Rabu, 04 September 2019

Marilah Kita Luamgkan Waktu Kita Untuk Tenis Indonesia

Jakarta, 4 September 2019, Pemain sering mengeluh masalah sponsor dimana Pelti hanya bisa mendukung dalam doa, Kita harus akui untuk berprestasi butuh turnamen, dan turnamen itu adalah tingkatannya . Baik itu turnamen yunior maupun diatas nya kelompok umum. Masih untung untuk yunior dimana turnamennya berjenjang ada turnamen tiga hari seperti yang dikembangkan RemajaTenis dan ada Turnamen 7 hari dibandingkan kelompok umum disamping jumlahnya sedikit dan kalau ada bisa dihitung jari ditangan. Bagaimana nasib petenis kelompok yunior setelah jadi mahasiswa sudah sebagian besar jadi pemain tenis rekreasi saja.

Sekarang kita lihat prestasi atlet putra kecuali Christopher Rungkat harus kita puji dalam  upayanya mengejar prestasi keluar negeri karena didalam negeri sulit didapat, Bisa dihitung dengan jari jumlah turnamen internasional dalam negeri.

Begitu pula petenis putri patut diangkat jempol sudah mulai ikuti jejak Christhoper Rungkat yaitu Aldila Sutjiadi, Beatrice Gumulya, Jessie Rompies. Kok bisa ? Dimana ada kemauan pasti ada jalan, Begitulah ucapan bijak.

Kenapa petenis lainnya tidak bisa mengikutinya. Disini bisa dibiang mind set orang tua dan petenis nya perlu dirubah. Cara berpikir mereka kalau dapat yang gampang kenapa cari yang sulit.
Artinya kalau ada turnamen didalam negeri kenapa musti keluar negeri. Sulit dapat prestasi (karena Kalah melulu) uang pun tidak didapat, Kalau tidak ada, maka turnamen TARKAM pun jadi. 

Kenapa putri kita bisa berjalan lancar . Mereka manfaatkan dana persiapan PON atau dana Persiapan SEA Games . Ini dianggap rezeki bagi orang tua dengan adanya PON mendikung prestasi anaknya. Tapi sebagian besar petenis kita dengan adanya PON justru tidak menggunakan dana transfernya untuk prestasi 


Aneh kalau kita mendengarnya, tapi kenyataannya begitu. Sebenarnya kedua program itu ada dana disiapkan beaya TRY OUT keluar negeri. Kalau bisa dikombinasikan dana try out persiapan PON dan SEA Games itu lebih bangus alias lebih banyak didapat turnamennya. Maklum jumlah turnamen dibatasi.

Cerita burung mengatakan kejadian yang sangat lucu, Saat atletnya mengikuti turnamen yang sangat didambakan tiba tiba disuruh pulang. Yang jadi pertanyaan untuk apa, karena turnamen itu juga program pembinaan juga. Apakah mau di drill lagi. Untungnya atletnya tidak mau mengikutinya karena sudah susah mendapat kesempatan masih mau dilepas.
Bisanya biarkan mereka try out mengejar peringkat dunia (dambaan atlet tenis ) nanti beberapa minggu baru sebelum multi event baru kumpul untuk team building.

Kembali ke laptop, Bagaimana agar turnamen kelompok UMUM itu bisa digelar kedaerah daerah, Biasanya kalau sudah melinatkan birokrasi maunya dengan prize money minimal senila Rp 100 juta, 
Akibat nya bisa dilihat, pemain nasional menyerbu akibatnya pemain lokal sebegai penonton . Dan hanya bisa sekali setahun.
Contoh yang baik CBR sudah meninggalkan kelompok yunior dengan menggelar TDP Kelompok UMUM itu, 
Sebenarnya untuk menghemat beaya karena PRIZE MONEY ini bisa dilaksanakan tiga hari, Bisa dilaksanakan lebih murah. Dan tidak perlu bdengan prize money samapi jor joran Rp 100 jta, Bisa dibagi tiga dimana bisa selenggarakan 3 kali dalam setahun . 

Kita coba hilangkan pikiran kita kalau ini adalah proyek. Mari kita bersatu memikirkan perkembangan tenis demi kemajuan juga. 

    

Tidak ada komentar: