Jakarta, 12 Agustus 2015. Sedang on fire persiapan Pra PON tanggal 23-29 Agustus 2015 di Tarakan Kalimantana Utara. Pra PON sebagai
persyaratan oleh KONI Pusat dimana setiap cabang olahraga diharuskan
selenggarakan Pra-PON mengingat dibatasinya jumlah peserta, artinya ada
kuotanya untuk tenis hanya 96 peserta yaitu 48 putra dan 48 putri @ 12 tim /4
pemain.
Kebijakan dilakukan KONI Pusat
berlangsung sejak lama sehingga tidak setiap daerah bisa menikmati Pekan
Olahraga Nasional.
PP Pelti telah edarkan surat
tentang pelaksanaaan tersebut diawal Juni 2015 dan disebutkan entry by number
sebagai persyaratan pertama untuk menyatakan keikutsertaan daerah pada Juni 2015, kemudian ditindak lanjuti dengan Entry by Name 23 Juli 2015.
Setelah diumumkan nama nama peserta
diakhir Juli 2015 maka mulai kelihatan permasalahan administrasi bagi peserta
muncul ketidak beresan akibat perpindahan atlet yang harus disesuaikan dengan
Ketentuan KONI Pusat . Perseteruan antar daerah mulai muncul bukan didalam
lapangan tenis tetapi didalam ruangan . Dibentuknya Tim Keabsahan oleh PP Pelti
seharusnya melalui SK Ketua Umum PP Pelti.
Ada keanehan dari pihak orang awam dari salah satu kasus akibat diprotesnya pemakaian atletnya oleh daerah lain,
maka proses ganti rugi belum selesai tetapi sudah diputuskan keabsahan atlet
tersebut. Bahkan ada permasalahan atlet tersebut belum tuntas masih akan dilakukan oleh BAORI
(Badan Arbitrase Olahraga Indonesia) beberapa hari kemudian, tetapi PP Pelti
sudah berani keluarkan keputusan keabsahan atlet tersebut.
Muncul lagi hari ini bukti
ketidak siapan Pelti dalam pelaksanaan Pra PON ini. Dari berita melalui
Facebook oleh salah satu petugas sekretariart PP Pelti diumumkan kalau Pra PON
itu diundur ke Oktober 2015. Ini sebenarnya berita tidak resmi .
Dampaknya akan
dirasakan bagi Pengda Pelti yang sudah pesan dan bayar tiket pesawat ke Tarakan
Kalimantan Utara. Banyak kota kota ibukota Provinsi yang tidak memiliki penerbangan langung ke Tarakan. Ada yang harus 2 kali dan sekali transit baru bisa.
Yang jadi pertanyaan sekarang
, kenapa sampai bisa terjadi. Kalau jawabannya adalah
berdasarkan surat resmi dari Pengda Pelti Kalimantan Utara . Kemungkinannya ada 2 yaitu kesulitan finansial dan masalah lapangannya. Tetapi kelihatannya alasan utama adalah lapangan tenis yang baru dan sudah selesai awal tahun 2015 Artinya ada pembangunan lapangan baru. Memang
sudah diperlihatkan foto dari lapangan tersebut 3 bulan lalu sudah siap. Itu
lapangan outdoor, sedangkan surat edaran PP Pelti ke peserta Pra PON adalah
menggunakan 5 lapangan indoor ( yang sudah biasa digunakan untuk Women's Pro-Circuit). Rumor sebelumnya tentang
lapangan baru tersebut adalah lapangannya sudah retak retak. Disini letak keanehannya. Apakah lapangan indoor yang dimaksud rusak ? Lebih cenderung kalau lapangan baru yang belum siap.
Sebagai bentuk persiapan PON
maupun Pra PON sudah ditunjuk petugas yatu Technical Delegate oleh PP Pelti.
Technical Delegate ini yang bertanggung jawab atas pelaksanaan mulai dari
persiapan pelaksanaannya. Apalagi kalau ada pembangunan lapangan baru maka
salah satu tugasnya selain supervisi juga sebagai konsultan pelaksanannya.
Yang jadi pertanyaan sekarang,
kalau alasan lapangan belum siap, kenapa baru diketahui 11 hari menjelang pelaksanaannya.
Membatalkan sangat mudah sekali, tetapi dampaknya sangat besar bagi peserta. Dalam international event oleh ITF, jika ada pembatalan setelah pembukaan pendaftaran maka pelaksana akan kena denda penalti. Alasannya adalah untuk menanggung kerugian atlet yang sudah bayar tiket maupun akomodasinya.
Bisa dibayangkan kekecewaan peserta menghadapi persiapan yang sudah matang, tetapi belum diimbangi dengan persiapan pelaksanaannya. Pelatih sudah harus merubah perencanaan latihan atletnya karena sudah dipikirkan jauh jauh hari peak performancenya disaat pertandingan. Smua jadi berubah.
So pasti kerugian besar dialami peserta. Siapa yang bertanggung jawab menghadapi masalah beaya yang telah dikeluarkan peserta atau Pengprov
Kalau aturan KONI belum berubah, maka ketentuan setiap cabang olahraga harus lakukan Pra PON minimal 6 (enam) bulan sebelum PON 2016. Artinya paling lambat Maret 2016. Kenapa memaksakana ditahun 2015.
Bagaimana jadinya kalau seluruh peserta meminta pertanggung jawaban terhadap tiket yang sudah dibeli. Siapa yang harus bertanggung jawab disaat situasi pertenisan yang makin amburadul istilah kerennya.
Tetapi masih ada masalah yang lebih besar lagi karena sampai saat ini belum diputuskan venue untuk PON XIX 2016 di Bandung. Tahun lalu sudah direncanakan dibangun kompleks tenis baru melalui kontraktor desain. Komentar muncul kepada kontraktornya adalah setelah PON mau diapakan ya ? Jangan sampai jadi lapangan hantu karena jarang digunakan.
Tugas Technical Delegate Cabor Tenis sudah harus memantau semua ini mulai dari penentuan venuenya. Wewenang Technical Delegate untuk memutuskan kualifikasi venue yang akan digunakan. Pengalaman saya sewaktu persiapan PON XVII 2008 di Balikpapan, kontraktornya sampai nangis ketika saya minta ada satu lapangan dibongkar dibagian belakangnya karena sangat miring. Harus dilaksanakan tidak ada pilihan lain. Ini sekedar pengalaman.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar