Selasa, 20 Juli 2021

Dari Optimis ke Pesimis Tentang Tenis Indonesia


Jakarta, 20 Juli 2021. Beberapa hari yang lalu AFR terima pesan di WA dari salah satu pelatih kita yang sekarang lagi naik daun peserta sekolah tenisnya di Jakarta dimasa pandemi Covid-19

Pesannya " Kayaknya dia pemain bagus sambil tenis sekolah saja atau kerja atau jadi pelatih tenis karena untuk menjadi juara nasional senior sangat sangat sulit dengan kwalitas yang dia miliki sebaiknya agar tidak tidak mubazir tenaganya lakukan yang obyektif saja seperti kuliah  atau kerja sambil main tenis atau berpeluang bagus bisa jadi bagus begitu menurut saya pak AFR "


AFR pun merespons atas cerita tersebut " Tergantung goalsnya "

" Karena jadi pemain senior nasional sangat sangat berat boleh dikatakan peluangnya di bawah tipis karena masih ada ratusan bahkan lebih pemain yunior seumur bahkan dibawahnya umur dia dengan prestasi dan kualitas jauh diatas dia."

Terpukul juga sesaat melihat pandangan pelatih yang sudah dikenal baik. Tadinya AFR cukup optimis dengan keadaan pertenisan Indonesia sehingga bersemangat dengan menyumbangkan tenaga dan pikiran dengan turnamen skala nasional RemajaTenis selama ini bahkan dalam situasi pandemi Covid-19 pun masih berkarya

 Masalah sekolah sejak dari dulu sangat setuju karena ada pandangan yang bertentangan dengan  beberapa pelatih yang  mengatakan tidak perlu sekolah sehingga anak asuhnya dikorbankan tidak sekolah tapi full tenis dilakukan. Bagaimana hasilnya ? Ternyata sampai hari ini tidak terbukti adanya prestasi dunia. .


Apalagi kondisi saat ini dimana PPKM Darurat di Jawa dan Bali. Kesempatan bermain tenis dibatasi bahkan lapngan tenis pun ditutup. Sampai kapan kondisi seperti ini akan berakhir karena atlet sangat butuhkan turnamen. Karena tidak ada yang bisa menjamin berakhirnya kondisi ini akan berakhir maka sudah sepatuhnya back to school. Lebih lagi kalau petenis itu berada diluar pulau Jawa.

Sekarang coba dilihat berdasarkan peringkat yang dimiliki petenis nasional maupun petenis yunior kita dalam level internasional. Sebagai parameter untuk melihat kondisi pertenisan nasional Indonesia per bulan Juli 2021.

Berdasarkan ATP-Tour rank tercatat hanya segelintir petenis putra tercatat memiliki peringkat dunia DOUBLES yaitu Christopher Rungkat peringkat 157, Justin Barki peringkat 1345, David Agung Susanto 1379, Antony Susanto peringkat 1794, M.Rifki Fitriadi 1887. Ini peringkat Doubles sedangkan peringkat SINGLES hanya seoramg petenis Indonesia yaitu David Agung Susanto 1439. 

Disini menunjukkan hanyalah beberapa petenis putra ada prospek kedepan atau juga bisa disebutkan akan meneruskan kiprahnya didunia internasional hanyalah Christopher Rungkat ( yang sudah mengkhususkan dalam permainan Doubles) dan Justin Barki. Sedangkan beberapa pemain yang masuk dalam pemusatan letihan nasional (pelatnas) yang dibeayai oleh Pemerintah tidak kelihatan khususnya petenis putra.

Untuk putri patut kita apresiasi perjuangannya yang sampai saat ini masih berjuang untuk menaikkan prestasinya  , ternyata tercatat peringkat SINGLES hanyalah Aldila Sutjiadi ( peringkat 387,  Beatrice Gumulya perigkat  1022, Jessy Rompies peringkat 1026. Untuk eringkat DOUBLES tercatat Aldila Sutjiadi peringkat 148, Jessy Rompies peringkat 217, Beatrice Gumulya peringkat 220. Nadia Ravita peringkat 1311, Fitriani Sabatini perinkat 1478, Fitriana Sabrina peringkat 1478. Disamping itu juga sudah mulai terjun ke dunia Pro yaitu Priska Nugroho.

Apa solusinya karena situasi ini tidak bisa didiamkan jika tidak mau tenggelam tenis Indonesia

Pada usia 17 tahun sudah kritis sekali nasibnya jika tidak ada upaya try out keluar negeri karena di Indonesia sendiri tidak ada turnamen internasional sehingga kesempatan petenisnya tertutup sudah. Usia yang cukup krusial. Terutama bagi petenis potensial yang mempunyai postur tubuh ideal sebagai petenis sekitar 175 cm apalagi ada beberaoa yang mencapai 180 cm. Dalam catatan AFR ada beberapa nama yang patut dipikirkan nasibnya.

Ini merupakan kelemahan nasional sejak dulu kala hanya saja lebih parah keadaan sekarang dimana justru perhatian terhadap kelompok senior setelah lepas dari yunior tidak ada sarana turnamen sebagai ajnang prestasi mereka. Harapan satu satunya hanya menungu saat PON dimasa depan.

Awalnya sudah bagus berjenjang ada turnamen inernational tingkat bawah ( Satellite circuir, ProCircuit, World tour) kemudian ada challenger dan world series kemudian mulai tergususr sampai saat ini.

Bagaimana nasib petenis potensial yang berada diluar pulau Jawa yang ternyata minim turnamen. Satu satunya harapan berada di Pekan Olahraga Nasional ( PON) XX di Papua.

Sekolah merupakan satu atunya jalan pilihan agar tidak ketinggalan bahkan bisa digunakan sebagai alat untuk mendapatkan bea siswa sekolah sambi tenis di Amerika,

Mau jadi pelatih sedangkan pelatihan pelatih juga sangat minim disamping turnamen internasional. Apakah mau jadi pelatih otodidak ? 

Sebaiknya sekolah selesaikan SMA kemudian melanjutkan di Perguruan Tinggi sambil menunggu kegiatan turnamen tenis mulai bergairah di Indonesia. Alih lain bisa jadi sarjana. Itu lebih baik

Tugas berat dialami induk organisasi tenis di Indonesia untuk mulai pikirkan tugasnya demi kemajuan tenis Indonesia, Mulailah dipikirkan sarana turnamen bagi petenis senior ( lepas dari yunior) yang sangat minim sekali.

Solusinya agar digiatkan turnamen nasional Piala Gubernur, Piala Walikota . kalaupun memungkinkan ditingkatkan jadi internasional setingkat $ 15,000 ( kalau tidak salah aling rendah) dan jika memungkinkan kelas Challenger putra maupun putri ( $ 25,000)

Mulailah di tahun 2022 direncanakan dengan situasi saat ini masih memungkinkan diadakan turnamen internasional dengan Pro Kes yang ketat. Kesempatan diadakan untuk petenis lokal dimana pemain asing ada kesulitan atau beaya mahal dengan aturnamen hars isoliasi mandiri 14 hari ( maksimum). 

Kesempatan pemain nasional mencapai peringkat dunia. Jika makin tinggi peringkat dunianya makin membuka jalan ketingkat dunia. Kalau tidak ada turnamen tersebut maka habislah karier petenis nasional Indonesia  

Sebagai induk organisasi tenis di Indonesia, sebaiknya petinggi2 nya mulai berpikir ke internasional serahkan turnamen nasional kepada pengprov/pengkab/pengkot dan pihak swasta lainnya

Tidak ada komentar: