Sabtu, 30 Oktober 2010

Tidak Puas dengan Pembatasan Umur

Jakarta, 30 Oktober 2010. Ketidak puasan atas keputusan pembatasan umur peserta Pekan Olahraga Nasional 2012 belumlah selesai. Hari ini saya bertemu dengan salah satu orangtua petenis top Indonesia yang kelibas dengan aturan ini di Pusat Tenis Kemayoran Jakarta. Tentunya semua harus tahu keputusan PP Pelti tentang pembatasan umur ini berdasarkan permintaan KONI Pusat untuk seluruh cabang olahraga dimana salah satunya adalah pembatasan umur.
Oleh PP Pelti kemudian dibawakan dalam agenda rapat kerja nasional (Rakernas) Pelti bulan Februari 2010 di Jakarta. Dipertanyakan kenapa dijadikan agenda dalam Rakernas Pelti tersebut. "Biarkan saja tidak perlu diusik masalah ini." ujarnya.
Memang banyak petenis nasional yang tidak bisa ikut karena usianya sudah melebihi 21 tahun disaat PON belangsung, sehingga kesempatan besar akan dinikmati oleh petenis yunior.

Masalah pembatasan umur ini saya pernah menerima telpon berupa keluhan ataupun saran yang nadanya kurang setuju dengan kebijakan tersebut. Datang dari salah satu pelatih di Tegal juga menyampaikan kalau ajang ini merupakan kesempatan bagi petenis daerah untuk menikmatinya. Begitu juga dengan keluhan dari atlet Kepri (Batam) menyampaikan melalui internet.

Kenapa hal ini bisa terjadi? Memang sewaktu dalam rapat rapat KONI Pusat saya termasuk yang menyampaikan pendapat agar ajang PON ini sebagai ajang prestasi. Saya sangat prihatin kalau melihat olahraga Indonesia ini merosot prestasinya. Memang saya akui banyak hal sebagai penyebabnya, tetapi saya mencoba melihat salah satunya. Bisa dibayangkan atlet kita yang ikut Olimpiade , masih ikut di Asian Games dan SEA Games. Paling sedih ternyata bukan hanya ikut PON tetapi muncul juga di Pekan Olahraga Provinsi(dulu dikenal dengan PORDA). Hal ini saya ungkapkan dalam rapat rapat tersebut agar KONI juga sudah harus mempunyai pandangan lebih luas.
Saya pernah melihat kasus atlet nasional kita sedang ikuti turnamen internasional diluar negeri seperti Wimbledon. Harus cepat kembali ke Indonesia karena ikuti PON membela nama daerahnya. Karena daerah tersebut merasa telah memngeluarkan dana besar untuk atlet tersebut yang dipersiapkan untuk PON. Ini kejadian betul, contohnya sewaktu Christopher Rungkat sedang bertanding di Wimbledon Junior berhasil di ganda cepat cepat mengalah karena harus ikuti PON XVII di Kalimantan Timur tahun 2008. Ini contoh buruk sebenarnya, karena masih berpikiran bukan go international lagi.

Mengenai pembicaraan pagi di warung depan Pusat Tenis Kemayoran sebelum acara Pekan Olahraga Teni Nasional II dimulai, saya mendengar keluhan tersebut didepan bebearapa orangtua atlet. Melihat kedatangan saya, langsung saja keluarlah keluhan tersebut yang lebh tendensius menyudutkan Pelti. Bagi saya pertanyaan pertanyaan ataupun serangan serangan yang menyudutkan Pelti lebih baik tidak perlu ditanggapi terlalu serius. Hanya bisa saya lakukan menceritakan kronologisnya.
Sewaktu saya kemukakan kebijakan ini tentunya ada plus dan minusnya, langsung saya diserang dengan katakan sebagai Pelti seharusnya tidak melihat minusnya tetapi plusnya. Maksud saya adalah pro dan kontra.
Ya, kalau bicara soal membina tentunya semua berbicara berdasarkan kacamata sendiri sendiri dan tidak akan habis habisnya apalagi kalau egonya lebih besar tentunya mau menang sendiri.

Kalau menurut saya kebijakan ini akan memberikan kegairahan tersendiri bagi daerah daerah yang selama ini belum pernah menikmati PON . Kesempatan membina atlet daerah lebih besar. Saya melihat di Pekan Olahraga Tenis Nasional, lebih banyak daerah yang menggunakan atletnya sendiri. Sayapun kalau berkunjung kedaerah dengan bendera RemajaTenis selalu memberikan motivasi kedaerah agar membina atletnya sendiri karena kesempatan ikuti PON sudah terbuka.

Tidak ada komentar: