Sabtu, 18 April 2015

Sekitar Jual Beli Atlet menjelang PON

Jakarta, 19 April 2015. Masalah mutasi atlet menjelang Pekan Olahraga Nasional selalu jadi perhatian tetapi tidak diperhatikan masalah aturannya, sehingga bagi pelaku pelakunya hanya dianggap angin lalu. Disinilah kelemahan dari rekan rekan yang duduk di Pengda Pelti, akibat kurang paham masalah aturan yang dibuat oleh KONI Pusat selaku pemilik PON tersebut, sehingga terbuai dengan rayuan orangtua atau pelatih yang menawarkan atlet atletnya. Saya makumi rekan rekan di Pengda banyak muka baru sehingga ingin tunjukkan prestasi kerjanya yang semu tersebut. 
Sebagai pemilik PON, KONI Pusat telah membuat aturan yang cukup jelas dan sudah diedarkan keseluruh KONI Provinsi maupun Pengda Pelti telah menerimanya.
Tetapi saya kali ini mau membahas masalah aturan tersebut bagi peserta PON. Khususnya bagi peserta PON XIX 2016 di Jawa Barat, banyak atlet muda akibat ketentuan batas usia (21 tahun) bagi peserta yang telah ikuti juga PON XVIII 2012 di Pekanbaru. Dan bagi atlet muda tersebut masih bisa ikuti PON mendatang di Jawa Barat, karena usianya masih memungkinkan ikut.

Selama ini saya sering mendengar dari Pengda kalau atlet yang dibelinya tersebut sudah "beres" urusan administrasinya, karena dapat jaminan dari pelatih atau orangtua yang menawarkannya.. Tetapi setelah ditelusuri ternyata belum beres.

Nah, bagi atlet yang sudah pernah ikut PON XVIII 2012 kemudian akan ikut PON XIX 2016 di Jawa Barat, harus wanti wanti dengan aturan Mutasi yang diatur oleh KONI Pusat.
Karena pengamatan saya ada beberapa atlet yang ingin hijrah kedaerah lain sedangkan atlet tersebut termasuk dalam daftar peserta PON lalu. Biasanya selama ini banyak atlet yang hijrah ke DKI Jakarta, karena daya tariknya cukup besar. Tapi kali ini justru terbalik, pemain inti DKI justru ingin hijrah kedaerah lainnya. Kalau dulu alasan pindah datang dari para ortu adalah tidak diperhatikan oleh Pengdanya sehingga ingin pindah. Ini sebenarnya alasan dibuat buat saja. Tetapi sekarang alasan tersebut tidak berlaku, karena yang berlaku adalah tawaran duit yang "wah" itu sebagai penarik hatinya. Begitu juga alasan mereka kalau kontrak mereka hanya sampai PON lalu. Maka bebaslah untuk pindah pindah.

Ada 5 alasan yang dibenarkan oleh Aturan Mutasi KONI Pusat, yaitu pindah sekolah, ikut orangtua, ikut istri atau ikut suami dan pindah kerja. Diluar itu tidak diperkenankan.

Nah,  yang terjadi saat ini ikut orangtua pindah kedaerah lain dari DKI. Ternyata saya ketemu dengan orangtuanya yang kerja jelas jelas di Jakarta. Disampaikan kalau istrinya yang pindah kerja kedaerah baru tersebut. Ini alasan dibuat buat.untuk bisa pindah untuk mendapatkan duitnya yang ratusan juta. Siapa yang tidak tergiur. Walaupun yang ditanda tangani lebih tinggi dari pada yang diterimanya. Begitu nekadnya. Reaksi daerah asalnya justru penasaran ingin cek kebenaran alasan tersebut dengan mencek ke perusahaan yang menerima sang ibunda atlet tersebut. Jikalau bohong maka tidak dibenarkan. Bahkan ada yang sedang sekolah di luar negeri mau dibeli dengan dalih disekolahkan oleh daerah yang beli.

Bagi saya tidaklah penting semua ini tetapi harus dipahami sekali jikalau mereka ini harus bisa mengikuti aturan Mutasi tersebut. Tetapi saya ikuti ternyata tidak mulus perpindahan atlet tersebut. Bahkan saya dengar ada yang (banyak) yang sudah menerima dana hijrah tersebut, baik langsung maupun melalui pelatihnya, tetapi proses mutasi belum beres. Nah, saya teringat juga dalam ketentuan PON adalah persyaratan peserta itu adalah KTP (Kartu Tanda Penduduk) dan perpindahan minimal 2 tahun sebelumnya, berarti tahun 2014 bulan September batas akhir jika PON XIX diselenggarakan bulan September 2016. Tapi soal KTP bukan masalah dari dulu karena sering begitu gampangnya dibuatkan KTP tersebut. Apakah saat sekarang dengan adanya e-KTP masih bisa dimainkan? Tapi e-KTP belum seluruh Provinsi sudah berlaku.

Pernah saya terima telpon dari salah satu orangtua yang anaknya ditawar oleh daerah lainnya, dan minta pendapat saya.. Diceritakan kalau Orangtua ini buka penawaran sebesar Rp. 1 milyar, tetapi ditawar oleh KONI daerah lain hanya Rp 700 juta pertahun. Ketika ditanyakan pendapat saya, langsung saya bilang terima aja Rp 700 juta tersebut kalau untuk setahun. Karena pengamatan saya beaya pembinaan termasuk try out ke Luar Negeri sekitar Rp 200-300 juta pertahun. Tetapi setelah itu saya tidak dengar kelanjutannya sebagai laporannya. Apakah sudah diterima atau belum. 

Tidak ada komentar: