Rabu, 20 Mei 2020

Kenapa Tidak Bisa Ikuti Cara ITF

Jakarta, 19 Mei 2020. Setiap tahun Pengurus Pusat Persatuan Tenis seluruh Indonesia lakukan Rapat Kerja Nasional yang merupakan amanah Anggaran Dasar & Anggaran Rumah Tangga Pelti. Tujuan rapat kerja setiap tahun adalah mengevaluasi program kerja yang sudah berlangsung tahun sebelumnya dan program kerja tahun yang sedang berjalan. Itu tujuannya, jika dijalankan tentunya akan menghasilkan program yang terkontrol.

Panitya Rakernas Pelti mengundang 2 utusan setiap Pengda. Kenapa 2 orang karena akan dibagi 2 komisi yaitu komisi organisasi dan komisi pembinaan/pertandingan.
Di Komisi Organisasi membahas kerja organisasi dan keuangan, sedangkan Komisi Pembinaan dan Pertandingan akan membahas soal pembinaan dan pertandingan

Dalam rapat Pleno dibeberkan paparan oleh bidang masing2 yang ada dari PP Pelti  mengenai apa yang sudah dilakukan maupun apa yang sedang dan akan dilakukannya. Disini baru ketahuan apa yang sudah dilaksanakan atau belum.  Kemudian dalam rapat komisi kepada daerah diberikan waktunya untuk membahas paparan dari bidang yang bersangkutan untuk dicari solusinya dan itu merupakan keputusan rapat komisi yang akan dipaparkan lagi  pada waktu rapat pleno nya, untuk didiskusikan bersama sehingga nantinya merupakan hasil Rakernas.  Disinilah bisa dinilai daerah mana yang hanya datang untuk rapat saja bahkan tidak ada sumbangsih terhadap Rakernas tersebut.



Fasilitas rapat yang diberikan adalah 1 utusan Pengda free tiket pesawat terbang  dari daerah ke Jakarta pulang pergi sedangkan 1 tiket ditanggung oleh daerah sendiri. Fasilitas kedua adalah akomodasi.

Kalau membandingkan dengan rapat oleh International Tennis Federation (ITF) seperti Annual General Meeting (AGM) setiap tahunnya, ITF tidak menyediakan free tiket sehingga peserta yang terdiri dari National Association harus menanggung sendiri. Begitu juga fasilitas hotel yang digunakan ITF  itu diberiokan 1 (satu) kamar oleh ITF .. Begitu juga dalam Rapat dengan Asian Tennis Federation (ATF) sama seperti yang berlaku dalam AGM ITF. Jadi bagi peserta merasa ada kepentingannya maka harus menangung beaya tersebut. Kecuali fasilitas 1 (satu) kamar dan konsumsi di hotel ditanggung oleh ITF. 
Pelti tidak selamanya ikut AGM ITF , ada kalanya Pelti tidak mengirim utusan nya

Cara seperti ini baiknya ditiru oleh Pelti. Kenapa kebiasaan lama tidak diubah karena ternyata tidak effektif.

Karena ITF memiliki program yang bisa dibawa ke Indonesia. Kesempatan bertemu langsung dari pelaksana program ITF. Fasilitas2 apa yang bisa dimanfaatkan di Indonesia seperti ITF Grand Slams Development Fund. Mungkin sekarang masih ada atau sudah dirubah sistemnya dengan nama lain. Bantuan ITF terhadap turnamen internasional yang bisa dimanfaatkan oleh Indonesia, Karena Indonesia juga harus membayar iuran tahunan dan ternyata ada imbal baliknya. Besar kecilnya bantuan ITF tergantung dari besar kecilnya Vote nya. Vote (hak suara) ada harganya.

Ada daerah yang hanya mengirim satu utusannya. Mana yang mau dipilih dalam rapat komisi Organisasi atau komisi Pembinaan & Pertandingan. 
Pernah terjadi 2 utusan dari daerah ternyata hanya 1 yang aktif hadir. Apalagi kalau yang hadir Ketua Pengdanya yang orang penting didaerahnya. Biasanya begni beaya sendiri sehingga kehaditran di Jakarta lebih memrntingkan urusan dinas nya dari pada Pelti sendiri.

Acara rapat effektif kalau dilaksanakan dalam waktu minimum 2 hari kerja, yang biasanya dilakukan Sabtu dan Minggu sehingga tidak mengganggu utusan daerah selaku PNS. Acara dibuka hari Jumat malam. Kesempatan daerah menyapaikan masalah dialami daerah tersebut sekalian dicari solusinya.

Yang sangat urgent dan tidak tersentuh selama ini, adalah kinerja dari Pengcab yang jumlahnya sekitar 514  terdiri dari 416 Pengkab dan 98 Pengkot Pelti. Mayorutas Pengcab itu tidak jelas lagi statusnya. Bahkan ada yang sudah expired masa kerjanya. Inilah tugas Pelti membenahinya. Ada kemungkinan besar daerah sendiri tidak memiliki data Pengcab tersebut. Marilah kita mulai bebenah sehingga Tenis Indonesia tertib organisasi dan tertib prestasi. Wajib bagi pengurus pusat harus hadir dalam sesi Komisi tersebut. Kalau tidak hadir bagaimana mungkin bisa mendengar langsung keluhan daerah. Jangan hanya diwakilkan ketua bidang bersangkutan. Juga lebih penting bisa dikenal oleh Daerah. "Tak dikenal tak disayang"., begitulah ceritanya 

Hal seperti ini juga dialami oleh organisasi olahraga diatasnya yaitu Komite Olahraga Nasional
Nah kalau kita mau memperbaiki kerja dari penanggung jawab tenis di Indonesia.

Kesimpulannya, kalau kebiasaan lama tetap berlangsung seperti ini maka Tenis akan lamban jalannya. Sekarang mau apa tidak,  kita pelaku tenis sebagai stake holder Pelti melakukannya.

Ini sebagai sumbang saran AFR terhadap Pelti karena bertujuan untuk kemajuan Tenis khususnya 
maupun Olahraga secara keseluruhannya. Sudah waktunya berubah

2 komentar:

Daimtennis mengatakan...

Mantap semoga pihak yang mendapat amanah berkenan menanggapi .terima kasih mhn maaf.krn saranya sangat bagud

Daimtennis mengatakan...

Tulisan sangat bagus untuk perkembangan tenis Indonesia