Jakarta, 6 Nopember 2011. Jika dilihat akhir akhir ini kesibukan saya cukup melelahkan sekali. Dimulai dari minggu awal Oktober di Palembang harus hadir sebagai wakil direktur turnamen Garuda Indonesia Champs 2011 yang merupakan kombinasi Men's Futures ($ 15,000) dan Women's Circuit ($ 25,000), kemudian dilanjutkan dengan Kejurans Piala Gubernur Sumsel 2011 yang berakhir tanggal 16 Oktober 2011. Kembali ke Jakarta sudah menghadapi International Junior champs yang dipercayakan kepada tim saya yaitu RemajaTenis sebagai pelaksana. Yang berakhir 24 Oktober 2011. Setelah itu saya harus ke Solo untuk melaksanakan BII Indonesia Open Wheelchair Tennis Champs 2011 yang berlangsung 28-30 Oktober 2011. Ini event cukup penting bagi pertenisan kursi roda Indonesia karena turnamen internasional tenis kursi roda yang pertama dilaksanakan di Indonesia. Pilihannya kota Solo karena pelatnas Tenis Kursi Roda yang dipersiapkan menghadapi Asean ParaGames 2011 ( SEA Gamesnya penyandang cacat) yang akan berlangsung 14-22 Desember 2011 di Solo.
Setelah Solo, saya harus ke Manado untuk turnamen nasional yunior yang berlangsung 1-6 Nopember 2011. Tapi saya selama selenggarakan BII Indonesia Open ini mengalami peristiwa yang tidak bisa dilupakan adalah tidak tidur selama 2 malam, dana tidak merasa lelah. Dan disini muncul kekuatiran saya sehingga saya tidak berani menreuskan perjalanan ke Manado. Istrahat dulu di Jakarta.
Setelah itu 4-5 Nopember 2011 saya harus hadir di CDM Meeting sebagai persiapan Asean ParaGames di Solo. Berangkat 3 sore dan kembali 6 Nopember 2011.
setelah itu sudah harus terbang lagi ke Palembang untuk persiapan SEA Games 2011, karena selain sebagai Ketua Panpel SOFT Tennis saya juga diminta ikut membantu Panpel Tenis yang dipegang Aga Soemarno. Ini berarti mulai 7 Nopember 2011 sampai 22 Nopember 2011 saya harus berada di Palembang.
Awal minggu Nopember ini selain kedua kegiatan diatas saya sebenarnya diundang ke Bali karena ada event akbar WTA Commonwealth Classic berlangsung mulai 3-6 Nopember 2011. Rasanya kaki hanya dua tetapi kegiatan dalam minggu yang sama ada 3.
Minggu, 06 November 2011
Sabtu, 05 November 2011
Akibat dipijat badan nyaman terus
Solo, 4 Nopember 2011. Saat ini berada di Solo dalam rangka CDM Meeting untuk kegiatan Asean Paragames 2011 yang merupakan SEA Games dari penyandang cacat. Kebetulan saya dipercayakan sebagai Ketua Panpel.Acaranya sendiri mulai 3-5 Nopember 2011 di Hotel Sunan Solo.
Saya teringat ada satu peristiwa di Solo yaitu saat sebagai penyelenggara BII Indonesia Open Wheelchair Tennis Champs dilapanga tenis GOR Manahan Solo.
Waktu itu tepatnya tanggal 28-30 Oktober 2011. Saya keteu dengan salah satu rekan yang menawarkan diri sebagai tenaga pelatih fisik. Dia ingin agar bisa menjadi pelatih fisik tim nasional PSSI. Disebutkan kalau dia bisa melatih sebelum bertanding pesepakbola itu staminannya bisa bertahan selama 2 x 45 menit dilapangan. Begitulah ocehan promosinya dimana saya tidak serius mendengarnya.
Kemudian oleh dr. Bobby Syahrudin dianjurkan saya dipijit sama dia. Memang saat itu saya ada masalah dengan leher saya dimana kalau melihat kesamping harus dengan seluruh badan. langsung ditangani dengan bail. Mulai dari kali diinjak telapak kaki. Dia sendiri kaget kok tidak sakit. "Artinya masih bagu." begitulah komentar sipemijit.
Setelah itu saya duduk dilantai dengan kedua tangan ditarik kebelang kemudian badan saya diinjak injak sepeti totok kebadan tertentu. Setelah itu kepundak untuk perbaiki leher saya yang sudah kaku. Badan terasa nyaman, dan leher sudah ada perubahan.
Keesokan harinya baru terasa ada yang aneh. Yaitu semalam saya idak bisa tidur karen tidak ngantuk. Saya pikir karena makan malam sampai kenyang. Begitu juga esok harinya saya sepanjang hari biasanya kaki suka pegal pegal karena banyak jalan dengan keliling lapangan untuk mengontrol keadaan pertandingan. Kenapa tidak capek dan tidak ngantu. Pulang hotel sedikti ngantuk disore harinya tetapi begitu tidur ternyata tidak ngantu sampai besok paginya. Waduh, kok bisa begini. Dan selama dua hari juga saya tidak bisa tidur dan tidak ngantuk sama sekali.
Ngantuknya baru muncu di hari Minggu 30 Oktober 2011 ketika pulang ke Jakarta sampai rumah jam 23.00. Akhirnya bisa tidur karena ngantuknya berat sekali...
Saya teringat ada satu peristiwa di Solo yaitu saat sebagai penyelenggara BII Indonesia Open Wheelchair Tennis Champs dilapanga tenis GOR Manahan Solo.
Waktu itu tepatnya tanggal 28-30 Oktober 2011. Saya keteu dengan salah satu rekan yang menawarkan diri sebagai tenaga pelatih fisik. Dia ingin agar bisa menjadi pelatih fisik tim nasional PSSI. Disebutkan kalau dia bisa melatih sebelum bertanding pesepakbola itu staminannya bisa bertahan selama 2 x 45 menit dilapangan. Begitulah ocehan promosinya dimana saya tidak serius mendengarnya.
Kemudian oleh dr. Bobby Syahrudin dianjurkan saya dipijit sama dia. Memang saat itu saya ada masalah dengan leher saya dimana kalau melihat kesamping harus dengan seluruh badan. langsung ditangani dengan bail. Mulai dari kali diinjak telapak kaki. Dia sendiri kaget kok tidak sakit. "Artinya masih bagu." begitulah komentar sipemijit.
Setelah itu saya duduk dilantai dengan kedua tangan ditarik kebelang kemudian badan saya diinjak injak sepeti totok kebadan tertentu. Setelah itu kepundak untuk perbaiki leher saya yang sudah kaku. Badan terasa nyaman, dan leher sudah ada perubahan.
Keesokan harinya baru terasa ada yang aneh. Yaitu semalam saya idak bisa tidur karen tidak ngantuk. Saya pikir karena makan malam sampai kenyang. Begitu juga esok harinya saya sepanjang hari biasanya kaki suka pegal pegal karena banyak jalan dengan keliling lapangan untuk mengontrol keadaan pertandingan. Kenapa tidak capek dan tidak ngantu. Pulang hotel sedikti ngantuk disore harinya tetapi begitu tidur ternyata tidak ngantu sampai besok paginya. Waduh, kok bisa begini. Dan selama dua hari juga saya tidak bisa tidur dan tidak ngantuk sama sekali.
Ngantuknya baru muncu di hari Minggu 30 Oktober 2011 ketika pulang ke Jakarta sampai rumah jam 23.00. Akhirnya bisa tidur karena ngantuknya berat sekali...
Kamis, 03 November 2011
The show must go on
Solo, 3 Nopember 2011. Minggu lalu saya berhasil selenggarakan turnamen internasional Wheelchair Tennis atau tenis kursi roda. Tepatnya 28-30 Oktober 2011 di lapangan tenis GOR Manahsn Solo.Saya cukup bangga karena tercata dalam sejarah pertenisan Indonesia diselenggarakan turnamen internasional Indonesia Open seperti yang dikehendaki rekan rekan petenis kursi roda selama ini memimpikan diadakannya Indonesia Open di Indonesia. Wacana ini sudah lama muncul, tetapi saya tidak bisa berbuat banyak.
Tahun ini sebenarnya tahun keberuntungan menurut saya. Dua bulan sebelumnya saya dihubungi oleh rekan dari Bank Internasional Indonesia atau BII. Yang menghendaki kegiatan turnamen tenis kursi roda internasional di Indonesia. Langsung saya tangkap peluang ini. "Kapan lagi, disaat sulit sponsor ada yang datang. Ini tidak boleh disia siakan."
Sebelumnya BII sudah menghubungi NPC (National Paralympic Committee atau ex BPOC+ Badan Pembina Olahraga cacat di Solo). Entah bagaimana ceritanya BII hubungi juga Pelti. Karena diminta agar cepat action dengan memberikan anggaran, maka langsung sekejap saya kirimkan anggaran yang diminta. Karena saya tidak mau kecewakan BII (yag sudah kecewa tahun lalu dengan rekan penyandang cacat) maka saya kemukakan saya anggarkan dibawah Rp. 100 juta.
Sambil mempersiapkan maka saya sampaikan sebaiknya dilakukan di Solo sebagai persiapan menghadapi Asean Para Games 2011 yang kebetulan saya sebagai Ketua Panpel Wheelchair Tennis. Sebagai uji coba atlet Pelatnas dan juga penyelenggara sendiri. Sayaun kontak ke ITF wheelchair Tennis. Memang kalau tidak mudah adalam 2 bulan bisa disetujui. Kemungkinan paling besar adalah ditolak karena aturannya setahun sebelumnya. Tetapi saya tidak mau peluang ini hilang. Sayapun berkomunikasi dengan ITF. Problem kedua sebelum disetuju adalah sponsornya finacial company (Bank) karena di ITF baik untuk abe body maupun disable body sudah ada sponsor internasional yaitu BNP Paribas. Sama seperti dengan Davis Cup maupun Fed Cup. Untungnya untuk wheelchair itu baru tahun ini. Disini saya melihat ada peluang disetujui.
Sayapun berusaha agar lolos semua ini. Satu setengah bulan sebelumnya dapat persetujuan. Karena sewaktu ditanya apa saja yang saya berikan kepada BII, langsung saya jawab semua ini. Dan ternyata bisa berhasil. Puji Tuhan.
Kemudian setelah itu masih banyak liku likunya. Saya undang rekan dari Komite Tenis Kursi Roda PP Pelti yaitu Dr. H.Syahruddin (Bobby), Henny Santoso dan juga rekan dari Pusrehab Dep Han RI dan juga tim manajer tim Para Games Indonesia Yansin Onasie yang mantan atlet Paralympic Athena. Hanya dr. Bobby yang berhalangan hadir.
Waduh, ternyata bukannya optimis tetapi pesimis yang diberikan dengan alasan terlalu mepet waktunya. Saya tetap bersikeras kalau soal peserta saya minta semua ikut aktip kontak langsung keluar negeri maupun dalam negeri. Sayapun setelah disetujui ITF langsung sebarkan informasi keluar negeri melalui Facbook dan Email setiap minggu. Dan sms kepada rekan2 petenis kursi roda di Indonesia.
Langsung say naik darah mendegar mereka pesimis. " Tolong beritahu apakah kalian mau mndukung pelaksanaan Indonesia Open ini? " iutu pertanyaan akhir saya keada mereka. Dan jawabannya mau. Bersyukurlah saya masalah ini. Setelah itu saya berkomunikasi dengan dr Bobby Syahruddin, ternyata satu visid engan saya mengahadapi masalah ini. "The show must go on."
Tahun ini sebenarnya tahun keberuntungan menurut saya. Dua bulan sebelumnya saya dihubungi oleh rekan dari Bank Internasional Indonesia atau BII. Yang menghendaki kegiatan turnamen tenis kursi roda internasional di Indonesia. Langsung saya tangkap peluang ini. "Kapan lagi, disaat sulit sponsor ada yang datang. Ini tidak boleh disia siakan."
Sebelumnya BII sudah menghubungi NPC (National Paralympic Committee atau ex BPOC+ Badan Pembina Olahraga cacat di Solo). Entah bagaimana ceritanya BII hubungi juga Pelti. Karena diminta agar cepat action dengan memberikan anggaran, maka langsung sekejap saya kirimkan anggaran yang diminta. Karena saya tidak mau kecewakan BII (yag sudah kecewa tahun lalu dengan rekan penyandang cacat) maka saya kemukakan saya anggarkan dibawah Rp. 100 juta.
Sambil mempersiapkan maka saya sampaikan sebaiknya dilakukan di Solo sebagai persiapan menghadapi Asean Para Games 2011 yang kebetulan saya sebagai Ketua Panpel Wheelchair Tennis. Sebagai uji coba atlet Pelatnas dan juga penyelenggara sendiri. Sayaun kontak ke ITF wheelchair Tennis. Memang kalau tidak mudah adalam 2 bulan bisa disetujui. Kemungkinan paling besar adalah ditolak karena aturannya setahun sebelumnya. Tetapi saya tidak mau peluang ini hilang. Sayapun berkomunikasi dengan ITF. Problem kedua sebelum disetuju adalah sponsornya finacial company (Bank) karena di ITF baik untuk abe body maupun disable body sudah ada sponsor internasional yaitu BNP Paribas. Sama seperti dengan Davis Cup maupun Fed Cup. Untungnya untuk wheelchair itu baru tahun ini. Disini saya melihat ada peluang disetujui.
Sayapun berusaha agar lolos semua ini. Satu setengah bulan sebelumnya dapat persetujuan. Karena sewaktu ditanya apa saja yang saya berikan kepada BII, langsung saya jawab semua ini. Dan ternyata bisa berhasil. Puji Tuhan.
Kemudian setelah itu masih banyak liku likunya. Saya undang rekan dari Komite Tenis Kursi Roda PP Pelti yaitu Dr. H.Syahruddin (Bobby), Henny Santoso dan juga rekan dari Pusrehab Dep Han RI dan juga tim manajer tim Para Games Indonesia Yansin Onasie yang mantan atlet Paralympic Athena. Hanya dr. Bobby yang berhalangan hadir.
Waduh, ternyata bukannya optimis tetapi pesimis yang diberikan dengan alasan terlalu mepet waktunya. Saya tetap bersikeras kalau soal peserta saya minta semua ikut aktip kontak langsung keluar negeri maupun dalam negeri. Sayapun setelah disetujui ITF langsung sebarkan informasi keluar negeri melalui Facbook dan Email setiap minggu. Dan sms kepada rekan2 petenis kursi roda di Indonesia.
Langsung say naik darah mendegar mereka pesimis. " Tolong beritahu apakah kalian mau mndukung pelaksanaan Indonesia Open ini? " iutu pertanyaan akhir saya keada mereka. Dan jawabannya mau. Bersyukurlah saya masalah ini. Setelah itu saya berkomunikasi dengan dr Bobby Syahruddin, ternyata satu visid engan saya mengahadapi masalah ini. "The show must go on."
Beasiswa ke LN
Jakarta, 3 Nopember 2011. Ada satu pertanyaan lagi keluar dari rekan tenis asal Bandung. "Bagaimana caranya bisa dapat beasiswa keluar negeri untuk anaknya." Ini pertanyaan sudah pernah saya ulas beberapa tahun lalu.
Karena melihat ada petenis Bandung bisa dapatkan beasiswa keluar negeri sedangkan prestasinya didalam negeri masih belum apa apa.
Saya terinagt kalau sering terima email dari pelatih asing di Universitas Amerika Serikat, mencari petenis Indonesia untuk masuk Universitas tersebut dan bisa ikut tim tenis Universitas disetiap kompetisi nasional mereka. Ini kelebihan di negera Paman Sam, kompetisi sangat maju. Banyak atlet dunia asal USA munculnya karena ikut kompetisi di Universitasnya. Bukan hanya tenis saja, tetapi cabang olahraga lainnya juga.
Dan permintaan banyak ke petenis putri dibandingkan putra. Sepengetahuan saya yang diminta adalah petenis berprestasi minimal punya Peringkat di negara sendiri dulu. Tetapi ini juga tidak mutlak, karena ada juga yang belum berprestasi tapi bisa dapat Beasiswa. Kok bisa? Tentunya bisa. Kemungkinannya adalah petenis tersebut mencari sendiri melalui internet. Atau hasil pembicaraan petenis Indonesia yang sudah atau sedang dapat Beasiswa memberikan informasi atau rekomendasi langsung ke pelatih Universitas tersebut.
Setelah itu apa yang harus dipersiapkan sebelum ke USA. Yang pasti kuasai bahasa Inggris dan perbaiki nilai TOEFL. Makin bagus kalau nilainya bagus juga. Setelah itu sepengetahuan saya atlet tersebut diminta kirimkan video bermain tenisnya. Saat ini bukan masalah kirimkan video keluar negeri, karena ada internet.
Tentunya kalau dianggap bagus maka akan dipanggil ke USA.
Ya, silahkan mencoba siapa tahu nasibnya beruntung.
Karena melihat ada petenis Bandung bisa dapatkan beasiswa keluar negeri sedangkan prestasinya didalam negeri masih belum apa apa.
Saya terinagt kalau sering terima email dari pelatih asing di Universitas Amerika Serikat, mencari petenis Indonesia untuk masuk Universitas tersebut dan bisa ikut tim tenis Universitas disetiap kompetisi nasional mereka. Ini kelebihan di negera Paman Sam, kompetisi sangat maju. Banyak atlet dunia asal USA munculnya karena ikut kompetisi di Universitasnya. Bukan hanya tenis saja, tetapi cabang olahraga lainnya juga.
Dan permintaan banyak ke petenis putri dibandingkan putra. Sepengetahuan saya yang diminta adalah petenis berprestasi minimal punya Peringkat di negara sendiri dulu. Tetapi ini juga tidak mutlak, karena ada juga yang belum berprestasi tapi bisa dapat Beasiswa. Kok bisa? Tentunya bisa. Kemungkinannya adalah petenis tersebut mencari sendiri melalui internet. Atau hasil pembicaraan petenis Indonesia yang sudah atau sedang dapat Beasiswa memberikan informasi atau rekomendasi langsung ke pelatih Universitas tersebut.
Setelah itu apa yang harus dipersiapkan sebelum ke USA. Yang pasti kuasai bahasa Inggris dan perbaiki nilai TOEFL. Makin bagus kalau nilainya bagus juga. Setelah itu sepengetahuan saya atlet tersebut diminta kirimkan video bermain tenisnya. Saat ini bukan masalah kirimkan video keluar negeri, karena ada internet.
Tentunya kalau dianggap bagus maka akan dipanggil ke USA.
Ya, silahkan mencoba siapa tahu nasibnya beruntung.
Pengertian fasilitator , beda persepsi
Jakarta, 3 Nopember 2011. Ada satu percakapan saya beberapa hari lalu mengenai istilah fasilitator sebagai petinggi induk organisasi olahraga tenis di Indonesia. Memang duduk sebagai anggota pengurus olahraga itu tidak enak karena mendapatkan sorotan negatip selalu.
Nah, percakapan ini menyangkut hal mutasi atlet yang selalu terjadi menjelang Pekan Olahraga Nasional (PON) yang tidak bisa dihindari. Kali ini dibuat aturan pembatasan usia dengan harapan setiap daerah bisa membina atletnya sendiri mengikuti PON tersebut. Tetapi atuarn sudah dibuat dengan tujuan cukup mulia tetapi dalam pelaksanaannya selalu tetap terjadi juga baik dilakukan oleh tuan rumah maupun lainnya. Tuan rumah berharap sukses pelaksanaan juga sukses pretasi. Nah pengertian sukses prestasi ini sering bermacam ragam.
Penyakit lama dilakukan pembina dari tuan rumah PON selalu mencari atlet daerah lain agar bisa sukss prestasi. Memamng cara ini " murah " dalam beaya dibandingkan membina atlet sendiri yang belum pasti jadi. Ini karena pembina tersebut bukanlah pembina sejati. Hanya karena duduk dalam kepengurusan olahraga. Dengan dalih telah menggunakan dana pemerintah daerah maka wajib hukumnya sukses prestasi. Menurut saya ini cara pintas dalam membina.
Saya pun menyampaikan kepada rekan saya tersebut masalah memfasilitasi keinginan tuan rumah untuk sukses prestasi. Tetapi bukannya terjun langsung mencari atlet daerah lain dalam transaski jual beli.
Saya tekankan sewaktu PON 2004 dan 2008 di Palembang dan Kaltim dimana saya waktu itu sebagai Technical Delegate ( Kaltim saya duganti sewaktu PON saja).
Saya tidak lupa waktu diminta di PON 2004, oleh dua daerah. Saya kemudian berikan nasehat atau petunjuk caranya berprestasi baik mulai periapan Pra PON sampai PON. Yaitu aktip ikut turnamen turnamen sebanyak mungkin. Dan waktu itu kedua daerah itu tanpa gunakan atlet daerah lain bisa lolos ke PON tanpa ikuti Pra PON.
Sewaktu PON Kaltim, saya diminta rekan dari Kaltim. Apa yang saya lakukan adalah beri data atlet yunior yang berpotensi kedepan, karena saya tahu mereka itu tidsk faham terhadap peta kekuatan pertenisan nasional. Setelah itu saya serahkan mereka negosiasi langsung kepada atlet yang diminati. Jadi saya tidak ikut ikutan bernegosiasi dengan atletnya.
Sebagai contoh PON Kaltim, saya usulkan saja ke Pelti Sumut untuk menghbunngi 2 atlet dari Bandung yaitu Grace Sari Ysidore dan Tito Huthuruk. " Kenapa kalian harus cari alet lain sedangkan ada atlet berdarah Sumut di Bandung (waktu itu masih yunior) berpotensi." ujar saya kepada rekan rekan Pelti Sumut. Setelah itu saya tidak tahu kelanjutannya dalam mereka bernegosiasi.
Saya sempat pula berdebat dengan orangtua atlet yang bernafsu mencari daerah yang butuh atlet. Tetapi saya tetap mengingatkan mereka cara pandang di dunia aturan PON yang berbeda dengan ketentuan lainnya. Beda pendapat ini bisa terjadi juga dengan rekan rekan di kepengurusan induk organsisasi olahraga. Saya tetap mengacu kepada ketentuan PON yang dibuat oleh KONI.
Bahkan ada rekan saya yang mengatakan menurut pengacaranya kalau sudah habis kontrak maka atlet bebas pindah daerah lain. Pandangan ini sama dengan pandangan orangtua yang anaknya setelah PON beralhir berlomba lomba minta pindah mumpun masih jauh PON nya. Lucunya pindahnya tidak sebutkan pindah kedaerah tertentu. "Yang penting saya bebas dulu baru mencari provinsi yang mau bayar lebih tinggi." Ini jelas saya tentang sekali.
Nah, percakapan ini menyangkut hal mutasi atlet yang selalu terjadi menjelang Pekan Olahraga Nasional (PON) yang tidak bisa dihindari. Kali ini dibuat aturan pembatasan usia dengan harapan setiap daerah bisa membina atletnya sendiri mengikuti PON tersebut. Tetapi atuarn sudah dibuat dengan tujuan cukup mulia tetapi dalam pelaksanaannya selalu tetap terjadi juga baik dilakukan oleh tuan rumah maupun lainnya. Tuan rumah berharap sukses pelaksanaan juga sukses pretasi. Nah pengertian sukses prestasi ini sering bermacam ragam.
Penyakit lama dilakukan pembina dari tuan rumah PON selalu mencari atlet daerah lain agar bisa sukss prestasi. Memamng cara ini " murah " dalam beaya dibandingkan membina atlet sendiri yang belum pasti jadi. Ini karena pembina tersebut bukanlah pembina sejati. Hanya karena duduk dalam kepengurusan olahraga. Dengan dalih telah menggunakan dana pemerintah daerah maka wajib hukumnya sukses prestasi. Menurut saya ini cara pintas dalam membina.
Saya pun menyampaikan kepada rekan saya tersebut masalah memfasilitasi keinginan tuan rumah untuk sukses prestasi. Tetapi bukannya terjun langsung mencari atlet daerah lain dalam transaski jual beli.
Saya tekankan sewaktu PON 2004 dan 2008 di Palembang dan Kaltim dimana saya waktu itu sebagai Technical Delegate ( Kaltim saya duganti sewaktu PON saja).
Saya tidak lupa waktu diminta di PON 2004, oleh dua daerah. Saya kemudian berikan nasehat atau petunjuk caranya berprestasi baik mulai periapan Pra PON sampai PON. Yaitu aktip ikut turnamen turnamen sebanyak mungkin. Dan waktu itu kedua daerah itu tanpa gunakan atlet daerah lain bisa lolos ke PON tanpa ikuti Pra PON.
Sewaktu PON Kaltim, saya diminta rekan dari Kaltim. Apa yang saya lakukan adalah beri data atlet yunior yang berpotensi kedepan, karena saya tahu mereka itu tidsk faham terhadap peta kekuatan pertenisan nasional. Setelah itu saya serahkan mereka negosiasi langsung kepada atlet yang diminati. Jadi saya tidak ikut ikutan bernegosiasi dengan atletnya.
Sebagai contoh PON Kaltim, saya usulkan saja ke Pelti Sumut untuk menghbunngi 2 atlet dari Bandung yaitu Grace Sari Ysidore dan Tito Huthuruk. " Kenapa kalian harus cari alet lain sedangkan ada atlet berdarah Sumut di Bandung (waktu itu masih yunior) berpotensi." ujar saya kepada rekan rekan Pelti Sumut. Setelah itu saya tidak tahu kelanjutannya dalam mereka bernegosiasi.
Saya sempat pula berdebat dengan orangtua atlet yang bernafsu mencari daerah yang butuh atlet. Tetapi saya tetap mengingatkan mereka cara pandang di dunia aturan PON yang berbeda dengan ketentuan lainnya. Beda pendapat ini bisa terjadi juga dengan rekan rekan di kepengurusan induk organsisasi olahraga. Saya tetap mengacu kepada ketentuan PON yang dibuat oleh KONI.
Bahkan ada rekan saya yang mengatakan menurut pengacaranya kalau sudah habis kontrak maka atlet bebas pindah daerah lain. Pandangan ini sama dengan pandangan orangtua yang anaknya setelah PON beralhir berlomba lomba minta pindah mumpun masih jauh PON nya. Lucunya pindahnya tidak sebutkan pindah kedaerah tertentu. "Yang penting saya bebas dulu baru mencari provinsi yang mau bayar lebih tinggi." Ini jelas saya tentang sekali.
Langganan:
Postingan (Atom)