Rabu, 04 Maret 2020

Rakernas Pelti 2020 hanya Dagelan

Jakarta 4 Maret 2020. Betapa penasarannya ketika mendengar setiap Rakernas Pelti era sekarang sering diselingi friendly ganes disela sela Rakernas. Masalah friendly games adalah wajar untuk mempererat persauadaraan sesama pengurus daerah. Dan pernah dilakukan era Martina Widjaja, Bedanya dilakukan setelah selesai rakernas bukan diawal atau sela sela Rakernas, Tentunya  mengganggu konsentrasi Rakernas. Wajar saja usia semua diatas 50 tahun tentunya lelah habis main tenis sore hari malamnya rapat. Bisa dibayangkan.sudah capek tidak konsentrasi lagi

Akibat penasaran tidak melihat langsung AFR mengajukan surat ketua umum PP Pelti dan Sekjen PP Pelti. Ternyata dapat respons dari ketua umum demi kemajuan tenis, begitu jawabannya. Oleh karena itu dapat surat undangan ikuti Rakernas 2020 dan lihat susunan acara tidak terdapat main yemis tersebut.

Memasuki ruang rapat masih yakin sekali karena tidak ada dicantumkan main tenis bersama ini. Tetapi ada keraguan juga melihat acara dalam undangan harus selesai jam 18.00 Bayangkan rakernas hanya selesai dalam 5 jam setengah, Apa mungkin tidak ada permasalahanya. Sedangakn permasalahan cukup banyak, belum lagi masalah daerah yang jumlahnya 34 pengprov Pelti.

AFR sudah mengikuti Pelti sejak era Moerdiono (alm) 1986-1990 sampai era Maman Wiryawan jadi bisa membedakan kualitas Rakernas tahun ini sangat berbeda, seperti dagelan saja, Rapat bisa sampai larut malam bukan hanya setengah hari seperti sekarang, Dan adu argunentasi selalu terjadi dengan serunya.

Dari jadwal undangan setelah pembukaan 11,00 acara rapat dimulai. Tapi lacur kenyataannya masih saja ada acara main tenis bersama bahkan dalam sambutan Ketua Umum PP Pelti justru lebih banyak menyampaikan acara main tenis yang kali ini berhadiah uang bagi pemenang layaknya pemain professional saja. Dan diulang ulang berhadiah awalnya  beberapa  juta tapi disela sela rapat bisa naik jadi Rp 50 juta.

Konsenterasi peserta so pasti terbelah dua antara capat cepat mau main tenis dengan hadiah lumayan besar yaitu Rp 50 juta sedangkan TDP yang sedang berlangsung di Jakarta saat ini hanya berhadiah Rp 5 juta putra dan Rp 5 juta putri. Betapa mirisnya.


Lebih kaget lagi tanpa melalui procedur rapat kerja,  tanpai ada acara pengesahan Tata Tertib Rakernas, langsung laporan ketua umum diselingi penunjukkan pimpinan sidang yang juga ketua panpel
Ini akibat konsentrasi terbagi dua . Lebih parah lagi dikatakan kalau tidak selesai jam 16.00 maka prize money hangus. Maka berlomba lomba menyelesaikan acara rapat tersebut. Hancur sudah konsentrasi. Timbul pertanyaan apakah tidak tahu bagaimana seharusnya Repat Kerja Pelti dilakukan atau sengaja pecahkan konsentrasi perserta agar tidak banyak bertanya. Karena terbuai dengan acara extra yang lebih penting bagi peserta..

Lebih sedih juga terjadi pembagian sidang komisi A tentang organisasi/dana dan sidang komisi B pembinaan dan pertandingan , tetapi tidak dibagi ruangan tersendiri tapi ruang sidang pleno dibagi dua dengan cara kursi terpisah ambil sendiri sendiri. Teringat ibarat ngiobrol dikaki lima,

Akibat tidak konsentrasi karena suara peserta komisi A terdengar di komisi B ditambah lagi dikejar kejar waktu harus selsesai jam 16.00 dengan alasan main tenis bisa hilang prize moneynya.

Peserta sidang banyak saya kenal sudah sering ikuti Rakernas Pelti ketika ditanyakan masalah seperti ini kelihatannya membiarkan malahan mau melihat kerja Pelti sekarang katanya jago organisasi. Begitulah jawaban rekan rekan yang berpengalanan dirakernas sebelumnya.

Begitu pula pimpinan sidang tidak ada pemilihan tapi munvcul tiba tiba pimpnan sidang tahun 2019 , Ini dianggap lucu. AFR prihatin sekali Roh nya Rakernas tidak ada lagi tanpa ada adu argumentasi lalu diputuskan begitu saja karena teringat acara main tenis bersama. " Kalau tidak tepat waktu hangus "

Ketika AFR diberi kesempatan berbicara setelah ada pengakuan pelaksanan TDP Nasional Junior memberitahukan kalau berikan hadiah dalam bentuk uang secara cash dibawah tangan didepan sidang komisi , langsung dikemukakan oleh AFR tentang keprihatiannya terhadap jelas pelanggaran peraturan yang mengacu ke ITF. Pelanggaran tersebut seolah olah direstui oleh sidang komisi. Ibarat kita sudah tahu jalan terlarang tidak boleh masuk dilanggar karena tidak ada polisi yang jaga, Alasan penyelenggara TDP tersebut tidak tega. Ini konyol tanpa melihat effek kedepan. . Berdasarkan kasihan maka tidak mungkin prestasi akan terwujud. " Janganlah anak anak diajari dengan cara demikian. Kalau mau profesioanal ada wadahnya Ikuti TDP Nasioanl Kelompok umum so pasti ada uangnya. Ada cara lain dalam bentuk barang seperti kalung emas dan perak dengan tulisan nana ma TDP. Labih bangga anak memakainya. Dibandngkan uang hanya beberapa ratus rupiah sehari habis ludes dimakan dan tidak ada kebanggaan anak terhadap prestasinya didapat dengan keluar keringat , Tidak ada kebangaan "

Kesempatan daerah menyatakan uneg unegnya pada paparan diawal rapat tidak maksimal karena diberikan waktu siapa yang mau bertanya dan dikejar jejar waktu,. Andaikan digiring masuk dalam acara kesempatan paparan dari daerah ebih tepat sehinga otomatis daerah wajib memberikan paparan masalah tenis da=idaerah saat ini.

Sebenarnya banyak masalah yang bisa diangkat tetapi kesempatan berbicara setelah atau sebagai penutup saja maka percuma kalau diungkapkan juga karena keputusan sudah ditentukan. .
Pelti yang buat aturan tetapi Pelti sendiri yang melanggarnya. Apalagi wadah Rakernas sebagai pembenaran aturan dibuat. Masalah kategori TDP Nasional Yunior diberikan setelah turnamen yang bertentangan dengan ketentuan TDP sendiri. Kita mengacu kepada ITF selama ini bukan mengacu kepada selera sendiri. Tapi apa boleh buat. Aturan baru dibuat sesuai lelera sendiri.

Belum lagi masalah official ball TDP hanya dicantumkan 3 bola resmi Pelti yaitu DUNLOP, HEAD, NASSAU. Sedangkan TDP Nasional DETEC Open menggunakan bola YONEX dan Sportama menggunakan bola Babolat. Sebelumnya masalah ini ditanyakan oleh AFR kepada PP Pelti langsung dapat jawabannya ada restu dari Ketua Umum. Yang seperti ini tidak bernar dalam organsasi dan soal sponsorship dirusak oleh Pelti  Ingat Moerdiono (alm) pernah kemukakan  yaitu "Tennis is business " Aturan dibuat dengan tujuan diikuti semua penyenleggara TDP. Ini ada pilih kasih istilah sekarang, Alasannya diberi karena sponsor turnamen. Tidak masuk akal. Kenapa kedua bola Yobnex dan Babolat tidak diajukan sebagai Official Ball Pelti. Kan beres urusannya.

Johannes Susanto sebagai mantan kabid pertandingan PP Pelti menyampaikan pendapatnya. Sewaktu era Martina Widjaja sebagai Kabid Pertandingan PP Pelti pernah mencabut pengakuan TDP Nasional Junior karena pelanggaran pemberian hadiah uang. Itu satu contoh yang berani dilakukan PP Pelti. Padahal sponsor TDP itu salah satu konglomerat ternama di Indonesia.

Kejutan dilakukan oleh perserta dari Sulawesi Selatan dalam paparannya. Tidak diduga nama AFR disebutkan. " Kenapa tenaga AFR tidak dimanfaatkan oleh PP Pelti sekarang.Apakah sebagai tenaga promosi".  Langsung dijawab oleh Sekjen PP Pelti. Lebih baik AFR diluar struktur bisa leluasa bergerak dan mengkoreksi kerja PP Pelti. Jawaban yang brilian.

Sewaktu ketemu wakil dari Sulsel, AFR kemukakan kalau Desember 2017 sebelum dibentuk kepengurusan PP Pelti (17 Januatri 2018} AFR pernah ditawarin duduk dikepengurusan PP Pelti. Saat itu juga ditolak AFR kecuali DIBAYAR. Sedangkan saat itu AFR dihembuskan dalam MUNAS Pelti 2017 sebagai tim sukses dari lawannya. Dan kalau ada penawaran itu hanya basa basi sala.
Kalau dipaksakan harus dibatyar. Artinya kita kerja Professional. ITF sendiri mulai Presidentnya sudah full time job. . Semua pengurus ITF kerja full time job.( Foto Bersama Ketua Pelti NTB, dan Wakil Ketua Umum PP Pelti di Raernas Pelti 2020}
 .


1 komentar:

Soetriono mengatakan...

Saya kurang sependapat dengan berita ini, krn saya di rakernas dan pimpinan komisi B. Yg menulis saya kasih kesempatan ngomong sebagai penghargaan sesepuh tp dak ngomong yg menukik to.....tambah nulis spt itu. Ini berita tdk elok