Sabtu, 07 April 2012

Pengalaman Davis Cup

Jakarta, 7 April 2012. Saat ini di Gelora Bung Karno Senayan tepatnya di stadion tenis sedang berlangsung Davis Cup by BNP Paribas Asia Oceania Zone Group 2 antara Indonesia melawan Thailand. Yang saya mau angkat bukan hasilnya pertandingan atau siapa yang menang ataupun kalah. Tetapi dari sisi pelaksana kegiatan tersebut.
Sudah berkali kali saya ikuti sebagai panitia pelaksana kalau diselenggarakan di Tanah Air.Karena selama ini sudah dilaksanakan bukan hanya di Jakarta saja, tetapi di Balikpapan, Surabaya dan Solo. Tetapi saya terlibat hanya di Jakarta, Balikpapan dan Solo sedangkan Surabaya tidak ikut karena dianggap penyelenggara sudah punya pengalaman cukup baik karena adanya Wismilak International.
Saya sendiri sudah pernah ikuti ITF Davis Cup Seminar di Pattaya Thailand bulan Oktober 1988.
Memang harus diakui ada sedikit berbeda jika selenggarakan turnamen tenis Davis Cup jika dibandngkan multi event seperti SEA Games ataupun single event seperti Turnamen internasional selama ini.
Terlalu banyak aturan yang mengekang pelaksana, dan untuk mengatasi hal seperti itu ITF keluarkan buku Operational Manual sehingga pelaksana tidak bisa keluar dari aturan baku dari ITF.
Masalah aturan turnamen sih tidak jadi masalah karena tidak lari dari aturan baku yang ada kecuali ada beberapa tambahan khusus berlaku diDavis Cup by BNP Paribas.Kenapa ada embel2 BNP Paribas karena sebagai sponsor utama kegiatan kejuaraan dunia beregu memperebutka Piala DAVIS.
Yang jadi sedikit jelimet adalah masalah non turnamennya yang sangat bear pengarushnya. Mulai dari aturan acara pembukaan semua diatur tanpa ada sambutan sambutan sama sekali. Cukup dengan masuk berbaris, menyanyikanlagu kebangsaan dan menghormati bendera negara peserta dan perkenalan mulai dari petugas ITF dan wasitnyatermasuk pula nama peserta. Dan disini dibatasi peserta yang boleh ikut defile hanya 4 pemain yang terdaftar dan 1 non playing captaint.
Jika melanggar aturan ini maka akan kena denda. Dan sewaktu saya pertama kali jadi panpel Davis Cup by NEC tahun 1988 di stadion tenis Gelora Bung Karno yang waktu itu masih dalam bentuk lapangan gravel (red clay). Indonesia turun dengan 4 pemain, 1 non playing captaint fan 1 offisial (team manager). Akibatnya Indonesia kena denda sekitar USD 250.00. Kok bisa tahu, karena kewajiban penyelenggara membuat laporan dan bersama sama foto2nya.Dari foto yang dikirim langsung bisa diketahui ada pelanggaran. Sejan itu diadakan Seminar Davis Cup di Pataya Thailand, dan saya salah satu peserta yang dikirim oleh PB Pelti saat itu.
Begitu juga acara Drawing minimal 12 jam sebelum pertandingan. Dan yang juga paling jelimet adalah spanduk didalam lapangan, distadion maupun diluar stadion.
Sebagai tuan rumah ada kesulitan dana karena hanya bisa mencari sponsor domestik satu sponsor yang diletakkan dalam lapangan dengan 2 buah spanduknya yang ukurannyapu ditentukan 3 m x 0,75 m. Ditambah bisa cari sponsor dispanduk didalam stadionnya. ITF sudah mendapatkan sponsor2 sendiri yang disebut International sponsor, dan ini tidak bisa digugat. Haknya milik ITF. Sebagai penyelenggara pun harus hati2 dalam memilih sponsor dimana tidak diperkenankan ada yang sama dengan sponsor ITF. Misalnya tidak bolehada sponsor bank dll.
Warna spanduk juga diatur . Sering kami alami kesulitan dengan membuat warna dari spanduk yang sama dengan warna spanduk ITF tersebut. Penempatan spandukpun sudah ditentukan, bahkan jika pertandingan tunggal dan ganda ada perubahan penempatan spanduk di backdropnya. Begitulah liku2nya sebagai penyelenggara Davis Cup by BNP Paribas.

Tidak ada komentar: