Jakarta, 30 Oktober 2010. Ketidak puasan atas keputusan pembatasan umur peserta Pekan Olahraga Nasional 2012 belumlah selesai. Hari ini saya bertemu dengan salah satu orangtua petenis top Indonesia yang kelibas dengan aturan ini di Pusat Tenis Kemayoran Jakarta. Tentunya semua harus tahu keputusan PP Pelti tentang pembatasan umur ini berdasarkan permintaan KONI Pusat untuk seluruh cabang olahraga dimana salah satunya adalah pembatasan umur.
Oleh PP Pelti kemudian dibawakan dalam agenda rapat kerja nasional (Rakernas) Pelti bulan Februari 2010 di Jakarta. Dipertanyakan kenapa dijadikan agenda dalam Rakernas Pelti tersebut. "Biarkan saja tidak perlu diusik masalah ini." ujarnya.
Memang banyak petenis nasional yang tidak bisa ikut karena usianya sudah melebihi 21 tahun disaat PON belangsung, sehingga kesempatan besar akan dinikmati oleh petenis yunior.
Masalah pembatasan umur ini saya pernah menerima telpon berupa keluhan ataupun saran yang nadanya kurang setuju dengan kebijakan tersebut. Datang dari salah satu pelatih di Tegal juga menyampaikan kalau ajang ini merupakan kesempatan bagi petenis daerah untuk menikmatinya. Begitu juga dengan keluhan dari atlet Kepri (Batam) menyampaikan melalui internet.
Kenapa hal ini bisa terjadi? Memang sewaktu dalam rapat rapat KONI Pusat saya termasuk yang menyampaikan pendapat agar ajang PON ini sebagai ajang prestasi. Saya sangat prihatin kalau melihat olahraga Indonesia ini merosot prestasinya. Memang saya akui banyak hal sebagai penyebabnya, tetapi saya mencoba melihat salah satunya. Bisa dibayangkan atlet kita yang ikut Olimpiade , masih ikut di Asian Games dan SEA Games. Paling sedih ternyata bukan hanya ikut PON tetapi muncul juga di Pekan Olahraga Provinsi(dulu dikenal dengan PORDA). Hal ini saya ungkapkan dalam rapat rapat tersebut agar KONI juga sudah harus mempunyai pandangan lebih luas.
Saya pernah melihat kasus atlet nasional kita sedang ikuti turnamen internasional diluar negeri seperti Wimbledon. Harus cepat kembali ke Indonesia karena ikuti PON membela nama daerahnya. Karena daerah tersebut merasa telah memngeluarkan dana besar untuk atlet tersebut yang dipersiapkan untuk PON. Ini kejadian betul, contohnya sewaktu Christopher Rungkat sedang bertanding di Wimbledon Junior berhasil di ganda cepat cepat mengalah karena harus ikuti PON XVII di Kalimantan Timur tahun 2008. Ini contoh buruk sebenarnya, karena masih berpikiran bukan go international lagi.
Mengenai pembicaraan pagi di warung depan Pusat Tenis Kemayoran sebelum acara Pekan Olahraga Teni Nasional II dimulai, saya mendengar keluhan tersebut didepan bebearapa orangtua atlet. Melihat kedatangan saya, langsung saja keluarlah keluhan tersebut yang lebh tendensius menyudutkan Pelti. Bagi saya pertanyaan pertanyaan ataupun serangan serangan yang menyudutkan Pelti lebih baik tidak perlu ditanggapi terlalu serius. Hanya bisa saya lakukan menceritakan kronologisnya.
Sewaktu saya kemukakan kebijakan ini tentunya ada plus dan minusnya, langsung saya diserang dengan katakan sebagai Pelti seharusnya tidak melihat minusnya tetapi plusnya. Maksud saya adalah pro dan kontra.
Ya, kalau bicara soal membina tentunya semua berbicara berdasarkan kacamata sendiri sendiri dan tidak akan habis habisnya apalagi kalau egonya lebih besar tentunya mau menang sendiri.
Kalau menurut saya kebijakan ini akan memberikan kegairahan tersendiri bagi daerah daerah yang selama ini belum pernah menikmati PON . Kesempatan membina atlet daerah lebih besar. Saya melihat di Pekan Olahraga Tenis Nasional, lebih banyak daerah yang menggunakan atletnya sendiri. Sayapun kalau berkunjung kedaerah dengan bendera RemajaTenis selalu memberikan motivasi kedaerah agar membina atletnya sendiri karena kesempatan ikuti PON sudah terbuka.
Sabtu, 30 Oktober 2010
Jumat, 29 Oktober 2010
Pemilihan atlet
Jakarta, 29 Oktober 2010. Kalau tahun 2010 PP Pelti telah 2 kali selenggarakan Training camp bagi kelompok 10 tahun dan 12 tahun, maka sudah waktunya dipikirkan kelanjutannya. Dalam hal ini tahun 2011, Indonsia akan kembali sebagai host turnamen KU 14 tahun yang tahun ini terbang ke China. Event ini di Indonesia sebagai ITF Jubilee Xchool 14 Under Asian Champs karena sponsornya Jubilee School.
Sebagai host Indonesia diberi jatah 5 petenis bauk putra maupun putri sedangkan negara lainnya hanya 3. Dan Pelti untuk mengisi tempat ini dilakukanlah seleksi nasional KU 14 tahun.
Nah, kalau kita sedang galak galakkan KU 12 tahun dan 10 tahun maka sebaiknya KU 12 tahun ini untuk th 2011 tentunya sudah naik usianya menjadi 13 tahun ataupun masih 12 tahun. Maka sudah sepatutnya diikutsertakan dalam event. Caranya untuk posisi 3 petenis diisi hasil seleknas KU 14 tahun, sedangkan sisanya diambil dari yang KU 12 tahun sekarang yang telah dievaluasi oleh pelatih Suresh menon. Biarkan Suresh yang memilihnya. Event ini ditandingkan selama 2 minggu.
Sebagai host Indonesia diberi jatah 5 petenis bauk putra maupun putri sedangkan negara lainnya hanya 3. Dan Pelti untuk mengisi tempat ini dilakukanlah seleksi nasional KU 14 tahun.
Nah, kalau kita sedang galak galakkan KU 12 tahun dan 10 tahun maka sebaiknya KU 12 tahun ini untuk th 2011 tentunya sudah naik usianya menjadi 13 tahun ataupun masih 12 tahun. Maka sudah sepatutnya diikutsertakan dalam event. Caranya untuk posisi 3 petenis diisi hasil seleknas KU 14 tahun, sedangkan sisanya diambil dari yang KU 12 tahun sekarang yang telah dievaluasi oleh pelatih Suresh menon. Biarkan Suresh yang memilihnya. Event ini ditandingkan selama 2 minggu.
RemajaTenis mengambil pelaksana Oneject Indonesia
Jakarta, 28 Oktober 2010. Ketemu dengan salah satu pnggila tenis asal Bandung di Kemayoran , cukup menarik diungkapkan. Beliau ini sbagai pengelola turnamen Oneject International Junior Champs. Jahja T Tjahjana menyampaikan keinginannya di turnamen internasional Oneject Indonesia bulan Juni 2011. "Saya ingin tahun depan hanya selenggarakan KU 18 tahun (internasional) dan KU 16 tahun saja." ujarnya kepada saya. Karena dia tidakmau selenggarakan KU 14, 12 dan 10 tahun sedangkan ini merupakan salah satu grassroot development programme, maka saya langsung tawarkan agar saya yang selenggarakan KU 14 tahun, 12 tahun dan 10 tahun di lapangan tenis Caringin Bandung. Usul saya ini disetujuinya sekali. Dimana saya minta agar disediakan oleh Oneject Kaos dan hadiah hadiahnya.
Saya ingin agar kelompok umur ini tidak putus maka saya tawarkan diri untuk selenggarakan dengan kosep RemajaTenis. Saya sedikit gambling juga dengan penawaran ini. Karena beaya lapangan , bola dll itu besat termasuk tenaga refeee, wasit dll.Kalau dilihat Bandung atau Jawa Barat cukup potensi baik petenisnya cukup banyak juga sarana lapangannya juga ada.
Sewaktu pulang saya terima telpon dari pengelola lapangan Caringin , Uyung yang sekarang pegang peranan di lapangan tersebut. Dia minta saya agar mengisi kegiatan kegiatan tenis di lapangan Caringin tersebut. Hal ini saya ceritakan kepada rekan saya di RemajaTenis " Yang begini patut kita bantu Pak." ujarnya memberi semangat kepada saya. Lapangan Caringin ini kurang familiar dengan masyarakat tenis kota Bandung yang selama ini terpaku dengan lapangan tenis Taman maluku dan Siliwangi.
Permintaannya bukan hanya bikin turnamen tetapi juga buat sekolah tenis.
Saya ingin agar kelompok umur ini tidak putus maka saya tawarkan diri untuk selenggarakan dengan kosep RemajaTenis. Saya sedikit gambling juga dengan penawaran ini. Karena beaya lapangan , bola dll itu besat termasuk tenaga refeee, wasit dll.Kalau dilihat Bandung atau Jawa Barat cukup potensi baik petenisnya cukup banyak juga sarana lapangannya juga ada.
Sewaktu pulang saya terima telpon dari pengelola lapangan Caringin , Uyung yang sekarang pegang peranan di lapangan tersebut. Dia minta saya agar mengisi kegiatan kegiatan tenis di lapangan Caringin tersebut. Hal ini saya ceritakan kepada rekan saya di RemajaTenis " Yang begini patut kita bantu Pak." ujarnya memberi semangat kepada saya. Lapangan Caringin ini kurang familiar dengan masyarakat tenis kota Bandung yang selama ini terpaku dengan lapangan tenis Taman maluku dan Siliwangi.
Permintaannya bukan hanya bikin turnamen tetapi juga buat sekolah tenis.
Referee bisa berbuat kesalahan
Jakarta, 28 Oktober 2010. Disela sela Pekan Olahraga Tenis Nasional II terjadi suatu kesalahan dilakukan oleh Referee . Kesalahan in berdampak tidak lancarnya pertandingan. Kesalahan Referee sebagai manusia biasa bisa saja tejadi. Dan selama ini saya sudah melihat kejadian kejadian jika yang membuat kesalahan Referee maka apa yang dilakukan oleh Referee. Dalam hal ini yang harus mendapatkan perhatian adalah kepentingan atletnya , tetapi jika itu kesalahan dilakukan leh atlet atau peserta maka sudah jelas ada hukumannya. Kebetulan kejadian itu dilakukan oleh Referee yang menangani kelompo umur 10 tahun dan 12 tahun.
Waktu itu saya terima laporan dari reka Aga Soemarno tentang kesalahan tersebut dan saya hanya berdiam diri saja. Apa yang harus dilakukan oleh Referee sebelum memutuskan sesuatu jika kurang yakin atas keputusannya tersebut? Pengalaman saya selama ini mengamati pekerjaan Referee asing yang datang ke Indonesia. Mereka selalu berkomunikasi dengan sesama rekan Referee dimanapun merka berada. Ini sangat penting komunikasi jika kurang yakin atas keputusannya. Pekerjaan referee itu dinamis sekali, karena banyak kasus kasus selama perjalanan turnamen yang tidak terdapat didalam buku peraturan tenis. Jadi jika Referee sangat tertutup dengan rekan rekannya maka Referee itu akan kesulitan atau akan banyak membuat keputusan yang salah.
Nah kali ini Referee ini sudah bertanya kepada rekannya sebagai referee KU 14 dan 19 tahun. Tetapi dia mendapatkan jawabannya berbeda dengan seperti yang dipikirkannya. Disinilah kekeliruannya yang dibuat. Andaikan dia lakukan 2nd opinion maka kecil kemungkinan berbuat kesalahan.
Waktu itu saya juga terima telpon dari referee yang selama ini membantu saya di RemajaTenis. Ini lain lagi, disaat saya sedang sibuk dia bertanya masalah aturan yang akan diputuskan, dan saya anjurkan hubungi rekan Referee yang lainnya. Ini sudah dua kali saya anjurkan tetapi apa yang dilakukannya. Ternyata dia tidak mau bertanya. Kesimpulan saya waktu itu, referee seperti ini takut ketahuan kualitasnya oleh rekannya sendiri. Ini tindakan bodoh menurut saya.
Waktu itu saya terima laporan dari reka Aga Soemarno tentang kesalahan tersebut dan saya hanya berdiam diri saja. Apa yang harus dilakukan oleh Referee sebelum memutuskan sesuatu jika kurang yakin atas keputusannya tersebut? Pengalaman saya selama ini mengamati pekerjaan Referee asing yang datang ke Indonesia. Mereka selalu berkomunikasi dengan sesama rekan Referee dimanapun merka berada. Ini sangat penting komunikasi jika kurang yakin atas keputusannya. Pekerjaan referee itu dinamis sekali, karena banyak kasus kasus selama perjalanan turnamen yang tidak terdapat didalam buku peraturan tenis. Jadi jika Referee sangat tertutup dengan rekan rekannya maka Referee itu akan kesulitan atau akan banyak membuat keputusan yang salah.
Nah kali ini Referee ini sudah bertanya kepada rekannya sebagai referee KU 14 dan 19 tahun. Tetapi dia mendapatkan jawabannya berbeda dengan seperti yang dipikirkannya. Disinilah kekeliruannya yang dibuat. Andaikan dia lakukan 2nd opinion maka kecil kemungkinan berbuat kesalahan.
Waktu itu saya juga terima telpon dari referee yang selama ini membantu saya di RemajaTenis. Ini lain lagi, disaat saya sedang sibuk dia bertanya masalah aturan yang akan diputuskan, dan saya anjurkan hubungi rekan Referee yang lainnya. Ini sudah dua kali saya anjurkan tetapi apa yang dilakukannya. Ternyata dia tidak mau bertanya. Kesimpulan saya waktu itu, referee seperti ini takut ketahuan kualitasnya oleh rekannya sendiri. Ini tindakan bodoh menurut saya.
Kamis, 21 Oktober 2010
Berbagai SMS menjelang POR Tenis Nasional II
Jakarta,21 Oktober 2010. Menjelang Pekan Olahraga Tenis Nasional II yang akan digelar tgl 23 - 31 Oktober 2010 di Kemayoran, saya terima telpon dari Ketua Umum PP Pelti Martina Widjaja yang menerima SMS dari daerah dan tidak disangka sangka seperti keluhan atas tidak terpilih putranya oleh Pengprov Pelti setempat. Ya, begitulah resiko sebagai petinggi Pelti di Tanah air. Hal itu diungkapkan =setelah gladi resik pembukaan POR Tenis Nasional ini di Kemayoran.
"Itu masih bagus, belum terima caci maki dari orangtua ataupun rekan Pelti daerah seperti yg saya terima." semua yang hadir cuma ketawa. Tapi Martina juga langsung balas agar hubungi saja rekan rekan pengurus Pelti lainnya karena dia tidak tahu.
Siangnya saat saya ikuti rapat KONI Pusat Martina telpon saya lagi karena terima SMS dari orangtua pemain Jawa tengah yang sempat saya angkat dalam blogger ini. Pernyataannya mengatakan tidak pernah menyampaikan kesan tersebut. Bagi saya mungkin salah saya memndengarnya. Kalau salah ya, minta maaf saja paling gampang agar tidak buat orang tersinggung.
Malamnya saya terima SMS lagi dari rekan pengurus Pelti Riau (Sukirno Mus) yang mengatakan isu yang berkembang di Pekanbaru mengatakan akibat konflik saya dengannya sehingga saya menentang rekruitmen atlet oleh Pelti Riau. Dan dia minta klarifikasi. Sayapun langsung jawab bahwa saya kena fitnah sedangkan hubungan saya dengan Sukirno Mus tidak ada hard feeling sehingga bukan masalah. Tapi saya langsung katakan ini akibat SMS ke Riau dan Sumut masalah atlet yang didaftarkan sama sehingga dalam rapat Panpel diminta saya beritahu ke Pelti Riau dan Sumut. Dan itu yang saya lakukan. Dan saya sendiri sudah maklum siapa yang sebar luaskan isu tersebut. Bukan masalah.Begitulah kalau berbicara dengan orang belum memahami filosofi tenis, sulit, sehingga semua itu bisa dibelokkan dengan cara yang sangat gampang yaitu cari aja "kambing hitamnya", beres kan. Saya cuma kasihan saja akibat bela atlet dimana yang membela tidak mengerti aturan yang sudah baku maka yang jadi ribut pembinanya sendiri, sedangkan atletnya boleh tenang saja atau ketawa melihat kejadian ini.
Dalam hal ini saya sebagai wakil sekjen tentunya harus memberi tahu kepada masyarakat tenis yang belum tahu tentang aturannya. Ada yang ngotot dengan kacamata sendiri membaca aturan baku tersebut, tetapi banyak yang mau mengerti dan mau jalankan. Bahkan pernah sampai orangtua tesebut ngotot didepan saya setelah dijelaskan baik baik, kalau ankanya tidak perlu ikut PON. Wah yang begini ini yang tidak mau saya layani lagi, Wat voor ? Entah kalau sudah tidak jadi pengurus lagi ( 2012), tentunya bisa aja saja EGP. Enteng kan..
Yang jadi pertanyaan sekarang, jika melihat ada ketimpangan ketimpangan di pertenisan apakah harus diam. Jika dijalankan tugas saya maka banyak akibatnya bahkan pernah saya diusulkan untuk diberhentikan oleh salah satu orangtua petenis yang mengatasnamakan salah satu organisasi orangtua petenis. Bisa timbul ketidak sepahaman bukan hanya dengan orangluar tetapi dengan sesama pengurus bisa saja berbeda pendapat. Dan suka juga terjadi tetapi semua diselesaikan didalam saja tidak keluar. Ini resiko berorganisasi, kalau mau berorganisasi dengan baik. Sebagai contoh bisa saja suatu keputusan organisasi itu tidak sesuai dengan keinginan kita pribadi, dan sudah merupakan keputusan organisasi maka harus didukung bukan sebaliknya. Kalau kurang puas sebaiknya diperdebatkan sebelum diputuskan.
"Itu masih bagus, belum terima caci maki dari orangtua ataupun rekan Pelti daerah seperti yg saya terima." semua yang hadir cuma ketawa. Tapi Martina juga langsung balas agar hubungi saja rekan rekan pengurus Pelti lainnya karena dia tidak tahu.
Siangnya saat saya ikuti rapat KONI Pusat Martina telpon saya lagi karena terima SMS dari orangtua pemain Jawa tengah yang sempat saya angkat dalam blogger ini. Pernyataannya mengatakan tidak pernah menyampaikan kesan tersebut. Bagi saya mungkin salah saya memndengarnya. Kalau salah ya, minta maaf saja paling gampang agar tidak buat orang tersinggung.
Malamnya saya terima SMS lagi dari rekan pengurus Pelti Riau (Sukirno Mus) yang mengatakan isu yang berkembang di Pekanbaru mengatakan akibat konflik saya dengannya sehingga saya menentang rekruitmen atlet oleh Pelti Riau. Dan dia minta klarifikasi. Sayapun langsung jawab bahwa saya kena fitnah sedangkan hubungan saya dengan Sukirno Mus tidak ada hard feeling sehingga bukan masalah. Tapi saya langsung katakan ini akibat SMS ke Riau dan Sumut masalah atlet yang didaftarkan sama sehingga dalam rapat Panpel diminta saya beritahu ke Pelti Riau dan Sumut. Dan itu yang saya lakukan. Dan saya sendiri sudah maklum siapa yang sebar luaskan isu tersebut. Bukan masalah.Begitulah kalau berbicara dengan orang belum memahami filosofi tenis, sulit, sehingga semua itu bisa dibelokkan dengan cara yang sangat gampang yaitu cari aja "kambing hitamnya", beres kan. Saya cuma kasihan saja akibat bela atlet dimana yang membela tidak mengerti aturan yang sudah baku maka yang jadi ribut pembinanya sendiri, sedangkan atletnya boleh tenang saja atau ketawa melihat kejadian ini.
Dalam hal ini saya sebagai wakil sekjen tentunya harus memberi tahu kepada masyarakat tenis yang belum tahu tentang aturannya. Ada yang ngotot dengan kacamata sendiri membaca aturan baku tersebut, tetapi banyak yang mau mengerti dan mau jalankan. Bahkan pernah sampai orangtua tesebut ngotot didepan saya setelah dijelaskan baik baik, kalau ankanya tidak perlu ikut PON. Wah yang begini ini yang tidak mau saya layani lagi, Wat voor ? Entah kalau sudah tidak jadi pengurus lagi ( 2012), tentunya bisa aja saja EGP. Enteng kan..
Yang jadi pertanyaan sekarang, jika melihat ada ketimpangan ketimpangan di pertenisan apakah harus diam. Jika dijalankan tugas saya maka banyak akibatnya bahkan pernah saya diusulkan untuk diberhentikan oleh salah satu orangtua petenis yang mengatasnamakan salah satu organisasi orangtua petenis. Bisa timbul ketidak sepahaman bukan hanya dengan orangluar tetapi dengan sesama pengurus bisa saja berbeda pendapat. Dan suka juga terjadi tetapi semua diselesaikan didalam saja tidak keluar. Ini resiko berorganisasi, kalau mau berorganisasi dengan baik. Sebagai contoh bisa saja suatu keputusan organisasi itu tidak sesuai dengan keinginan kita pribadi, dan sudah merupakan keputusan organisasi maka harus didukung bukan sebaliknya. Kalau kurang puas sebaiknya diperdebatkan sebelum diputuskan.
Rabu, 20 Oktober 2010
Dituding saya menganjurkan Sumut tidak melepas Grace Sari
Jakarta,20 Oktober 2010. Hari ini dalam rapat Panitia Penyelenggara Pekan Olahraga Tenis Nasional II saya dikejutkan oleh suatu pernyataan yang sangat salah menurut saya. Karena saat itu sedang diangkat masalah ketentuan Pekan Olahraga Tenis Nasional II dimana disebutkan dalam ketentuan adalah persyaratan peserta Kartu Tanda Angota (KTA) Pelti.
Sebenarnya dalam rapat sebelumnya, diputuskan kalau segera kepada dua pengrov Pelti Sumatra Utara dan Riau menyelesaikan soal petenis yang didaftarkan. Kedua daerah mendaftarkan petenis yang sama yaitu Grace Sari Ysidora, Cynthia Melita dimana kedua petenis tersebut memiliki Kartu Tanda Anggota Pelti Jawa Barat dan Jawa Tengah karena domisilinya di Bandung dan Salatiga sewaktu mengurus KTA Pelti.
"Pemain sudah mengajukan keluar dari Sumut tetapi ada hambatan dari PP Pelti yang minta agar Pelti Sumut tidak melepaskannya. Yang dari Pelti itu adalah ini dia orangnya (langsung tangannya ditunjukannya kearah saya)." begitulah tudingan disampaikan dalam rapat oleh rekan sendiri Johannes Susanto. Sayapun kaget setengah mati karena tidak terlibat dalam jual beli atlet. Istilahnya saya mengudak ngudak soal atlet kedaerah.
Memang setelah rapat sebelumnya setelah dilaporkan ada pemain didaftarkan ikut Pekan Olahraga Tenis Nasional II dari dua provinsi yang berbeda yaitu Sumatra Utara dan Riau. Diputuskan agar kedua daerah tersebut memutuskan sendiri. Sayapun kirim SMS kepada petinggi Pelti di kedua provinsi mengatakan kalau ketentuan Pekan Olahraga Tenis Nasional adalah KTA Pelti. Jika berbeda maka tidak bisa ikut. Sedangkan kedua atlet tersebut terdaftar di KTA dengan alamat Bandung (Jawa Barat)dan Salatiga (Jawa Tengah). Begitulah SMS saya ini tetapi hebatnya SMS itu tidak mendapatkan respons dari petingi Pelti dikedua Provinsi tersebut.
Bahkan sayapun menyampaikan selain Grace Sari Ysidora dan Cynthia Melita maka Riau juga mendaftarkan atlet lainnya yang memiliki KTA Pelti lain daerah. Sayapun menerima SMS dan telpon dari salah satu orangtua pemain yang namanya yang didaftarkan provinsi Riau. Kalau MOU putrinya itu belum tuntas sehingga disebutkan kalau anaknya tetap bermain di Jawa Tengah yang kebetulan juga KTAnya di Jawa Tengah. Bahkan setelah saya katakan bahwa kami di PP Pelti dilarang teribat dalam jual beli atlet. "Saya sendiri heran, karena pengurus Pelti Pusat yang memaksakan anaknya ke Riau."ujarnya dalam percakapan telpon.
Masalah ini sebenarnya sangat sederhana kalau mau disederhanakan. Tidak perlu dikaitkan dengan event lainnya seperti Pekan Olahraga Nasional (PON) yang jelas mempunyai peraturan tersendiri yang dibuat oleh KONI Pusat. Tetapi kelihatannya rekan rekan tenis saya ini melihat dengan kacamata sendiri tanpa memikirkan perbedaan ketentuan tersebut.
Sebenarnya dalam rapat sebelumnya, diputuskan kalau segera kepada dua pengrov Pelti Sumatra Utara dan Riau menyelesaikan soal petenis yang didaftarkan. Kedua daerah mendaftarkan petenis yang sama yaitu Grace Sari Ysidora, Cynthia Melita dimana kedua petenis tersebut memiliki Kartu Tanda Anggota Pelti Jawa Barat dan Jawa Tengah karena domisilinya di Bandung dan Salatiga sewaktu mengurus KTA Pelti.
"Pemain sudah mengajukan keluar dari Sumut tetapi ada hambatan dari PP Pelti yang minta agar Pelti Sumut tidak melepaskannya. Yang dari Pelti itu adalah ini dia orangnya (langsung tangannya ditunjukannya kearah saya)." begitulah tudingan disampaikan dalam rapat oleh rekan sendiri Johannes Susanto. Sayapun kaget setengah mati karena tidak terlibat dalam jual beli atlet. Istilahnya saya mengudak ngudak soal atlet kedaerah.
Memang setelah rapat sebelumnya setelah dilaporkan ada pemain didaftarkan ikut Pekan Olahraga Tenis Nasional II dari dua provinsi yang berbeda yaitu Sumatra Utara dan Riau. Diputuskan agar kedua daerah tersebut memutuskan sendiri. Sayapun kirim SMS kepada petinggi Pelti di kedua provinsi mengatakan kalau ketentuan Pekan Olahraga Tenis Nasional adalah KTA Pelti. Jika berbeda maka tidak bisa ikut. Sedangkan kedua atlet tersebut terdaftar di KTA dengan alamat Bandung (Jawa Barat)dan Salatiga (Jawa Tengah). Begitulah SMS saya ini tetapi hebatnya SMS itu tidak mendapatkan respons dari petingi Pelti dikedua Provinsi tersebut.
Bahkan sayapun menyampaikan selain Grace Sari Ysidora dan Cynthia Melita maka Riau juga mendaftarkan atlet lainnya yang memiliki KTA Pelti lain daerah. Sayapun menerima SMS dan telpon dari salah satu orangtua pemain yang namanya yang didaftarkan provinsi Riau. Kalau MOU putrinya itu belum tuntas sehingga disebutkan kalau anaknya tetap bermain di Jawa Tengah yang kebetulan juga KTAnya di Jawa Tengah. Bahkan setelah saya katakan bahwa kami di PP Pelti dilarang teribat dalam jual beli atlet. "Saya sendiri heran, karena pengurus Pelti Pusat yang memaksakan anaknya ke Riau."ujarnya dalam percakapan telpon.
Masalah ini sebenarnya sangat sederhana kalau mau disederhanakan. Tidak perlu dikaitkan dengan event lainnya seperti Pekan Olahraga Nasional (PON) yang jelas mempunyai peraturan tersendiri yang dibuat oleh KONI Pusat. Tetapi kelihatannya rekan rekan tenis saya ini melihat dengan kacamata sendiri tanpa memikirkan perbedaan ketentuan tersebut.
Senin, 18 Oktober 2010
Daftar IPIN di internet
Jakarta, 18 Oktober 2010. Hari ini terima telpon dari salah satu rekan di Tegal, mau tanya masalah ingin ikut serta di turnamen ITF Junior di Surabaya (Nov 2010). Langsung saja saya katakan kalau sekarangt persyaratan ikut di ITF event baik yunior maupun ProCircuit itu tidak lagi ke induk organisasi tenis (Pelti) tetapi langsung ke International Tennis Federation (ITF) dengan memiliki International Player Identification Number atau dikenal dengan istilah IPIN. Jika tidak memilikinya sudah tidak ada lagi cara lain bisa ikuti turnamen ITF tersebut.
Nah, begitu banyak telpon ataupun SMS yang masuk minta cara mendapatkan IPIN tersebut dimana saya sendiri tidak begitu memahaminya karena tidak pernah apply IPIN tersebut. Tapi saya berikan solusi juga agar heubungi Fahmi Mahbub di sekretariat PP Pelti yang saya lihat sering membantu petenis mengajukan IPIN ke ITF. Sesuai dengan petunjuk, maka seteiap atlet harus memiliki email (elektronic mailing) sehingga komunikasi dengan ITF dilakukan langsung ke atlet tersbut. E-mail ini sebenarnya sekarang di era Information Technology sudah bukan barang langka lagi karena sepanjang perjalanan saya kedaerah daerah selalu ada warnet sebagai sarana menggunakan email jika dirumah tidak punya komputer atau internet.
Caranya, kontak saja www.itftennis.com kemudian cari IPIN tersebut setelah itu ikuti petunjuk dilayar tersebut. Nah , kira kira begitulah caranya. Saya sendiri tidak mau tahu cara lebih detail dengan maksud agar atlet sendiri yang belajar melalui layar komputernya. Bukan dengan minta tolong orang lain.
Bagi atlet yang sudah berusia 14 tahun, seharusnya sudah mulai mengenal internet atau memiliki IPIN tersebut sehingga sudah bisa ikuti turnamen interasional yunior.
Cobalah mulai belajar sendiri, janganlah terlalu manja minta agar orangtua atau pelatih yang daftarin. Hebatnya anak2 itu saking sibuk dengan BBnya dengan main chatting segala tapi malas buka situs ITF untuk cari IPIN tersebut.
Nah, begitu banyak telpon ataupun SMS yang masuk minta cara mendapatkan IPIN tersebut dimana saya sendiri tidak begitu memahaminya karena tidak pernah apply IPIN tersebut. Tapi saya berikan solusi juga agar heubungi Fahmi Mahbub di sekretariat PP Pelti yang saya lihat sering membantu petenis mengajukan IPIN ke ITF. Sesuai dengan petunjuk, maka seteiap atlet harus memiliki email (elektronic mailing) sehingga komunikasi dengan ITF dilakukan langsung ke atlet tersbut. E-mail ini sebenarnya sekarang di era Information Technology sudah bukan barang langka lagi karena sepanjang perjalanan saya kedaerah daerah selalu ada warnet sebagai sarana menggunakan email jika dirumah tidak punya komputer atau internet.
Caranya, kontak saja www.itftennis.com kemudian cari IPIN tersebut setelah itu ikuti petunjuk dilayar tersebut. Nah , kira kira begitulah caranya. Saya sendiri tidak mau tahu cara lebih detail dengan maksud agar atlet sendiri yang belajar melalui layar komputernya. Bukan dengan minta tolong orang lain.
Bagi atlet yang sudah berusia 14 tahun, seharusnya sudah mulai mengenal internet atau memiliki IPIN tersebut sehingga sudah bisa ikuti turnamen interasional yunior.
Cobalah mulai belajar sendiri, janganlah terlalu manja minta agar orangtua atau pelatih yang daftarin. Hebatnya anak2 itu saking sibuk dengan BBnya dengan main chatting segala tapi malas buka situs ITF untuk cari IPIN tersebut.
Kena Omelan dari Daerah
Jakarta, 18 Oktober 2010. Tidak disangka saya hari ini terima telpon dari salah satu Pengprov Pelti di Kalimantan. Kekesalan datang darinya karena menganggap PP Pelti tidak siapkan penginapan bagi peserta layaknya seperti PON (Pekan Olahraga Tenis Nasional). Padahal ini bukan PON tetapi Pekan Olahraga tenis Nasional dimana PP Pelti tidak menyiapkan akomodasi bagi pesertanya hanya memberikan data data hotel sekitar Kemayoran yang dapat digunakan peserta nantinya.
Tetapi saya sendiri tidak terbawa emosi dengan terima kekesalan dari mereka ini. Ini suatu kebiasaan saya selama ini tidak menanggapi kekesalan daerah terhadap PP Pelti.
Tapi saya sendiri melihat kalau watak dari pengurus ini sudah dikenal oleh karyawan sekretariat PP Pelti.
Begitu hal ini jadi cerita diantara karyawan Pelti masalah beberapa nama Ketua Pengprov Pelti yang sudah dikenal sering memarahi sekretariat PP Pelti.
"Tidaklah heran kalau dia marah marah. Kalau tidak ngomel bukan dia namanya." ujar salah satu karyawan Sekretariat PP Pelti
Tetapi saya sendiri tidak terbawa emosi dengan terima kekesalan dari mereka ini. Ini suatu kebiasaan saya selama ini tidak menanggapi kekesalan daerah terhadap PP Pelti.
Tapi saya sendiri melihat kalau watak dari pengurus ini sudah dikenal oleh karyawan sekretariat PP Pelti.
Begitu hal ini jadi cerita diantara karyawan Pelti masalah beberapa nama Ketua Pengprov Pelti yang sudah dikenal sering memarahi sekretariat PP Pelti.
"Tidaklah heran kalau dia marah marah. Kalau tidak ngomel bukan dia namanya." ujar salah satu karyawan Sekretariat PP Pelti
Acara Dialog di TVRI
Jakarta,17 Oktober 2010. Hari ini Minggu 17 Okt 2010 saya bersiap siap ke TVRI untuk mendampingi Martina Widjaja selaku Ketua Umum PP Pelti dalam dialog di acara Olahraga pukul 15.00. Beberapa hari lalu saya memang diberitahu pertilpon oleh Martina agar menemani dia ke TVRI hari Minggu dan menghubungi juga dengan Asep orang TVRI yang mengundangnya. Sayapun datang dengan pakaian santai saja yait Poloshirt saja.
Satu jam sebelumnya saya sudah siap di TVRI menunggu kedatangan Martina Widjaja yang biasanya dalam setiap acara tidak mau sendirian. Kali ini saya diminta menemaninya.
Begitu Martina datang langsung berbincang bincang dengan petugas TVRI karena ingin tahu materi pembicarannya sebagai mana biasanya.
Sebenarnya TVRI mengharapkan duduk disamping presentar ada 2 tempat untuk PP Pelti sedangkan Martina sendiri berpikir cukup 1 orang saja. Maka langsung dihubungi Sekjen PP Pelti karena selaku penanggung jawab Pekan Olahraga Tenis Nasional yang juga masuk dalam materi acra, tetapi yang bersangkutan tidak bisa karena mau main tenis. Petugas TVRIpun mengharapkan saya mewakilinya. Maka kehadiran saya juga bisa mengisi acara tersebut.
Ketika acara dimulai, seluruh pertanyaan bisa kami jawab baik oleh Martina Widjaja maupun saya sendiri. Karena pertanyaan yang hanya superficial maka jawabannyapun cukup superficial saja.
Tidak terasa waktu selama 60 menit bisa dilalui dengan baik, tanpa ada pertanyaan dari pemirsa sehingga terasa kurang hangat karena situasi diluar cukup hangat membicarakan pretasi tenis nasional yang dianggap melorot.
Satu jam sebelumnya saya sudah siap di TVRI menunggu kedatangan Martina Widjaja yang biasanya dalam setiap acara tidak mau sendirian. Kali ini saya diminta menemaninya.
Begitu Martina datang langsung berbincang bincang dengan petugas TVRI karena ingin tahu materi pembicarannya sebagai mana biasanya.
Sebenarnya TVRI mengharapkan duduk disamping presentar ada 2 tempat untuk PP Pelti sedangkan Martina sendiri berpikir cukup 1 orang saja. Maka langsung dihubungi Sekjen PP Pelti karena selaku penanggung jawab Pekan Olahraga Tenis Nasional yang juga masuk dalam materi acra, tetapi yang bersangkutan tidak bisa karena mau main tenis. Petugas TVRIpun mengharapkan saya mewakilinya. Maka kehadiran saya juga bisa mengisi acara tersebut.
Ketika acara dimulai, seluruh pertanyaan bisa kami jawab baik oleh Martina Widjaja maupun saya sendiri. Karena pertanyaan yang hanya superficial maka jawabannyapun cukup superficial saja.
Tidak terasa waktu selama 60 menit bisa dilalui dengan baik, tanpa ada pertanyaan dari pemirsa sehingga terasa kurang hangat karena situasi diluar cukup hangat membicarakan pretasi tenis nasional yang dianggap melorot.
Jumat, 15 Oktober 2010
Harus dilihat KTA Peltinya
Jakarta,15 Oktober 2010. Induk organisasi olahraga tenis yaitu Pelti akan selenggarakan Pekan Olahraga Tenis Nasional II tanggal 23-31 Oktober 2010. Event ini merupakan jawaban atas kehendak peserta RakernasPelti 2010 yang membatasi usia peserta PON XVIII 2012 di Riau mendatang.
Dari kegiatan PON seperti sebelumnya akan marak dengan perpindahan atlet atau dikenal dengan jual beli atlet, terutama oleh calon tuan rumah PON.
Kali ini setelah saya lihat daftar peserta terjadilah kejanggalan ini akibat jual beli atlet tersebut. Masuklah Pelti Sumatra Utara ajukan nama Grace SariYsidora dan Tito Parulian sebagai peserta Pekan Olahraga Tenis Nasional 11 ini bersamaan dengan Pelti Riau (calon tuan rumah PON XVIII 2012). bahkan Pelti Riau juga menambhakn atlet lainnya David Agung Susanto dan Cynthia Melita dalam peserta Pekan Olahraga Tenis Nasional. Disinilah saya lihat akan muncul masalah masalah kuno yaitu perebutan atlet.
Mereka ini lupa kalau persayarat disini adalah memiliki Kartu Tanda Anggota Pelti. Tidak ada persyaratan lainnya. Dari nama tersebut ternyata Grace Sari dan Tito mempunyai KTA Pelti Jawa Barat, walaupun mereka berdua pernah bermain untuk PON XVII 2008 Kaltim sebagai pemain Sumatra Utara.
Pembina dari kedua provinsi ini tidak mengerti kalau persyaratan di Pekan Olahraga Nasional berbeda dengan Pekan Olahraga Tenis Nasional. Riau sendiri baru terjadi pergantian Pengurus Pelti Riau dimana pengurus baru terobsesi sebagai tuan rumah harus bisa mendapatkan medali emas dengan cara pintas yaitu BELI ATLET saja. Saya sendiri tidak tahu siapa yang memberikan jalan kepada Riau mencari atlet atlet yunior saat ini menjadikan tulang punggungnya nanti di PON. Jika ada maka menurut saya carnya masih belum jelas dan saya anggap belum begitu mengerti masalah peraturan peraturan yang berlaku di turnamen tenis.
Hari inipun saya kirimkan SMS kepejabat Pelti di Sumatra Utara maupun Riau kalau ada masalah. Kesimpulan saya kalau pemain tersebut tidak diurus soal Kartu Tanda Anggota Peltinya maka sulit bisa ikut Pekan Olahraga Tenis Nasional II tahun 2010. Karena persyaratan utamanya adalah KARTU TANDA ANGGOTA PELTI.
Bagaimana caranya agar bisa ikut. ampang sekali. Segera ajukan surat ke PP Pelti permohonan pindah KTA Peltinya dengan melampirkan kartu KTA Pelti yang lama. Dan juga mengisi formulir pendaftaran KTA Pelti yang baru dengan mencantumkan alamat barunya yang lengkap. Untuk atlet yunior yang awalnya dilengkapi dengan fotocopy Akte Kelahirannya dan untuk kelompok umum dengan fotocopy Kartu Tanda Penduduk(KTP)nya, maka disini juga sama persayaratannya. Apa yang sulit , tidak ada.
Dari kegiatan PON seperti sebelumnya akan marak dengan perpindahan atlet atau dikenal dengan jual beli atlet, terutama oleh calon tuan rumah PON.
Kali ini setelah saya lihat daftar peserta terjadilah kejanggalan ini akibat jual beli atlet tersebut. Masuklah Pelti Sumatra Utara ajukan nama Grace SariYsidora dan Tito Parulian sebagai peserta Pekan Olahraga Tenis Nasional 11 ini bersamaan dengan Pelti Riau (calon tuan rumah PON XVIII 2012). bahkan Pelti Riau juga menambhakn atlet lainnya David Agung Susanto dan Cynthia Melita dalam peserta Pekan Olahraga Tenis Nasional. Disinilah saya lihat akan muncul masalah masalah kuno yaitu perebutan atlet.
Mereka ini lupa kalau persayarat disini adalah memiliki Kartu Tanda Anggota Pelti. Tidak ada persyaratan lainnya. Dari nama tersebut ternyata Grace Sari dan Tito mempunyai KTA Pelti Jawa Barat, walaupun mereka berdua pernah bermain untuk PON XVII 2008 Kaltim sebagai pemain Sumatra Utara.
Pembina dari kedua provinsi ini tidak mengerti kalau persyaratan di Pekan Olahraga Nasional berbeda dengan Pekan Olahraga Tenis Nasional. Riau sendiri baru terjadi pergantian Pengurus Pelti Riau dimana pengurus baru terobsesi sebagai tuan rumah harus bisa mendapatkan medali emas dengan cara pintas yaitu BELI ATLET saja. Saya sendiri tidak tahu siapa yang memberikan jalan kepada Riau mencari atlet atlet yunior saat ini menjadikan tulang punggungnya nanti di PON. Jika ada maka menurut saya carnya masih belum jelas dan saya anggap belum begitu mengerti masalah peraturan peraturan yang berlaku di turnamen tenis.
Hari inipun saya kirimkan SMS kepejabat Pelti di Sumatra Utara maupun Riau kalau ada masalah. Kesimpulan saya kalau pemain tersebut tidak diurus soal Kartu Tanda Anggota Peltinya maka sulit bisa ikut Pekan Olahraga Tenis Nasional II tahun 2010. Karena persyaratan utamanya adalah KARTU TANDA ANGGOTA PELTI.
Bagaimana caranya agar bisa ikut. ampang sekali. Segera ajukan surat ke PP Pelti permohonan pindah KTA Peltinya dengan melampirkan kartu KTA Pelti yang lama. Dan juga mengisi formulir pendaftaran KTA Pelti yang baru dengan mencantumkan alamat barunya yang lengkap. Untuk atlet yunior yang awalnya dilengkapi dengan fotocopy Akte Kelahirannya dan untuk kelompok umum dengan fotocopy Kartu Tanda Penduduk(KTP)nya, maka disini juga sama persayaratannya. Apa yang sulit , tidak ada.
Capek deh bicara dengan Orang Bukan Tenis
Jakarta, 14 Oktober 2010. Sewaktu diselenggarakan BII Wheelchair Tennis Champs di Pusat Tenis Kemayoran, saya dihadapi dengan pembina tenis kursi roda (Wheelchair Tennis) yang belum mengerti tentang tenis menurut pendapat saya. Memang ada satu instansi yang sangat mendukung kegiatan tenis kursi roda ini. Waktu itu mereka mengikutsertakan anggotanya cukup banyak dan sering pula ikuti kegiatan turnamen tenis kursi roda diluar negeri.
Selaku pelaksana, saya telah jalankan tugas melakukan undian maupun membuat perencanaannya. Pertandingannya sendiri tanggal 8-10 Oktober 2010, sehari saya dari Palembang. Kenapa saya katakan mereka ini tidak tahu soal turnamen tenis. Karena ada beberapa fakta yang dikemukakan tanpa melihat data data yang ada.
Pertama dipertanyakan kenapa tidak ada technical meeting. Ini kebiasaan di tenis sewaktu saya masih kecil dilakukan hal seperti ini, istilahnya technical meeting. Padahal sekarang yang dimakudkan adalah Undian atau Drawing. Mereka tidak tahu kalau technical meeting itu dilakukan untuk turnamen beregu saja sedangkan turnamen peroranagn disebutlah sebagai acara "UNDIAN", dimana dalam acara drawing cukup satau peserta saja yang menyaksikan dan tidak perlu semua peserta.
Kedua, karena kecewa tidak diajak ikut drawing maka disebutnya kalau turnamen ini adalah eksibisi bukan turnamen, Ini lebih konyol lagi karena tidak tahu perbedaan turnamen ini dengan eksibisi.
Ketiga, lakukan protes bukan oleh pemain tetapi manajer . Sedangkan di tenis untuk turnamen perorangan yang protes adalah pemain sendiri.
Keempat, keluhan bahwa pertandingan menggunakan tie break tidak konsisten , ada yang sampai 7 dan ada yang sampai 10. Akibatnya ada satu anak asuhnya sudah unggul sampai angka 7 tapi belum dinyatakan set. Memang diturnamen ini diberlakukan the best of 3 set dimana set ketiga digunakan "super tie break", artinya jika terjadi kedudukan 1-1 set maka set ketiga sebagai set penentuan menggunakan super tie break. Perhitungan langsung dengan tie breka sampai angka 10.
Selaku pelaksana, saya telah jalankan tugas melakukan undian maupun membuat perencanaannya. Pertandingannya sendiri tanggal 8-10 Oktober 2010, sehari saya dari Palembang. Kenapa saya katakan mereka ini tidak tahu soal turnamen tenis. Karena ada beberapa fakta yang dikemukakan tanpa melihat data data yang ada.
Pertama dipertanyakan kenapa tidak ada technical meeting. Ini kebiasaan di tenis sewaktu saya masih kecil dilakukan hal seperti ini, istilahnya technical meeting. Padahal sekarang yang dimakudkan adalah Undian atau Drawing. Mereka tidak tahu kalau technical meeting itu dilakukan untuk turnamen beregu saja sedangkan turnamen peroranagn disebutlah sebagai acara "UNDIAN", dimana dalam acara drawing cukup satau peserta saja yang menyaksikan dan tidak perlu semua peserta.
Kedua, karena kecewa tidak diajak ikut drawing maka disebutnya kalau turnamen ini adalah eksibisi bukan turnamen, Ini lebih konyol lagi karena tidak tahu perbedaan turnamen ini dengan eksibisi.
Ketiga, lakukan protes bukan oleh pemain tetapi manajer . Sedangkan di tenis untuk turnamen perorangan yang protes adalah pemain sendiri.
Keempat, keluhan bahwa pertandingan menggunakan tie break tidak konsisten , ada yang sampai 7 dan ada yang sampai 10. Akibatnya ada satu anak asuhnya sudah unggul sampai angka 7 tapi belum dinyatakan set. Memang diturnamen ini diberlakukan the best of 3 set dimana set ketiga digunakan "super tie break", artinya jika terjadi kedudukan 1-1 set maka set ketiga sebagai set penentuan menggunakan super tie break. Perhitungan langsung dengan tie breka sampai angka 10.
Jumat, 08 Oktober 2010
Ngoceh melalui SMS
Palembang,7 Oktober 2010. Keberadaan saya di Palembang sejak tanggal 1 Oktober 2010 karena sebagai Technical Delegate Pekan Olahraga Pelajar Wilayah II yang diikuti oleh Bengkulu, Sumatra Selatan, Lampung, Kalimantan Barat, Jawa Barat dan DKI Jakarta. Ada kejadian kejadian yang tidak bisa saya lupakan waktu itu seperti juga sewaktu POPWIL tahun 2008 di Ternate.
Tiba sore dan malamnya ada acara technical meeting dimana sebenarnya saya sudah harus berada di Palembang tanggal30 September 200, tetapi tidak bisa saya tinggalkan Jakarta karena sedang mempersiapkan Pekan Olahraga Tenis Nasional ( 23-31 Okt).
Saya sendiri kirimkan SMS tentang rencana kedatangan kepada salah satu naa didalam undangan tersebut, karena contact personnya dia itu tetapi tidak dibalas ataupun kalau ditilpon tidak pernah diangkat. Sedangkan nomor telpon selulernya tercantum didalam surat undangan yang ditandatangani oleh Kepala Dinas Pemuda dan Olahraga Provinsi Sumatra Selatan.
Kebetulan punya teman wasit di Palembang yang saya tidak tahu kalau dia itu juga Wakil Koordinator cabang olahraga Tenis untuk POPWIl ini.
Sebelum technical meeting yang dijadwalkan pukul 19.00 saya tidak tahu mau dinner dimana karena tidak ada pemberitahuan sama sekali. Ya, dijalankan saja tugas sambl perut kosong. Bukan masalah karena sudah biasa makan belakangan saja yang penting tugas dijalankan dulu.
Tiba ditempat technical meeting di Asrama Haji berumpul dengan seluruh cabang olahraga lainnya. Tanya soal buku aturan POPWIL ternyata jawabannya ada sedang difoto copy oleh " S " yang juga nama itu tercantum didalam undangan Ka Dispora tersebut. Bisa dibayangkan peserta tehnical meeting tidak dibekali dengan buku pedoman pertandingannya.
Karena saya tidak rewelmaka technical meeting bisa berjalan dengan baik karena sebelumnya saya sudah menghimbau mereka.
Besok pagi saya ingin melihat lokasinya di lapangan tenis PUSRI, saya tunggu jemputan karena dapat informasi kalau Technical Delegate distur oleh Dispora sedangkan panitia pelaksana dari Diknas setempat. Rekan panpel sedang sibuk menjemut wasit dari Jakarta. Di lobi hotel ketemu dengan rekan rekan Technical Delagate, muncullah berbagai keluhan atas kinerja panitia di Palembang. Sayapun teringat sewaktu jadi Technical Delegate PON 2004 di Palembang juga dimana saya kurang sreg dengan cara kerja panitia lokal.
Sayapun coba tilpon kepada " S " yang dimasukkan dalam undangan tersebut. Tidak diangkat, di sms tidak di respons. Lihat ada rekan Tech.Deleate dari cabang bola voli, masih tunggu jemputan sampai pukul 09.50 belum ada yang datang sedangkan pertandingannya jam 10.00 .
Langsung saja saya lampiaskan ketidak puasan melalui SMS yang saya tujukan kepada siapa saja yang ada dalam nomor telpon seluler saya di Palembang temasuk rekan Peltis setempat. Akhirnya saya terima juga balasan dari rekan dari Dispora. Langsung saya kemukakan kalau begini cara kerja Panpel (saya tidak mau tahu apakah itu dari Diknas atau Dispora) maka sya kemukakan kalau saya sudah memikirkan mencari esawat tercepat untuk kembali ke Jakarta. "Saya lagi mencati nomor telpon dari yang namanya Alex Nurdin. Kalau Andi Malarangeng saya sudah punya, tapi saya belum mau laporkesana cukup ke rekan rekan di Kantor Menpora saja." ujar saya dalam pembicaran telpon tersebut.
Ternyata dampak dari sms tersebut, langsung berita ini sampai kepada Kepala Dinas baik Diknas maupun Disporanya karena lansgung bawahannya dipanggil rapat sore itu. Memang saya kemukana kalau Palembang mau jadi tuan rumah SEA Games 2011 tetapi jadi tuan rumah POPWIL saja begitu maburadulnya, tidak ada koordinasi antar instansi
Tiba sore dan malamnya ada acara technical meeting dimana sebenarnya saya sudah harus berada di Palembang tanggal30 September 200, tetapi tidak bisa saya tinggalkan Jakarta karena sedang mempersiapkan Pekan Olahraga Tenis Nasional ( 23-31 Okt).
Saya sendiri kirimkan SMS tentang rencana kedatangan kepada salah satu naa didalam undangan tersebut, karena contact personnya dia itu tetapi tidak dibalas ataupun kalau ditilpon tidak pernah diangkat. Sedangkan nomor telpon selulernya tercantum didalam surat undangan yang ditandatangani oleh Kepala Dinas Pemuda dan Olahraga Provinsi Sumatra Selatan.
Kebetulan punya teman wasit di Palembang yang saya tidak tahu kalau dia itu juga Wakil Koordinator cabang olahraga Tenis untuk POPWIl ini.
Sebelum technical meeting yang dijadwalkan pukul 19.00 saya tidak tahu mau dinner dimana karena tidak ada pemberitahuan sama sekali. Ya, dijalankan saja tugas sambl perut kosong. Bukan masalah karena sudah biasa makan belakangan saja yang penting tugas dijalankan dulu.
Tiba ditempat technical meeting di Asrama Haji berumpul dengan seluruh cabang olahraga lainnya. Tanya soal buku aturan POPWIL ternyata jawabannya ada sedang difoto copy oleh " S " yang juga nama itu tercantum didalam undangan Ka Dispora tersebut. Bisa dibayangkan peserta tehnical meeting tidak dibekali dengan buku pedoman pertandingannya.
Karena saya tidak rewelmaka technical meeting bisa berjalan dengan baik karena sebelumnya saya sudah menghimbau mereka.
Besok pagi saya ingin melihat lokasinya di lapangan tenis PUSRI, saya tunggu jemputan karena dapat informasi kalau Technical Delegate distur oleh Dispora sedangkan panitia pelaksana dari Diknas setempat. Rekan panpel sedang sibuk menjemut wasit dari Jakarta. Di lobi hotel ketemu dengan rekan rekan Technical Delagate, muncullah berbagai keluhan atas kinerja panitia di Palembang. Sayapun teringat sewaktu jadi Technical Delegate PON 2004 di Palembang juga dimana saya kurang sreg dengan cara kerja panitia lokal.
Sayapun coba tilpon kepada " S " yang dimasukkan dalam undangan tersebut. Tidak diangkat, di sms tidak di respons. Lihat ada rekan Tech.Deleate dari cabang bola voli, masih tunggu jemputan sampai pukul 09.50 belum ada yang datang sedangkan pertandingannya jam 10.00 .
Langsung saja saya lampiaskan ketidak puasan melalui SMS yang saya tujukan kepada siapa saja yang ada dalam nomor telpon seluler saya di Palembang temasuk rekan Peltis setempat. Akhirnya saya terima juga balasan dari rekan dari Dispora. Langsung saya kemukakan kalau begini cara kerja Panpel (saya tidak mau tahu apakah itu dari Diknas atau Dispora) maka sya kemukakan kalau saya sudah memikirkan mencari esawat tercepat untuk kembali ke Jakarta. "Saya lagi mencati nomor telpon dari yang namanya Alex Nurdin. Kalau Andi Malarangeng saya sudah punya, tapi saya belum mau laporkesana cukup ke rekan rekan di Kantor Menpora saja." ujar saya dalam pembicaran telpon tersebut.
Ternyata dampak dari sms tersebut, langsung berita ini sampai kepada Kepala Dinas baik Diknas maupun Disporanya karena lansgung bawahannya dipanggil rapat sore itu. Memang saya kemukana kalau Palembang mau jadi tuan rumah SEA Games 2011 tetapi jadi tuan rumah POPWIL saja begitu maburadulnya, tidak ada koordinasi antar instansi
" Saya Bukan Calo "
Palembang,7 Oktober 2010. Disaat berada di Palembang saya sempat menerima telpon dari salah satu wasit yang juga pelatih menanyakan masalah yang berkaitan dengan Pekan Olahraga nasional atau PON XVIII 2012 di Riau. Memang menjelang pelaksanaan PON selalu muncul masalah tentang perpindahan atlet atau dikenal dengan mutasi atlet. Biasanya sebagai tuan rumah selalu disibukkan dengan motto sukses pelaksanaan dan sukses pretasi artinya yang menurut saya lebih penting adalah sukses prestasi dimana sebagai tuan rumah menghendaki agar bisa jadi juara umum. Biasanya juara umum itu selalu menjadi domain provinsi di Jawa. Nah, jika diluar Jawa sebagai pelaksana maka prestasinya mendekati juara umum. Inilah masalah klasik di dunia olahraga Indonesia. Menurut saya selama masih dihantui dengan target JUARA UMUM maka prestasi olahraga tidak akan maju maju atau sulit mendunia. Karena, sekali lagi menurut saya yang dikejar adalah PRESTISE bukan PRESTASI.
Akibatnya adalah selalu mencari jalan pintas alias instan dengan membeli atlet diluar wilayahnya. Coba kita perhatikan selama ini dimana tuan rumah selalu disibukkan dengan cari atlet diluar wilayahnya. Hal ini disadari betul oleh petenis ataupun pelatih yang melihat adanya peluang tersebut sehingga ada atlet ataupun pelatih sekalipun memanfaatkan peluang tersebut. Informasi yang saya terima , tuan rumah dilamar oleh atlet yang jeli itu atau tuan rumah itu yang sibuk kasak kusuk mencari atlet diluar wilayahnya.
Kenapa sekarang mereka sibuk sedangkan PON sendiri tahun 2012 yang diperkirakan bulan September. Karena batas perpindahan itu adalah 2 tahun sebelumnya , artinya sekaranglah waktuny kalau tidak akan terlambat.
Sewaktu di Palembang ini ada pelatih yang menanyakan langsung atau menyindir saya dengan perpindahan atlet. Dia bermaksud mengingatkan saya atau menyindir kalau jual beli atlet itu tidak bisa dihindari. " Ini Om Ferry kan tidak setujua perpindahan atlet. Apa komentarnya?" ujarnya. Tetapi sayapun tidak menghiraukannya.
Tetapi disaat saya terima telpon dari salah satu rekan wasit yang menanyakan kalau ada daerah yang butuh atlet untuk PON maka jawaban saya hanya satu. " Saya bukan calo." Apapun alasannya saya tidak mau terlibat dengan perpindahan atlet apalagi sebagai perantara padahal kesempatan dapatkan uang cukup besar karena so pasti ada komisinya. Tidak setuju bukan karena adanya larangan dari PP Pelti agar anggota pengurus tidak terlibat dalam jual beli atlet tetapi saya pernah menjadi atlet daerah juga sehingga bisa merasakan betapa jeritan atlet didaerah jika tidk diberi kesempatan ikut PON karena sudah latihan didaerah tersebut tapi yang dgunakan atlet dari Jawa istilahnya karena banyak atet di pulau Jawa ini berkualitas karena ada kesempatan bertanding lebih banyak. Akibatnya terjadi DEMOTIVASI bagi atlet atlet didaerahnya.
Disini saya melihat rekan rekan didaerah khususnya pembinanya tidak tahu secara pasti aturan aturan perpindahan atlet yang sudah diatur dalam ketentuan mutasi oleh KONI Pusat. Disatu sisi atlet memanfaatkan ketidak tahuan pembina didaerah dengan menjanjikan berbagai kemudahan mendapatkan medali padahal bisa menjadi masalah karena urusan administrasi dilupakan. Disinilah, saya katakan jangan sampai digunakan alat bela diri oleh atlet atas istilah JANGAN KORBANKAN ATLET yang diguakan sebagai senjata pamungkasnya.
Langganan:
Postingan (Atom)