Sabtu, 19 Januari 2019

Pelatih Asing Ibarat Pembalap Ferrari Naik Kijang

Jakarta, 20 Januari 2019. Keinginan memajukan pertenisan nasional cukup besar dengan munculnya petinggi baru yang juga bukan sosok baru karena sudah pernah menikmati kedudukan dikepengurusan Pelti tingkat Pusat era 1986-1990. Begitu besar asa yang dimunculkan dari masyarakat tenis terhadap kepengurusan baru tersebut. Hal ini sempat diungkapkan oleh masyarakat tenis kepada AFR baik ditahun 2018 lalu maupun ketika mendapat kunjungan saat AFR berada di Emergency Care Unit RS Polri. Memang aneh berada dalam ECU masih sempat sempatnya berbicara masalah tenis Indonesia. Hal ini bisa terjadi karena ada kesempatan berkunjung walaupun sangat singkat tetapi sudah bisa diungkapkan kesimpulan didapatnya oleh salah satu orangtua atlet yang cukup kritis dan peduli terhadap tenis di Tanah Air. Banyak pemikirannya berdasarkan tingkat intelektualnya juga memungkinkan menganalisa situasi pertenisan Indonesia dalam tahun 2018. Ini menunjukkan keprihatinannya terhadap tenis Indonesia. Patut diapresiet.

Seperti diketahui ambisi agar tenis Indonesia bangkit kembali dengan cara mendatangkan pelatih asing asal Belanda ke Tanah Air. Tetapi harus diakui kedatangannya seperti tanpa mempunyai program jelas dari kepengurusan saat ini. Sedangkan pelatih asing itu sudah dikontrak sampai 2020 dengan nominal cukup besar artinya cukup menguras kocek kepengurusan saat ini. Tetapi itu sudah terjadi. Oleh rekan ini yang menyempatkan berbincang bincang langsung dengan pelatih asing tersebut saat berjumpa diturnamen nasional yunior. . Maka dapatlah suatu kesan yaitu ibaratnya pelatih asing ini seperti pembalap Ferrari dinegerinya tetapi masuk ke Indonesia menaniki kendaraan Kijang butut. Pengetahuan Ferrari tidak bisa diterapkan dikendaraan Kijang tersebut. Ya, itu kesan yang muncul. Berdasarkan pengamatannya selama ini dilapangan terutama ketika mengikuti turnamen turnamen nasional yunior saat itu.


Selama 2018, kegiatan atau program apa saja yang diterapkan. Yang muncul dalam permukaan adalah aktip dalam Workshop yang dikoordinir oleh Pelti sendiri. Sebenarnya program ini sudah pernah dilakukan beberapa tahun silam sebelum duduk dalam kepengurusan Pelti saat ini. Jadi bukanlah suatu program baru. Yang kedua adalah diakhir tahun 2018 sempat muncul Training camp khusus untuk yunior Indonesia yang sempat mencuat ketidak puasan dari masyarakat tenis akibat tidak transparan.
Tetapi yang sangat lucu muncul kesan kalau AFR itu yang mempengaruhi masyarakat tenis atas program Junior Training camp. Hal ini dibantahnya karena mereka yang mengalami sendiri kondisi yang dibuat sendiri oleh Pelti. Hal yang mendasar karena tetap aktip ikuti perkembangan kepelatiahan tenis baik secara online maupun kegiatan kepelatihan diluar negeri yang sering diikutinya.

Harus diakui kalau seminggu sebelum pelaksanaan Junior Training camp ini berlangsung di Magelang, AFR sempat memberikan masukan langsung kepada ketua umum PP Pelti dengan tilpon masalah ini yang kurang transparan. Sehingga timbul kesan hanya milik kelompok tertentu. Artinya ada unsur conflict of interest belaka. Bisa dibayangkan keberadaan program ini tidak diumumkan jauh jauh hari sehingga banyak pihak tidak tahu kriteria pemilihan atlet2nya. Dan itu diakui oleh Ketua Umum PP Pelti dimana sebenarnya yang bersangkutan sudah meminta buat surat edaran jauh2 hari sebelumnya. Tetapi kenyataannya tidak dilaksanakan. Ini masalah baru juga bagi Ketua Umum menghadapi rekan2nya dalam kepengurusannya..

Tidak ada komentar: