah ada waktu saya menerima telponnya.
Ada laporan yang cukup menarik disampaikan dan cukup mengagetkan saya. Yaitu pertama ada kasus di Turnamen yang sedang berlangsung di Jawa Barat saat ini. Dikatakan soal salah satu petenis putri main tunggal di KU 10 tahun dan sudah menang kemudian diprotes ketahuan kalau umurnya sudah lewat maka tidak disebutkan siapa yang lakukan kemudian petenis tersebut bertanding ganda putri di KU 12 tahun. Disebutkan kalau anak tersebut harus terima hukuman tidak boleh bertanding di TDP selama 3 bulan seperti yang telah terjadi kepada 2 atlet kakak beradik dari Rembang. Disini dia minta pembenaran atas statementnya. Saya hanya katakan kalau anak tersebut memalsukan kelahiran dengan cara beri data palsu maka kena hukuman. Akhirnya saya katakan kalau akan hubungi Referee yang bertugas yaitu Slamet Widodo. Kemudian saya SMS aja ke Referee dgn cara lain dan dapat jawaban tidak ada. Tapi saya agak curiga juga. Yang kedua laporannya katakan kalau diturnamen tersebut para orangtua pada ribut, masalah apa ya? Itu saya jadi bertanya tanya apa yang jadi penyebabnya. Ternyata ribut karena pembagian hadiah kepemenang dalam bentuk UANG CASH tidak sama rata. Dan tidak sesuai dari laporan panitia lainnya yang katakan sebenarnya hadiah tersebut sebesar Rp. 400 ribu ternaya hanya Rp. 200 rb saja. Waktu menyampaikan kepada saya , pengamatan saya kalau rekan tersebut belum sadar kalau hadiah uang itu pelanggaran maka saya dengarin saja sampai selesai tanpa komentar. Waduh, sayapun kaget bukan main, tanpa disadari mau sampaikan keluhan masalah tidak sama hadiahnya ternyata keluhan itu membuka mata saya terhadap pelanggaran aturan TDP Nasional Yunior yang pantang berikan uang dalam bentuk apapun. Saya jadi sedih juga tetapi kebenarannya harus saya cek juga walaupun rekan tersebut saya kenal cukup jujur. Setelah selesai makan siang saya ketemu dengan salah satu orangtua lainnya yang juga peserta turnamen tersebut yang sudah selesai bertanding. Saya coba pancing kepada orangtua tersebut, maka didapatlah pengakuan yang sama yaitu pemenang diberikan uang cash sebagai hadiah. Kedua orangtua tersebut minta agar tidak disebutkan nama mereka. Disini saya langsung bisa ambil kesimpulan kalau turnamen tersebut sudah melanggar ketentuan TDP yang dibuat Pelti. Sayapun teringat beberapa tahun silam ada turnamen yang dicabut pengakuannya oleh Pelti karena ketahuan memberikan hadiah uang. Setelah yakin maka saya SMS hanya kepada Ketua Bidang Pertandingan PP Pelti yang punya wewenang soal TDP tersebut. Saya hanya katakan ada informasi kalau TDP tsb berikan hadiah uang cash. Karena ini domainnya dia. Timbullah pertanyaan dalam diri saya sendiri. " Apakah akan diambil tindakan seperti Bakrie Tegal Open yang lalu, dimana dicabut TDPnya ? "
Keinginan tahu saya kemudian mencoba kontak dengan salah satu pemenang karena saya yakin kalau atlet yunior tersebut masih polos. Dan benar secara tertulis saya diberitahu kalau dia dapat hadiah sebesar Rp. 200.000. Dan kebetulan rekan saya Christian juga baca pernyataan tertulis atlet tersebut.
Ya, ini tantangan bagi Ketua Bidang Pertandingan PP Pelti karena dia dulu juga sangat galak masalah ini.
Disatu sisi saya sedih karena turnamen ini awalnya juga karena pendekatan saya sehingga terlaksana dikota tersebut.
Yang jadi pertanyaan saya kenapa bisa terjadi karena dulu turnamen tersebut beri hadiah dalam bentuk barang yaitu handphone. kenapa sekarang tidak apakah tidak diarahkan sehingga panpelnya kecolongan. Dulu saya arahkan sehigga tidak melanggar ketentuan TDP Nasional Kelompok Yunior. Nah, sekarang sudah terjadi dan bukti juga sudah ada. Sekarang tergantung kepada Refereenya, yang juga karyawan PP Pelti, apakah berani ungkapkan kasus ini. Kekuatiran ada karena saya merasa ada upaya melindunginya. Saya teringat waktu kasus Bakrie Tegal Open ikut aktif salah satu karyawan sekretariat PP Pelti di turnamen yang melihat kejadian ini tapi tidak dilaporkan, akibatnya tahu sendiri.. terpaksa harus meninggalkan kantor PP Pelti

Tidak ada komentar: