Selasa, 14 Juli 2015

Davis Cup INA v Pakistan 0-2 dihari pertama

Jakarta, Selasa, 14 Juli 2015. Menyaksikan Kejuaraan Dunia Beregu Davis Cup by BNP Paribas antara Indonesia melawan Pakistan dikandang sendiri membuat nostalgia tergiang didalam diri sebagai saksi hidup peristiwa yang mirip . Bulan Juli 1988, kejuaraan dunia Davis Cup by NEC zone Asia Oceania group 1 antara Indonesia meawan Korea Selatan

Tahun 1988, saya turut berperan serta sebagai sekretaris panitia penyelenggara mulai awal Februari  1988 Indonesia melibas Thailand 4-1 di Stadion Tenis Gelora Bung Karno. Kemudian dilanjutkan April 1988 melibas tim Cina sehingga masuk babak final untuk memperebutkan satu tempat ke group dunia yang saat itu diisi oleh hanya 16 negara saja  Hanya yang berbeda adalah saat ini pertandingan digrup 2 saja lawannya berasal dari Pakistan sedangkan tahun 1988 lawannya sangat menentukan adalah Korea Selatan. Saat itu penentuan lolos ke Group Dunia dan Indonesia berhasil lolos setelah melalui pertandingan sangat mengharuskan 3-2.
Saat ini penonton disajikan pertunjukkan yang sangat menyakitkan karena ditontonkan betapa rendahnya kondisi fisik atllet tuan rumah dikandang sendiri. Mungkin atlet telah berusaha semaksimal mungkin tetapi kenyataan kesan yang muncul adalah kurangnya fighting spirit sebagai atlet nasional yang hadir untuk membela nama negara Indonesia bukan nama Pelti, walaupun penyelenggara adalah Pelti. 
Salah satu kekurangan dalam pelaksanaan kali ini adalah minimnya penonton yang hadir akibat pemiihan waktu yang kurang tepat disaat masyarakat Indonesia sedang menjalankan ibadah Puasa dan suasana mudik lebih menonjol didalam pemberitaan setiap hari baik dilayar kaca sekalipun. 


Bunyi genderang yang dipukulkan melalui galon air minum oleh suppporter bayaran tetap tidak membantu meningkatkan semanag petenis tuan rumah akibat rendahnya kondisi fisik.
Yang dilupakan dalam persiapan menghadapi Davis Cup by BNP Paribas adalah pertandingan saat ini melalui sistem the best of 5 sets.Tim Indonesia yang baru kembali dari SEA Games tanpa memberikan satupun medali, dimana pertandingan hanya menggunakan sistem the best of 3 sets, maka kondisi fisik itu harus menjadi perhatian nomor satu. Tetapi kita sudah menyadari karena penanganan tim Indonesia tidak maksimal. Salah satu contoh nyata adalah pelatih yang bertanggung jawab disini adalah "pelatih nasional" abal abal,. Kenapa dikatakan demikian, karena pelatih ini kuaitasnya diragukan. Sepengetahan masyarakat tenis khususnya pelatih tersebut adalah pelatih klub disalah satu klub di Jakarta. Sehari hariannya melatih anak2 yang baru belajar. Istilah kerennya adalah " beginner"


Sewaktu pertandingan awal terlihat sepertinya ada asa kemenangan karena set pertama Aditya Hari Sasongko bisa menang mudah saat itu 6-2. Tetapi lawannya ini pemain gaek Pakistan yang sudah melanglang buana di turnamen internasional bahkan sempat selesaikan kuliah di salah satu Universitas di Amerika Serikat. Keadaan berubah diset kedua dimana terlihat begitu tenangnya lawannya Aqeeel Khan dengan penempatan bola cukup sederhana tetapi membuat Aditya hanya bisa menonton saja. Aqeel Khan bisa merubah ritme permainan Aditya yang terlihat bermain tegang dan monoton. Set kedua mliik lawan 6-3. Perlawanan berarti terjadi diset ketiga sehingga angkapun meningkat 7-5 tetapi milik lawan. Nah, diset keempat sebagai penentuan bagi Pakistan, Aditya mulai terlihat ada sesuatu yang terjadi didalam dirinya, sehingga berat kakinya melangkah. Kondisi ini tercium oleh awannya sehingga dengan cerdik penempatan bola ringan yang bisa membuat lawan harus lari lari untuk mencapainya. Akibatnya lawan dengan enteng meninggakan menjadi 6-0 karena Aditya banyak menonton bola meleati pertahanannya. Pakistan unggul 1-0. Setelah itu ada waktu sekitar 45  menit pertandingan kedua.
Ada peristiwa memalukan sebagai tuan rumah. Terlihat petenis yang akan turun dipertandingan  kedua jalan sana sini diluar stadion mencari jatah makan siangnya yang disiapkan penyelenggara. Disuruh ke sekretariat Pelti tapi dia baik lagi katanya belum datang..Tanya kepada Donald Wailan Walalangi Ketua Bidang Pembinaan Prestasi PP Pelti dapat jawabannya kalau makanan belum datang. Aneh dan bisa timbul kesan disengaja. Tapi lawannya tidak bodoh dan diapun melalap pisang supaya terisi perutnya.
Masyarakat tentunya mengharapkan pertandingan kedua yang turun adalah David Agung Susanto untuk menyamakan kedudukan 1-1. Awalnya juga terlihat betapa indahnya meihat kedua petenis ini bertarung membela nama negara masing masing. Set pertama David Agung unggul 6-3 kemudian diset kedua lebih seru lagi karena kejar mengejar angkapun terjadi sehingga angka menunjukkan 6-6, terjadilah perebutan tie break. Disinipun David Agung Susanto unggul 7-3. Kean awal David Agung akan menang .
Tinggal satu set lagi untuk menentukan kemenangan dari 5 set keseluruhannya. Tetapi apa daya set ketiga lawannya bisa atasi permasalahan didalam lapangan dan lawanpun unggul 6-4.
Semangat masih ada dan terjadilah saling adu reli reli panjang dari baseline dan lebih banyak reli reli dipertandingan tunggal kedua ini dibandingkan pertandingan pertama , bahkan bisa mencapai 10 kali adu reli sampai ada yang membuat kesalahan sendiri. Pertarndingan set keempat memakan tenaga cukup besar karena angkapun baru selesai pada angka 7-5 untuk lawannya dari Pakistan Samir Iftikhar. Diakhir set keempat terlihat David Agung Susanto alami kesulitan dalam melangkahkan kakinya. Kesempatan minta medical time out sebelum set kelima.
Disini saya melihat sikap pelatih yang juga sebagai kapten tidak bermain dan berhak duduk didalam lapangan bersama petenisnya. Yang menarik dilihat dari pelatih Indonesia disaat dia protes keras sekali (karena lihat gayanya dilapangan dari tribun). Yang diprotes adalah bola OUT dipukul David terjadi didepan nya maupun wasit maupun Referee yang jelas jelas semua mata melihat itu bola OUT seperti yang diontarkan oleh Penjaga garis. Apakah ini suatu tattik memancing emosi lawan atau mengundur undurkan waktu agar David ada waktu istrahat, merupakan tanda tanya. Atau memang tidak mengerti peraturan tenis. Karena masalah OUT atau IN kalau sudah diputusakn oleh linesmen dan diperkuat Wasit maupun Referee sudah tidak mungkin untuk over rule.Ini drama sesaat menarik perhatian saja. Kalau Wasit over rule maka Refereepun iikut kpada Wasit.
Set kelimapun berjalan sudah tidak pantas dirtonton dan terlihat segelintir pecinta setia yang masih bertahan meliahat kekalahan petenis tuan rumah.

Nah, sekarang Indonesia ketinggalan 0-2.

Sayapun teringat masa lalu Juli 1998 dimana Indonesia terdiri dari Tintus Arianto Wibowo, Abdul Kahar MIM, Suharyadi dan Donald Wailan Walalangi bertarung melawan Kim Bong Soo dkk distadion tenis Gelora Bung Karno yang saat itu permukaan lapangannya masih asli yaitu gravel sedangkan sekarang permukaannya lapangan keras (hard court). Hari pertama kedudukan 2-0 untuk Korea.
Tetapi dihari kedua pasangan Suharyadi dan Donald Wailan Walalangi membuka mata penonton yang makin menggila mendukung tim Davis Cup Indonesia dan menang dan kedudukan berubah 2-1. Penonton terbanyak saat itu distadion tenis Gelora Bung Karno. Sebelumnya Indonesia menggilas tim Cina ditempat yang sama dengan jumlah penonton juga banyak memenuhi Stadion

Dan hari terakhir Indonesia berhasil kalahkan Korea Selatan 3-2. Apakah mujizat seperti ini akan terjadi besok dan lusa distadion tenis Gelora Bung Karno.
Asa masih ada tetapi melihat kondisi kedua atlet kita apakah Aditya maupun David Agung dihari pertama alami cidera akibat pressure cukup berat bagi keduanya yang idak didukung persiapan maksimal. Yang akan turun adalah Sunu Wahyu Trijati berpasangan dengan David Agung. Tetapi ada kemungkinan Christopher Rungkat yang diberitakan "cidera" ikut turun jika diperlukan walaupun penonton kurang.
Kali ini tontonan kurang menarik karena tidak ada tontonan yang bisa menarik penonton. Salah satunya tanpa star Indonesia . Ini faktanya setiap star tenis dinegara manapun akan menarik penonton melihat kelapangan. Sayapun bertemu dengan salah satu rekan lama distadion juga bercerita kalau dia sudah 5 tahun tidak lihat Christopher Rungkat main dan sekarang diapun kecewa tidak bisa lihat Christopher Rungkat yang minggu lalu baru saja juara ITF Pro-Circuit di Bangkok.Sehingga pertandingan ditunggal pertama ditinggalkannya ketika melihat kalah.
Sangat tidak etis kalau dikatakan Indonesia akan keok karena bola itu masih bundar sehingga kemunkinan terulangnya peristiwa Juli 1998 distadion yang diharapkan masyaraat pecinta tenis di Indonesia.
Sangat menyakitkan hati bagi "pahlawan" tim Davis Cup Indonesia tahun 1988 Donald Wailan Walalangi yang justru disaat sebagai penanggung jawab Bidang Pembinaan Prestasi PP Pelti periode 2012-2017 dan menyakiskan langsung didepan matanya. Begitu pula bagaimana perasaan rekan rekannya waktu itu telah berjuang dan berhasi meloloskan Indonesia masuk Grup dunia melawan German yang dimotori bintang dunia  Boris Becker diJerman tahun 1989..Dan merekapun masih aktip dalam perglatan tenis Indonesia sebagai pelatih profesinya.

Jadwal pertandingan ganda Rabu 15 Juli 2015 adalaj pukul 12.30 seperti yang diumumkan panitia.

Sebagai pesan, " DO YOUR BEST "


1 komentar:

Unknown mengatakan...

Saya hadir sewaktu indo win dengan korea.
Bangga luar biasa...