Jakarta, 31 Desember 2011. Menjelang akhir tahun dimana kita menyadari waktu yang lalu harus diingat saja dan harus puas melihat prospek kedepan untuk tenis sebaiknya harus dibuat sedemikian agar tetap meriah sambil mengisisi kekosongan waktu luang.
Masa depan yang sebenarnya adalah "perwakilan" dari waktu saja. Bisa dianggap sebagai suatu yang belum jelas dan bahkan tidak ada garansinya. tetapi sebagai umat Tuhan kita harus optimis menghadapinya.
Ditahun 2011, saya secara pribadi beranikan diri selenggarakan suatu kegiatan bukan turnamen yaitu pelatihan pelatih (ITF Level-1 coaches course) yang merupakan salah satu program ITF maupun PP Pelti. Sewaktu malam apresiasi tenis Indonesia dihotel Menara peninsula, saya bertemu dengan rekan Atet Wijono selaku Ketua BP3 (Badan Pengelola Pelti Pelti). Oleh rekan Christian Budiman langsung ditembaknya Atet karena saya tahun 2011 selenggarakan ITF Level-1 Coaches Course di Jakarta. "Kalau orang bikin kepelatihan pelatih seharusnya BP3 beri bantuan dong, bukan sebaliknya." ujarnya didengar juga oleh Alfred Henry Raturandang selaku sekretaris BP3. Sayapun senyum senyum saja karena saya dikenakan beaya Rp. 100.000 per peserta. Memang seminggu yang lalu saya melunasi kewajiban saya ini, karena saya menganggap apa yang diminta BP3 itu tidak wajar. Kenapa, karena BP3 tidak membuat kepelatihan tersebut sedangkan saya ditahun 2011 sudah buat 2 kali. Selama ini BP3 kalau buat kepelatihan ini tunggu dapat sponsor dulu sedangkan saya tidak perlu cari sponsor baru bisa adakan kepelatiahn tersebut. Saya sebenarnya sanggup bikin 3 kali setahun karena keinginan peningkatan pelatih itu datang dari pelatih sendiri yang sering disampaikan langsung. Disinipun Atet tidak banyak bicara karena saya tahu dia itu koncudu sekali.
Menghadapi tahun 2012 sayapun akan melebarkan aksi saya selain adakan turnamen RemajaTenis, sayapun akan membantu induk organisasi yang cukup banyak programnya tapi belum dijalankan dengan baik oleh bidang bidangnya. Tetapi so pasti akan menuai kritik juga datang dari rekan sendiri. Bayangkan saja bikin RemajaTenis saya masih diteror alias tidak disenangi oleh rekan lainnya. Tapi karena tujuannya positip , untungnya masih didukung oleh Ketua Umum PP Pelti. Apa saja sih yang mau dijalankan, tunggu saja tahun 2012.
Selamat Tahun Baru 2012
Sabtu, 31 Desember 2011
Kamis, 29 Desember 2011
Lolos Ke PON, what next ?
Jakarta, 29 Desember 2011. Setelah selesai pelaksanaan PRA-PON di Palembang dimana telah lolos 4 provinsi baik putra dan putri. Yaitu Kalimantan Barat, Aceh, Papua Barat dan Bali untuk putra. Sedangkan Bali, D.I.Y, Kalimantan Selatan dan Lampung untuk putri.
Nah setelah lolos apakah cukup puas dengan kondisi seperti ini. Saya teringat dengan beberapa daerah diawal tahun 2011 dimana saya hanya bisa berikan nasehat agar mereka bisa ikut Pekan Olahraga Nasional. Ini karena perubahan ketentuan peserta dimana ditekankan usia 21 tahun sehingga membuka peluang bagi daerah daerah bisa ikut PON. Banyak daerah belum pernah ikuti PON sehingga peluang terbuka disaat ada perubahan ketentuan berdasarkan hasil Rakernas PELTI di Jakarta. Dan daerah tersebut berhasil lolos langsung karena atletnya memiliki Peringkat Nasional Pelti (PNP).
Nah jikalau daerah tidak mempunyai rencana menghadapi PON maka akan alami kesulitan.
Sayapun mencoba menyadarkan setiap daerah untuk lakukan sesuatu atau "do something" agar di PON nantinya tidak alami kesulitan dan bisa masuk 4 besar alias medali perunggupun bisa didapat.
Caranya, ya ikuti saja sebanyak turnamen nasional. Tapi jangan lupa Turnamen nasional untuk kelompok umum itu ssngat minim di Indonesia.
Jadi, sebaiknya buat saja turnamen nasional sendiri di kotanya dengan sediakan prize money serendah mungkin. Selama ini kalau daerah saya tawarkan adakan turnamen maka selalu membuat dengan prize money ratusan juta. Memang untuk menarik petenis nasional datang, itu betul. Tapi akibatnya petenis tuan rumah hanya muncul di babak kualifikasi saja atau pemain wild card dan babak pertama tumbang.
Agar tidak menarik atlet nasional kekotanya maka sediakan saja prize money serendah mungkin, misalnya Rp. 10 juta saja, maka petenis nasioanl sekelas Christopher Rungkat tidak akan datang. Tetapi yang pasti petenis yang ikut PON akan berdatangan untuk menaikkan PNP mereka.
Dengan budget yang kecil maka atletnya sendiri bisa menikmatinya. Yang jadi masalah sekarang kalau daerah buat Turnamen tenis selalu budgetnya sampai ratusan juta rupian. Disinilah masalahnya. Kenapa harus habiskan dana sebesar itu, ya karena mereka menurut pendapat saya kurang memahami. Mau irit bisa saja.
Nah setelah lolos apakah cukup puas dengan kondisi seperti ini. Saya teringat dengan beberapa daerah diawal tahun 2011 dimana saya hanya bisa berikan nasehat agar mereka bisa ikut Pekan Olahraga Nasional. Ini karena perubahan ketentuan peserta dimana ditekankan usia 21 tahun sehingga membuka peluang bagi daerah daerah bisa ikut PON. Banyak daerah belum pernah ikuti PON sehingga peluang terbuka disaat ada perubahan ketentuan berdasarkan hasil Rakernas PELTI di Jakarta. Dan daerah tersebut berhasil lolos langsung karena atletnya memiliki Peringkat Nasional Pelti (PNP).
Nah jikalau daerah tidak mempunyai rencana menghadapi PON maka akan alami kesulitan.
Sayapun mencoba menyadarkan setiap daerah untuk lakukan sesuatu atau "do something" agar di PON nantinya tidak alami kesulitan dan bisa masuk 4 besar alias medali perunggupun bisa didapat.
Caranya, ya ikuti saja sebanyak turnamen nasional. Tapi jangan lupa Turnamen nasional untuk kelompok umum itu ssngat minim di Indonesia.
Jadi, sebaiknya buat saja turnamen nasional sendiri di kotanya dengan sediakan prize money serendah mungkin. Selama ini kalau daerah saya tawarkan adakan turnamen maka selalu membuat dengan prize money ratusan juta. Memang untuk menarik petenis nasional datang, itu betul. Tapi akibatnya petenis tuan rumah hanya muncul di babak kualifikasi saja atau pemain wild card dan babak pertama tumbang.
Agar tidak menarik atlet nasional kekotanya maka sediakan saja prize money serendah mungkin, misalnya Rp. 10 juta saja, maka petenis nasioanl sekelas Christopher Rungkat tidak akan datang. Tetapi yang pasti petenis yang ikut PON akan berdatangan untuk menaikkan PNP mereka.
Dengan budget yang kecil maka atletnya sendiri bisa menikmatinya. Yang jadi masalah sekarang kalau daerah buat Turnamen tenis selalu budgetnya sampai ratusan juta rupian. Disinilah masalahnya. Kenapa harus habiskan dana sebesar itu, ya karena mereka menurut pendapat saya kurang memahami. Mau irit bisa saja.
Kapan istrahatnya
Jakarta, 29 Desember 2011. Sekembali dari Solo setelah jalankan tugas sebagai Ketua Panpel Tenis Asean Paragames 201, terasa badan sangat capek sekali, bisa dilihat dari turunnya berat badan saya sampai 6 kg. "Saya baru sadar setelah menimbang sendiri dirumah. Belum lagi kadar gula dalam darah juga meningkat. Ini yang menyebabkan badan suka lemas dan nafsu makan meningkat". Tapi yang paling penting dan saya sadari adalah kurang tidur. Bisa dibayangkan saja kesibukan saya dimulai September 2011 sampai pertengahan Desember 2011. Mulai dari pelaksana invitasi Garuda Indonesia Soft Tennis 2011 di hotel Sultan Jakarta kemudian Garuda Indonesia Champs di Jakarta dan Palembang dilanjutkan ke Piala Gubernur Sumsel sebagai test event baik untuk tenis maupun soft tennis di Palembang. Dilanjutkan lagi ke BII Wheelchair Indonesia Open diakhir Oktober dikota Solo. Istrahat beberapa hari sudah kembali lagi ke Palembang untuk SEA Games 2011. Sekembali dari SEA Games istrahat seminggu dan kembali lagi ke Palembang awal Desember 2011 untuk Pra-PON. Selesai Pra PON istrahat sehari di Jakarta dan sudah berangkat lagi ke Solo untuk Asean Paragames 2011. Dalam 2-3 bulan ini, saya bolak balik Jakarta ke Palembang, kemudian ke Solo dan balik lagi ke Palembang dstnya.
Saya mencoba dihari Natal mematikan semua handphone saya karena ingin istrahat dari kegiatan rutin saya, walaupun saya tahu so pasti selama saya mematikan handphone saya akan banyak pihak yang mencarinya. Jadi saya pergi ke Bandung bersama keluarga dan kedua cucu. Tepatnya tanggal 28 Desember 2011, pagi pagi sudah ditilpon rekan Christian Budiman untuk bermain tenis. Maka berangkatlah saya kelapangan tenis Senayan untuk latihan tenis. Dilapanganpun Soebronto Laras bertanya kemana aja dua hari tilponnya off. " Ke Bandung."
Saya dicari karena tanggal 29 Desember sedang persiapkan acara Malam Apresiasi Tenis Indonesia di Hotel Menara Peninsula Jakarta.
Saya mencoba dihari Natal mematikan semua handphone saya karena ingin istrahat dari kegiatan rutin saya, walaupun saya tahu so pasti selama saya mematikan handphone saya akan banyak pihak yang mencarinya. Jadi saya pergi ke Bandung bersama keluarga dan kedua cucu. Tepatnya tanggal 28 Desember 2011, pagi pagi sudah ditilpon rekan Christian Budiman untuk bermain tenis. Maka berangkatlah saya kelapangan tenis Senayan untuk latihan tenis. Dilapanganpun Soebronto Laras bertanya kemana aja dua hari tilponnya off. " Ke Bandung."
Saya dicari karena tanggal 29 Desember sedang persiapkan acara Malam Apresiasi Tenis Indonesia di Hotel Menara Peninsula Jakarta.
Rabu, 21 Desember 2011
"Saya akan tanya langsung ke INASPOC"
Jakarta, 21 Desember 2011. Ada satu protes dilakukan kepada saya selaku ketua Panpel Wheelchair Tennis di Asean Paragames 2011 dikota Solo. Yang protes adalah salah satu anggota Panpel yang saya dari awal belum kenal betul orangnya, bahkan sejak saya tiba di Solo tidak pernah yang bersangkutan melapor kehadirannya tetapi tetap ada dan saya tidak melihat dia itu bekerja. Ini dihari terakhir pertandingan tetapnya disaat mau terima honornya. "Saya ini dalam SK yang diterbitkan kepanitiaannya ada sebagai koordinator. Tetapi kenapa honor saya sama dengan anggota saya." Waduh ini dia, memang sebelumnya saya juga menerima keluhan dari anggotanya yang sangat sibuk sedangkan koordinatornya ongkang ongkang kaki begitu. Jadi pertanyaan yang sama dari anak buahnya bertanya kenapa juga honornya sama tapi tidak kerja.
Sewaktu saya sampaikan dan tunjukkan budget yang saya buat,saya kemukakan kalau sewaktu budget dibuat dan sudah disetujui SK tersebut belum keluar. Artinya budget keluar sebelum SK keluar. Dan ketika saya sebutkan dalam budget itu panitia inti hanya 6 orang dimana nama dia tidak termasuk dalamnya diapun masih belum puas.
"Saya akan tanyakan langsung ke INASPOC." ujarnya karena banyak temannya duduk dalam kepanitiaan INASPOC tersbut. Memang kalau dilihat dengan cabang olahraga lainnya saya satu satunya ketua Penpel yang berasal dari luar kota Solo yaitu Jakarta.
"Silahkan saja Anda bertanya. Hanya saya sayangkan kenapa baru sekarang Anda berkomunikasi dengan saya. Sebelumnya tidk." ujar saya kepadanya. Saya perhatikan dia itu setiap pagi kalau saya briefing tidak pernah hadir.
Sewaktu saya sampaikan dan tunjukkan budget yang saya buat,saya kemukakan kalau sewaktu budget dibuat dan sudah disetujui SK tersebut belum keluar. Artinya budget keluar sebelum SK keluar. Dan ketika saya sebutkan dalam budget itu panitia inti hanya 6 orang dimana nama dia tidak termasuk dalamnya diapun masih belum puas.
"Saya akan tanyakan langsung ke INASPOC." ujarnya karena banyak temannya duduk dalam kepanitiaan INASPOC tersbut. Memang kalau dilihat dengan cabang olahraga lainnya saya satu satunya ketua Penpel yang berasal dari luar kota Solo yaitu Jakarta.
"Silahkan saja Anda bertanya. Hanya saya sayangkan kenapa baru sekarang Anda berkomunikasi dengan saya. Sebelumnya tidk." ujar saya kepadanya. Saya perhatikan dia itu setiap pagi kalau saya briefing tidak pernah hadir.
Pandangan Picik Petinggi setempat
Jakarta, 21 Desember 2011. Ada satu kejadian dipertenisan daerah dimana pola pikir rekan di induk organisasi khususnya daerah sangatlah tidak mendukung pertenisan Indonesia. Ini salah satu hambatan kemajuan tenis daerah. Disalh satu daerah atau provinsi ada ketidak cocokan antara petinggi induk organisasi tenis denga pelaku tenis. Saya sendiri mendapat masukan dari kedua belah pihak. Awalnya sewaktu berada di Palembang saya dihubungi oleh petinggi tersebut. Disampaikan agar tidak menerima keinginan salah satu pelaku tenis didaerah tersebut untuk selenggarakan turnamen tenis. Ini trada aneh menurut saya sendiri tetapi saya tidak mau berdebat karena rekan satu ini mantan salah satu petinggi salah satu instansi.
Dikatakan kalau pelaku tersebut bertujuan politik untu mencari massa didalam Pilkada. Padahal saya dengar juga dari rekan lainnya kalau mereka ini telah mendapatkan sponsor untuk pelaksanaan turnamen tenis. Kemudian sayapun diberi masukan kalau pelaku tenis ini ditolak oleh petinggi Pelti setempat.
Aneh karena menurut aturan Pelti sendiri yang dicantumkan dalam Ketentuan TDP (Turnamen Diakui Pelti) kalau siapapun bisa selenggarakan TDP tersebut mulai dari perorangan, klub atau instansi dan Pelti sendiri. "Jadi tidak ada alasan untuk melarangnya."
Inilah salah satu kendalan didaerah jika ada petinggi Peltinya berpandangan seperti ini, akibatnya sulit bisa mendapatkan turnamen tenis didaerah tersebut.
Sayapu diminta untuk selenggarakan turnamen (non TDP) dikota tersebut. Sayapun punya alasan menolaknya, karena tahu akan watak dari petinggi Peltis etempat yang cukup arogan. Kemudian sayapun mencari tahu kenapa sampai terjadi hal seperti ini. Dapat masukan kalau petinggi Pelti ini berkeinginan selenggarakan turnamen tersebut artinya dana sponsor itu dserahkan kepada Pelti sehingga bisa jalankan turnamen. Disinilah masalah tersebut muncul. Karena sepengetahuan saya banyak sponsor yang kecewa dengan aturan seperti ini.
Sayapun justru menganjurkan agar pihak non Peltilah yang lebih baik selenggarakan turnamen sendiri sebanyak mungkin. Dengan begini maka seharusnya Pelti berterima kasih ada pihak non Pelti yang mau menjalankan salah satu program Pelti.
Sewaktu saya berada di Solo dalam rangka Asean Paragames 2011, saya menrima telpon dari petinggi Pelti daerah tersebut yang menanyakan keberadaan salah satu karywan Pelti disana. Saya langsung katakan kalau turnamen tersebut bukan TDP Nasional artinya tidak ada surat penunjukkan pegawai Pelti tersebut. Artinya keberadaan tersebut sebagai pribadi. Langsung ditanggapi kalau pengurus Pelti provinsi tersebut sangat tersinggung karena dianggap keberadaan karyawan Pelti tersbut menupakan utusan PP Pelti. Inilah yang saya sayangkan kalau petinggi Pelti sendiri berpikiran demikian. Kapan bisa memajukan daerah tersebut yang sampai saat ini daerah tersebut belum pernah ada TDP Nasional..
Dikatakan kalau pelaku tersebut bertujuan politik untu mencari massa didalam Pilkada. Padahal saya dengar juga dari rekan lainnya kalau mereka ini telah mendapatkan sponsor untuk pelaksanaan turnamen tenis. Kemudian sayapun diberi masukan kalau pelaku tenis ini ditolak oleh petinggi Pelti setempat.
Aneh karena menurut aturan Pelti sendiri yang dicantumkan dalam Ketentuan TDP (Turnamen Diakui Pelti) kalau siapapun bisa selenggarakan TDP tersebut mulai dari perorangan, klub atau instansi dan Pelti sendiri. "Jadi tidak ada alasan untuk melarangnya."
Inilah salah satu kendalan didaerah jika ada petinggi Peltinya berpandangan seperti ini, akibatnya sulit bisa mendapatkan turnamen tenis didaerah tersebut.
Sayapu diminta untuk selenggarakan turnamen (non TDP) dikota tersebut. Sayapun punya alasan menolaknya, karena tahu akan watak dari petinggi Peltis etempat yang cukup arogan. Kemudian sayapun mencari tahu kenapa sampai terjadi hal seperti ini. Dapat masukan kalau petinggi Pelti ini berkeinginan selenggarakan turnamen tersebut artinya dana sponsor itu dserahkan kepada Pelti sehingga bisa jalankan turnamen. Disinilah masalah tersebut muncul. Karena sepengetahuan saya banyak sponsor yang kecewa dengan aturan seperti ini.
Sayapun justru menganjurkan agar pihak non Peltilah yang lebih baik selenggarakan turnamen sendiri sebanyak mungkin. Dengan begini maka seharusnya Pelti berterima kasih ada pihak non Pelti yang mau menjalankan salah satu program Pelti.
Sewaktu saya berada di Solo dalam rangka Asean Paragames 2011, saya menrima telpon dari petinggi Pelti daerah tersebut yang menanyakan keberadaan salah satu karywan Pelti disana. Saya langsung katakan kalau turnamen tersebut bukan TDP Nasional artinya tidak ada surat penunjukkan pegawai Pelti tersebut. Artinya keberadaan tersebut sebagai pribadi. Langsung ditanggapi kalau pengurus Pelti provinsi tersebut sangat tersinggung karena dianggap keberadaan karyawan Pelti tersbut menupakan utusan PP Pelti. Inilah yang saya sayangkan kalau petinggi Pelti sendiri berpikiran demikian. Kapan bisa memajukan daerah tersebut yang sampai saat ini daerah tersebut belum pernah ada TDP Nasional..
Acara Tarian sebelum Acara penyerahan medali
Jakarta, 20 Desember 2011. Mengemas suatu pertandingan baik nasional maupun internasional sebenarnya beda beda tipis. Tetapi mengemas pertandingan SEA Games 2011 ada beberapa catatan kecil selama ini di Jakabaring. Sedemikian rapinya dibuat perencanaannya tetapi ada saja hal hal yang bisa merubah secepatnya sehingga kadang kala menjengkelkan. Tetapi karena menginat akan kekompakan dalam satu tim maka sayapun tidak banyak koemntar.
Dalam saya menangani kegiatan tersebut , sayapun mendelagasikan pengaturan acara UPP (Upacara Penghormatan Pemanang ) sayapun serahkan kepada rekan saya sendiri yaitu Christian Budiman agar bisa mengatur acara tersebut. Sayapun mempercayakan sepenuhnya walaupun kadang kala didalam pembicaraan ada saja yang ikut mengganggunya.
Sewaktu di Solo dalam mengemas acara Asean Paragames, saya mendapatkan idea agar diselipkan acara kesenian. Langsung sewaktu mendapatkan kawan yang bisa mencarikan, maka sayapun langsung melemparkan inisiatip ini.
Maka diaturlah waktunya t\yang tepat. Setelah mendapatkannya maka acara UPP Asean Paragames Wheelchair Tennis langsung saya gunakan sebelum penyerahan medali diselingi dengan tarian Bali. Hal ini mendapatkan kritik pula tetapi tidak langsung dilontarkan kepada saya. Setelah itu sayapu menjadi puas juga karena acara UPP berjalan lancar, kecuali ada acara penaikan bendera Thailand sebagai juga macet ditengah. Pelajaran yang saya dapatkan di Solo dibandingkan Palembang. Di Solo petugas UPP ternyata belum berpengalaman tidak seperti di Palembang.
Dalam saya menangani kegiatan tersebut , sayapun mendelagasikan pengaturan acara UPP (Upacara Penghormatan Pemanang ) sayapun serahkan kepada rekan saya sendiri yaitu Christian Budiman agar bisa mengatur acara tersebut. Sayapun mempercayakan sepenuhnya walaupun kadang kala didalam pembicaraan ada saja yang ikut mengganggunya.
Sewaktu di Solo dalam mengemas acara Asean Paragames, saya mendapatkan idea agar diselipkan acara kesenian. Langsung sewaktu mendapatkan kawan yang bisa mencarikan, maka sayapun langsung melemparkan inisiatip ini.
Maka diaturlah waktunya t\yang tepat. Setelah mendapatkannya maka acara UPP Asean Paragames Wheelchair Tennis langsung saya gunakan sebelum penyerahan medali diselingi dengan tarian Bali. Hal ini mendapatkan kritik pula tetapi tidak langsung dilontarkan kepada saya. Setelah itu sayapu menjadi puas juga karena acara UPP berjalan lancar, kecuali ada acara penaikan bendera Thailand sebagai juga macet ditengah. Pelajaran yang saya dapatkan di Solo dibandingkan Palembang. Di Solo petugas UPP ternyata belum berpengalaman tidak seperti di Palembang.
Selasa, 20 Desember 2011
Beda aturan Multi event dengan Single event
Jakarta, 20 Desember 2011. Ada perbedaan besar dalam menangani pertandingan tenis dan pertandingan tenis kursi roda diajang multi event SEA Games. Jika unuk single event yang sudah pernah saya laksanakan di Jakarta maupun Solo, masih mirip dengan pertandingan tenis (able body) biasa. Saya mulai melihat perbedaannya seaktu saya mendapatkan kepercayaan menjadi Ketua Panitia Pelaksana Wheelchair Tennis (Tenis Kursi Roda). Perbedaan muncul khusus untuk multi event sepetri SEA Games dan untuk disable body disebut ASEAN Paragames yang baru selesai di kota Solo Jawa Tengah. Tepatnya tanggal 15-19 Desember 2011.
Keduanya tetap mengacu kepada Rules of Tennis dan Rules of Whelchair Tennis yang tidak banyak perbedaannya yang jelas didlam hal pantulannya saja. Yaitu untuk wheelchair tennis bola boleh dua kali mantul dimana pantulan pertama harus didalam lapangan permainan.
Untuk Asean Paragames ada ketentuan lain yaitu mengacu kepada aturan yang dibuat oleh APSF (Asean Para Sport Federation) yang merupakan asosiasi olah raga cacat se Asean. Dalam acuannya disebutkan semua peserta harus diperiksa dulu tingkat kevavatannya oleh classifier yang sudah ditunjuk oleh APSF. Khususnya kelas QUAD oleh aturan ITF disebutkan harus ada sertifikat Quad yang dikeluarkan oleh ITF. Seluruh pertandingan internasional yang mempertandingkan kelas Quad pesertanya harus memiliki sertifikat Quad dari ITF.
Salah satu atelt tuan rumah hampir tidak dibolehkan ikut pertandingan Quad menurut kacamata classifier tersebut. Tetapi akhirnya bisa juga setelah melalui perdebatan kecil.
Keduanya tetap mengacu kepada Rules of Tennis dan Rules of Whelchair Tennis yang tidak banyak perbedaannya yang jelas didlam hal pantulannya saja. Yaitu untuk wheelchair tennis bola boleh dua kali mantul dimana pantulan pertama harus didalam lapangan permainan.
Untuk Asean Paragames ada ketentuan lain yaitu mengacu kepada aturan yang dibuat oleh APSF (Asean Para Sport Federation) yang merupakan asosiasi olah raga cacat se Asean. Dalam acuannya disebutkan semua peserta harus diperiksa dulu tingkat kevavatannya oleh classifier yang sudah ditunjuk oleh APSF. Khususnya kelas QUAD oleh aturan ITF disebutkan harus ada sertifikat Quad yang dikeluarkan oleh ITF. Seluruh pertandingan internasional yang mempertandingkan kelas Quad pesertanya harus memiliki sertifikat Quad dari ITF.
Salah satu atelt tuan rumah hampir tidak dibolehkan ikut pertandingan Quad menurut kacamata classifier tersebut. Tetapi akhirnya bisa juga setelah melalui perdebatan kecil.
Langganan:
Postingan (Atom)