Rabu, 28 Oktober 2009

Masalah Wild card lagi

Jakarta, 28 Oktober 2009. Mendengar cerita dari rekan Johannes Susanto tentang keluhan ataupun berita dari media maya tentang masalah wild card , sayapun sudah tidak asing sekali kalau pihak pihak luar yang punya kepentingan memberikan penjelasan sesuai kebutuhannya sendiri.
Sebentar lagi ada kegiatan ITF Junior tournament di Surabaya dan Jakarta. Yang dipermasalahkan adalah pemberian wild card selama ini oleh PP Pelti dianggap tidak mendukung pembinaan petenis tuan rumah, tetapi tidak mau tahu masalah latar belakangnya , terutama kalau diberikan kepada petenis asing.

Begitulah yang sering terjadi kalau setiap kegiatan turnamen yunior internasional, sehingga kesannya apa yang dilakukan oleh PP Pelti selalu mendapatkan sorotan.Setiap kesalahan atlet ditimpakan kepada PP Pelti tanpa mau di cek terlebih dahulu.
Keinginan orangtua selalu lebih cenderung kepada putra putrinya sendiri.

Menanggapi hal ini sayapun sering mengatakan kalau petenis Indonesia terlalu dimanjakan sehingga sebenarnya justru tidak mendukung pembinaannya. Kenapa saya katakan demikian, karena ada bahan pembandingnya. Setiap kegiatan turnamen internasional di Indonesia menjadi lahan paling empuk bagi petenis asing. Fasilitas turnamen lebih aduhai dibandingkan diluar negeri. Bisa dibayangkan, setiap turnamen selalu disediakan wasit, ballboys. Ini contoh kecil yang juga menurut saya cukup mendasar. Kalau tidak percaya, silahkan bertanya kepada rekan rekannya sendiri yang baru kembali ikuti turnamen internasional diluar negeri.
Lain ceritanya bagi turnamen yang lebih besar kategorinya, dimana sarana turnamen cukup memadai sekali.
Kalau kita berbicara dengan para orangtua selalu keluar kata kasihan kepada anak anak petenis tersebut. Padahal justru kasihan tersebut yang membuat anak menjadi manja dan tidak bisa mandiri. Nah, akibatnya sendiri bisa dilihat dilapangan prestasinya.

Tidak ada komentar: