Minggu, 18 November 2012

Membedah pembinaan tenis Indonesia (2)

Jakarta, 18 Nopember 2012. Hak pelatih untuk menjalankan profesinya itu dengan cara masing masing. Tetapi yang jelas profesi pelatih yang dipegang pelatih itu ada yang tidak "full time job". Artinya pelatih sebagai profesi belum sepenuhnya dijalankan, karena masih juga mempunyai jabatan diluar sebagai profesi pelatih. Jadi pagi dikantor sore baru dilapangan tenis.  Kalau begitu pelatih adalah side job saja. Ini fakta sekarang terjadi. Coba berapa banyak yang full time job sebagai pelatih , artinya tetap ada dan  perkiraan saya itu ada minimal 4 pelatih yang sebagai side job. Ini minimal, dan mungkin bisa lebih. Belum lagi ada yang tidak punya siswa yunior tetapi petenis rekreasi saja atau orang tua saja yang tujuannya untuk kesehatan saja.
Sekarang apa masalahnya. Menurut pendapat saya profesi pelatih itu selalu mengawinkan antara pengembangan dan prestasi. Karena butuh dana maka yang lebih menguntungkan adalah menerima pemula sehingga sekolah tenis yang dipegangnya itu bisa mengumpulkan lebih banyak siswa artinya lebh banyak dana yang diterima.Dibandingkan kalau mengkhususkan diri ke prestasi. Jumlahnya terbatas dan pemasukannya tidak berarti karena mau ditarik mahal mahal banyak orangtua menolaknya. Ini masalah lain lagi. Ibaratnya mau sekolah internasional dengan beaya sekolah inpres. Apakah mungkin ? Itu menurut pendapat saya banyak orangtua belum 100 % percaya kepada pelath kita. Buktinya tidak mau membayar mahal. Beda dengan kalau mau sekolahkan anaknya ke sekolah internasional dengan beaya cukup besar bukan masalah.
Seharusnya sekali lagi menurut pendapat saya pribadi, pelatih bersertifikat ITF Level-2 ini mengkhususkan diri ke prestasi dan ITF Level-1 itu khusus ke pemula saja. Jadi berkesinabungan. Tetapi teori seperti ini sulit bisa diterima. Jadi pendapat saya bisa salah besar kata mereka ini. Bisa dibayangkan pelatih ITF Level- 2 menangani sampai 30 petenis kombinasi antara pemula dan prestasi. Apakah bisa mengawasi kelas prestasi dan juga pemula seklaigus. Dan juga menurut saya kalau kelas prestasi untuk 1 pelatih ITF Level-2 itu menangani 4-6 petenis saja. Lbih sedikit lebih bagus sehingga bisa mengamati keseluruhan dan penuh konsentrasi. Nah, kalau masih pertahankan seperti sekarang maka hasilnya seperti sekarang. Dibilang maju bisa saja tetapi negara lain bisa lebih maju lagi. Ini faktanya. Kembali kepada rekan rekan pelatih kita sekarang bagaimana caranya untuk memajukan pertenisan kita. Cobalah buat terobosan terobosan baru sehingga bisa menghasilkan petenis elit lagi.  

Tidak ada komentar: