Jakarta, 20 April 2019. Sejak dikeluarkannya Technical Handbook Pra PON dan PON oleh PP Pelti maka seluruh daerah dimintakan agar mengerti ketentuan yang telah dibuat oleh PP Pelti sendiri. Yang jadi masalah apakah ketentuan tersebut sudah dikirimkan ke daerah daerah peserta Pra PON/PON tersebut. Tetapi seharusnya sudah diedarkan. Sebenarnya edaran dapat dilakukan juga melalui surat atau dipaparkan saat Rakernas Pelti diawal Februari 2019.
Disebutkan entry by number kemudian entry by name sebagai pencantuman nama nama pemainnya dari setiap daerah sehingga oleh PP Pelti langsung bisa dibuatkan daftar daerah yang lamgsung ikut PON yaitu 7 daerah plus daerah tuan rumah mendapatkan hak.
Kalau dibaca Technical Handbook disebutkan entry by name yaitu tanggal 22 Maret 2019. Sedangkan usia peserta minimal sudah berusia 14 tahun saat Pra PON dimulai ( 5 Agustus 2019) yang bisa dibuktikan melalui Kartu Tanda Anggota (KTA) Pelti.
Dari daftar "sementara " peserta tersebut yang dikeluarkan tgl 16 April 2019 ada kejutan yaitu daerah Bengkulu yang minim kegiatan turnamen nasional bisa langsung masuk ke PON. Ternyata pemainnya yang perlu dipertanyakan karena lebih dikenal sebagai atlet diluar Bengkulu dan bahkan ada yang pernah ikuti PON sebelumnya dari daerah lainnya.. Begitu juga ada beberapa daerah lainnya yang PON lalu membela daerah tempat tinggalnya tetapi saat ini sudah pindah kedaerah luar Jawa. Disini butuh kejelian dari Pengda/Pengprov Pelti yang mayoritas muka muka baru sehingga tidak terlalu peduli masalah seperti ini akibat minimnya pengetahuan tentang atlet tenis di Indonesia. Pindah daerah adalah wajar terjadi tetapi yang lebih penting adalah apakah sudah sesuai ketentuan KONI Pusat
Ada ketentuan dari KONI Pusat uya itu aturan Mutasi atlet yatu 2 tahun sebelum PON ( Sept 2020) artinya September 2018 sudah jelas perpindahannya. Tapi dengan berbagai akal maka bisa ilakukan permainan tidak sportip tersbut sehinga bisa mengoalkan atlet dari masalah. Disini yang perlu jeli adalah Pengprov Pelti yang sering buta akan ketentuan tersebut akibat ulah " calo" atlet tenis dari Jawa untuk mencari keuntungan pribadi dengan melupakan pembinaan nasional. Jadi jelas kepentinagn pribadi lebih menonjol dan pelakunya setiap Pra PON/PON oarngnya itu itu juga.
Ada ketentuan kalau daftar final akan dikeluarkan 25 Mei 2019, dan jika ada keberatan alias protes atas keabsahan atlet maka diberikan batas waktu tanggal 24 April 2019
Sebelum dipublikasikan seharusnya PP Pelti sudah menseleksi nama nama atlet tersebut dengan cek data Kartu Tanda Angota Pelti yang hanya diketahui oleh PP Pelti sendiri. Diharapkan sudah dilakukan sehingga tidak perlu lagi dibentuk tim keabsahan PP Pelti.
Perpindahan atlet sering terjadi dan tidak bisa dicegah karena akan melanggar HAM. Tetapi harus juga ikuti aturan mainnya yang telah dibuat Ooleh pemilik PON yaitu KONI Pusat.
Ketua Umum PP Pelti ( 2017-2022 dalam salah satu pidato sambutannya dalam pelantikan Pengprov Pelti Jatim telah menyampaikan keinginannya agar Pengprov bisa menghasilkan atlet tenis dari pembinaannya. Himbaun bisa saja dilakukan tiap hari tetapi kalau Pengprovnya sendiri tidak punya program jelas maka masalah ini tidak bisa dihindarkan lagi. Apalagi kalau selama ini jika dipertanyakan kepada petinggoi Pengprov tersebut jawabannya selalu dilempar ke KONIDAnya. Bagi orang yang baru kemarin berkecimpung di Pelti tentu akan percaya 1000 prosen atas bualan tersebut.
Yang jadi pertanyaan sekarang apakah perlu dibentuk Tim Keabsahan Peserta? Bisa perlu dan juga tidak perlu. Sebenarnya jika dari awal sewaktu terima entry by name oleh Bidang Pertandingan PP Pelti sudah jelas bisa lakukan seleksi berdasarkan ketentuan tersebut. Tetapi kalau sekarang sudah terlanjur diedarkan nama nama daerah tersebut maka jika ada Daerah yang protes (Pengda/Pengprov Pelti) maka sudah waktunya dibentuk Tim Keabsahan Peserta Pra PON/PON).
Jika nantinya untuk tim yang lolos PON maka protes dilakukan oleh KONIDA ke KONI Pusat yang sudah siap sediakan Tim Keabsahan nya. Disini yang protes bukan Pengda/Pengprov Pelti ke KONI Pusat tetapi KONIDA yang ajukan protes ke KONI Pusat.
Pernah kejadian di PON yang lalu dimana Pengda/Pengprov nya sibuk protes tetapi KONIDA nya adem ayem saja maka hasilnya nil.
Yang jadi pertanyaan sekarang apakah perlu dibentuk Tim Keabsahan Peserta? Bisa perlu dan juga tidak perlu. Sebenarnya jika dari awal sewaktu terima entry by name oleh Bidang Pertandingan PP Pelti sudah jelas bisa lakukan seleksi berdasarkan ketentuan tersebut. Tetapi kalau sekarang sudah terlanjur diedarkan nama nama daerah tersebut maka jika ada Daerah yang protes (Pengda/Pengprov Pelti) maka sudah waktunya dibentuk Tim Keabsahan Peserta Pra PON/PON).
Jika nantinya untuk tim yang lolos PON maka protes dilakukan oleh KONIDA ke KONI Pusat yang sudah siap sediakan Tim Keabsahan nya. Disini yang protes bukan Pengda/Pengprov Pelti ke KONI Pusat tetapi KONIDA yang ajukan protes ke KONI Pusat.
Pernah kejadian di PON yang lalu dimana Pengda/Pengprov nya sibuk protes tetapi KONIDA nya adem ayem saja maka hasilnya nil.
Ini membuktikan peta pembinaan tenis di Indonesia seperti itu.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar