Rabu, 17 April 2019

Tenis Indonesia Perlu Pendekatan Organisasional

Jakarta, 17 April 2019. Begitu besar dukungan orangtua bisa terlihat secara nyata dalam setiap kegiatan turnamen tenis khususnya kelompok umur atau yunior. Setia mendampingi para putra dan putrinya disaat menunggu dipanggil bertanding maupun saat situasi pertandingan putra putrinya alami tekanan dari lawan lawannya.

Tidaklah heran jika muncul kekecewaan disaat putra dan putrinya tidak mencapai harapan dari para orangtuanya. Hal yang wajar jika muncul kekecewaan diakibatkan datang dari prestasi putra dan putrinya belum waktunya menunjukkan kemampuan dirinya. Harus diakui kalau ingin sukses maka ada beberapa unsur sebagai pendukungnya yaitu Displin dan kemampuan.

Kalau bicara disiplin itu mencakup para atlet dan juga pelatihnya . Jadi ada keterkaitan antara atlet dan pelatih. Jika mengharapkan atletnya disiplin tetapi pelatih tidak bisa disiplin maka tujuan kedepan dalam mengejar prestasi so pasti terhambat. Karena pelatih orang yang paling dipercayai oleh atlet atletnya.

Jikalau kecewa terhadap induk organisasi itu yang paling sering didengar karena setiap ada kegiatan turnamen maka komunikasi sudah terjalin orangtua dengan AFR selaku pelaku tenis langsung dilapangan. Komunikasi ini memungkinkan karena peran aktip AFR sendiri dilapangan sering kali bertanya tanya masalah kesulitan didaerah masing masing. Sudah merupakan santapan sehari hari jika keluhan para orangtua terhadap induk organisasi tenis di Indonesia yaitu Persaturan Tenis seluruh Indonesia (PELTI). Baik terhadap Pelti ditingkat Cabang atau Kota/Kabupaten, maupun ytingkat Daerah atau provinsi. 

Tetapi tidak kalah seru adalah keluhan terhadap Pelti tingkat Pusat. Karena saat ini sering muncul keputusan atau kebijakan yang sangat tidak populer. Dianggap ada kepentingan bagi sipemilik kebijakan tersebut.


Sebagai contoh ditahun 2019 ini muncul edaran dari PP Pelti masalah pemanggilan pemain untuk pembentukan tim nasional yunior baik itu KU  14 tahun dan 16 tahun. Bisa berbeda kebijakan untuk tim putra dan putri, karena penanggung jawabnya berbeda. Yang satu memutuskan untuk diseleksi tetapi yang satu lagi tidak memerlukan seleksi. Untuk menutup hal ini maka dikemaslah aturan atau ketentuan ketentuannya yang kesannya sangat subjective.

Muncul sinyalemen tentang kebijakan program pembinaan tenis tenis Indonesia berjalan sendiri sendiri, dan  ini berpotensi mengancam efisiensi dan efektivitas pembinaan nasional . Akibatnya hasil didapatpun tidak maksimal.
Disini dibutuhkan organizational approach karena Pelti adalah organisasi yang didirikan bersama untuk mencapai tujuan. Agar tujuan tercapai, Pelti mempunyai Anggaran Dasar dan Anggaran Rumah Tangga, serta visi dan misinya.
Seluruh kegiatan berurutan (sequencing ) berdasarkan skala prioritas, terjadwal (scheduled) , terukur (measurable) seluruh kegiatannya dengan satuan atau unit angka, terintegrasi (integrated) semua kegiatan berpadu dalam jaringan (net work), serta terkendali (controllable).

Persatuan Tenis seluruh Indonesia atau Pelti merupakan organisasi besar, seluruh kegiatan dipilah menjadi program jangka panjang dan program jangka pendek dan dirinci lagi menjadi satu tahun
anggaran. Untuk menjamin pembinaan nasional tepat sasaran dan berkelanjutan maka telah disediakan " Pokok Pokok Program Kerja Pelti 2017-2022" .

Saatnya para pemangku kepentingan seperti Pengurus Pusat, Pengurus Daerah/Povinsi, Pengurus Cabang/Kota/Kabupaten kembali  kepada Pokok Pokok Program Kerja Pelti, supaya tidak lagi  terjadi sesat pikir seperti sinyalemen saat ini. (penulis August Ferry Raturandang)

Tidak ada komentar: