Solo, 23 Januari 2012. Membuat suatu aturan baru belum tentu bisa dipahami oleh masyarakat. Kenapa bisa demikian? Karena sudah merupakan kebiasaan lama sehingga ada keinginan untuk ditawar dulu.
Dalam pelaksanaan Turnamen RemajaTenis yang merupakan gagasan saya selama ini dijalankan oleh tim sendiri, saya sering menerima SMS yang menanyakan ataupun mengusulkan sebagai pendapat pribadinya. Tetapi ada juga yang kurang mau terima aturan yang dibuat tersebut.
Selama ini diturnamen nasional yunior, dilakukan sign-in dan entry fee dibayar saat sign-in, yang biasanya dilakukan sehari sebelumnya.
Perubahan yang saya lakukan di turnamen RemajaTenis, adalah tidak ada sign-in karena pendaftaran melalui email atau SMS. Penutupan pendaftaran sudah dilakukan beberapa hari sebelumnya dan diwajibkan entry fee ditransfer langsung memalui bank.
Sewaktu pelaksanaan RemajaTenis Solo-1 tahun 2012 tanggal 20-22 Januari 2012 di lapangan tenis Manahan Solo, saya menerima SMS yang mempertanyakan masalah perubahan tersbut.
Ada yang mengatakan, kalau bisa dengan jalan mulus kenapa musti jalan yang berbelit belit. Dipakailah contoh turnamen yang baru dilaksnakan minggu sebalumnya di Magelang. Dikatakan pesertanya lebih banyak dibandingkan peserta RemajaTenis di Solo.
Sayapun memberikan jawaban dengan baik, yaitu kalau RemajaTenis itu merupakan dibuat agar bisa dipakai sebagai solusi terhadap pelaksanaan turnamen nasional yunior lainnya dimana sering kurang lancar dihari pertama akibat sistemnya tidak dirubah. "Konsep RemajaTenis itu dibuat lebi efisien dan efektip dibandingkan turnamen sebelumnya. Sebagai contoh peserta tidak perlu datang sehari sebelum turnamen, karena akan makan beaya besar seperti akomodasi dan konsumsinya. Kalau RemajaTenis sudah bisa diikuti diinternet melalui www.remajatenis.blogspot.com.". Tapi hebatnya dapat jawaban kalau dia di Solo tidak diperlukan beaya akomodasi karena tingalnya dekat Solo. Sayapun menjawab SMS tersebut dengan menyebutkan kalau saya tidak memikirkan hanya satu orang tetapi seluruh peserta punya kepentingan.
Ada lagi SMS lainnya menyebutkan masalah entry fee Rp. 200.000 tanpa kaos sedangkan turnamen lainnya hanya Rp. 150.000 dan mendapatkan kaos sebagai sovenir. Masalah kaos merupakan pertanyaan menarik yang saya sering terima selama pelaksanaan RemajaTenis. Memang diawal pelaksanaan RemajaTenis sering disediaka kaos untuk peserta dengan tujuan promosi turnamennya.
Menjawab turnamen tersebut saya cukup katakan kalau saya juga heran turnamen dengan Rp. 150.000 plus kaos hanya mampu setahun sekali sedangkan RemajaTenis (entry fee Rp. 200.000 tanpa kaos) mampu selenggarakan 18 kali selama tahun 2011. Setelah itu tidak ada tanggapan.
Pelaksanaan RemajaTenis di Solo diselingi oleh turunnya hujan. Sehingga saya menerima SMS dari orang yang tidak saya kenal karena belum terdaftar dalam tilpon genggam saya. SMSnya itu seharusnya datang dari peserta luar kota tetapi ini kalau melihat nomor flexinya itu nomor kota Solo. Disebutkan kesan dia pelaksana RemajaTenis menunjukkan tidak profesional. Kasian peserta anak2 menunggu terlalu lama, padahal sudah ada order of play yang diumumkan melalui internet, sehingga menurut saya tidak tungu dari pagi sedangkan jadwalnya sore. Kemudian dari nomor yang sama kirim lagi sms yang menyatakan AFR tidak mampu melobi pemili lapangan karena lapangan ternyata masih ada pelanggan sehingga tidak bisa digunakan. Tidak tahu kalau memang RemajaTenis mengajukan permintaan penggunaan lapangan itu mulai pukul 10.00 karena menghindar dari pemakai lapangan.
Anehnya sewaktu saya tanya siapa namanya, tidak dijawabnya padahal saya ingin berkenalan dan menyampaikan soal RemajaTenis dengan konsepnya.
Sayapun langsung menjawab kalau saya memang tidak mampu melobi pengelola lapangan dan minta tolong kalau dia bisa bantu saya.Dan tidak dijawabnya. Begitu juga sewaktu uturun hujan , dia sibuk SMS saya untuk cepat bertindak jangan biarkan atlet menunggu . Padahal saya sudah siapkan lapangan indoor untuk digunakan.
Menurut saya sendiri kalau hujan tidak perlu panik, karena turnamen masih bisa dilaksanakan dengan penambahan sehari alias ditunda sehari. Inipun disampaikan oleh Referee kepada saya masalah turunnya hujan. Sayapun katakan kita harus jalankan sesuai aturannya. Begitu pula ada orangtua seaktu bertanya masalah penyelesaian pertandingan karena hujan. Jawaban saya cukup katakan ditunda sehari, apalagi hari Senin 23 Januari 2012 hari libur.
Senin, 23 Januari 2012
Sabtu, 14 Januari 2012
Kasus Catut Umur Muncul lagi
Jakarta, 14 Januari 2012. Saya paling sering terima masukan dari masyarakat tenis yang datang dari berbagai kota. Keluhan itu terhadap kejadian kejadian disekitar turnamen maupun kebijakan Pelti yang kurang mengena dihati mereka.
Tapi yang terbanyak adalah mengenai kejadian kejadian diturnamen. Baik yang mengenai kasus dugaan catut umur sampai yang terakhir ada informasi KTA Pelti yang diperlihatkan itu diragukan keasliannya. Tapi karena saya tidak berada diturnamen tersebut maka saya tidak bisa berbuat apa apa.
Sewaktu turnamen di Bandung diakhir tahun 2011, ada SMS masuk mengenai salah satu atlet putri asal dari Kudus (RF) yang dari postur tubuhnya tidak bisa dipercaya kalau masih masuk KU 10 tahun. Mulai dari pengakuan asal usulnya berbeda beda katanya.
Kali ini diawal tahun di Magelang saya masih menerima sms dari masyarakat tenis di Jawa Tengah. Masalah KTA Pelti dari 2 atlit yang pernah kena skorsing dari PP Pelti karena terbukti catut umur.
Ternyata atlet tersebut sudah dibuatkan KTA Pelti dimana saat itu belum ketahuan catut umur. Setelah ketahuan, PP Pelti lupa menarik KTA tersebut untuk diganti dengan KTA baru. Dikatakan pula orangtua atlit tersebut menunjukan KTA baru dengan tahun yang diperbaiki tetapi warna KTA tersebut agak berbeda, seperti sudah luntur. Timbul tanda tanya lagi, tapi karena saya tidak melihat bentuk nyatanya maka saya tidak bisa berkomentar.
Kemudian ada lagi masukan terhadap atlet yang sama asal Kudus, dilaporkan yang bersangkutan sampai tidak tahan akhirnya mengundurkan diri, karena kuatir ketahuan, Tapi kalau memang sudah bertanding dan bisa dibuktikan kasus catut umur maka bisa saja kena sangsi seperti tahun 2011 lalu.
Apakah masih ada lagi kasus seperti ini ditahun 2012 ? Sayang ya kalau sampai masih ada. Memang saya katakan walaupun sudah ada KTA tetapi dalam perjalannnya terbuti aktenya palsu maka sangsi tetap akan kena.
Oh ya, sewaktu saya ke Magelang bertemu dengan atlit DKI yang KTAnya sengaja saya simpan tidak dipublikasikan karena sewaktu keluar KTA nya dengan akte yang benar tetapi kemudian sewaktu mau ikut turnamen di Magelang dia menggunakan fotocopy akte baru alias pemutihan dimana dia mau main di KU 16 athun. Karena dia tidak tercatat ada KTA (padahal saya simpan) maka dia harus isi formulir KTA yang saya bawa. Langsung saya katakan kalau kami punya juga fotocopy akte berbeda. "Mana yang betul" tanya saya kepadanya. Diapun mencoba kalau dia itu tidak pernah punya akte yang saya maksud. Karena saya kasihan juga ini anak, maka saya hanya katakan kepadanya sebaiknya ikut KU 18 tahun saja karena umurnya sudah lewat. Kalau tidak tapi main di KU 16 tahun yang sebenarnya dia tidak berhak, maka akan kena hukuman. "Pilih mana?"
Akhirnya dia takut juga dan karena sudah datang jauh jauh dari Jakarta ke Magelang kemudian tidak main maka dia sms saya kalau main di KU 18 tahun.
Tapi yang terbanyak adalah mengenai kejadian kejadian diturnamen. Baik yang mengenai kasus dugaan catut umur sampai yang terakhir ada informasi KTA Pelti yang diperlihatkan itu diragukan keasliannya. Tapi karena saya tidak berada diturnamen tersebut maka saya tidak bisa berbuat apa apa.
Sewaktu turnamen di Bandung diakhir tahun 2011, ada SMS masuk mengenai salah satu atlet putri asal dari Kudus (RF) yang dari postur tubuhnya tidak bisa dipercaya kalau masih masuk KU 10 tahun. Mulai dari pengakuan asal usulnya berbeda beda katanya.
Kali ini diawal tahun di Magelang saya masih menerima sms dari masyarakat tenis di Jawa Tengah. Masalah KTA Pelti dari 2 atlit yang pernah kena skorsing dari PP Pelti karena terbukti catut umur.
Ternyata atlet tersebut sudah dibuatkan KTA Pelti dimana saat itu belum ketahuan catut umur. Setelah ketahuan, PP Pelti lupa menarik KTA tersebut untuk diganti dengan KTA baru. Dikatakan pula orangtua atlit tersebut menunjukan KTA baru dengan tahun yang diperbaiki tetapi warna KTA tersebut agak berbeda, seperti sudah luntur. Timbul tanda tanya lagi, tapi karena saya tidak melihat bentuk nyatanya maka saya tidak bisa berkomentar.
Kemudian ada lagi masukan terhadap atlet yang sama asal Kudus, dilaporkan yang bersangkutan sampai tidak tahan akhirnya mengundurkan diri, karena kuatir ketahuan, Tapi kalau memang sudah bertanding dan bisa dibuktikan kasus catut umur maka bisa saja kena sangsi seperti tahun 2011 lalu.
Apakah masih ada lagi kasus seperti ini ditahun 2012 ? Sayang ya kalau sampai masih ada. Memang saya katakan walaupun sudah ada KTA tetapi dalam perjalannnya terbuti aktenya palsu maka sangsi tetap akan kena.
Oh ya, sewaktu saya ke Magelang bertemu dengan atlit DKI yang KTAnya sengaja saya simpan tidak dipublikasikan karena sewaktu keluar KTA nya dengan akte yang benar tetapi kemudian sewaktu mau ikut turnamen di Magelang dia menggunakan fotocopy akte baru alias pemutihan dimana dia mau main di KU 16 athun. Karena dia tidak tercatat ada KTA (padahal saya simpan) maka dia harus isi formulir KTA yang saya bawa. Langsung saya katakan kalau kami punya juga fotocopy akte berbeda. "Mana yang betul" tanya saya kepadanya. Diapun mencoba kalau dia itu tidak pernah punya akte yang saya maksud. Karena saya kasihan juga ini anak, maka saya hanya katakan kepadanya sebaiknya ikut KU 18 tahun saja karena umurnya sudah lewat. Kalau tidak tapi main di KU 16 tahun yang sebenarnya dia tidak berhak, maka akan kena hukuman. "Pilih mana?"
Akhirnya dia takut juga dan karena sudah datang jauh jauh dari Jakarta ke Magelang kemudian tidak main maka dia sms saya kalau main di KU 18 tahun.
Selasa, 10 Januari 2012
Awal Tahun Terima ancaman
Jakarta, 9 Januari 2012. Hari Senin 8 januari 2011 saya terima SMS dari rekan di Bandung. Isinya cukup mengkagetkan karena diluar dugaan. Intinya adalah melarang saya selenggarakan satu penataran pelatih yang sudah 2 tahun saya selenggarakan di Jakarta.
Ini baru kejutan karena tidak sesuai dengan keinginan semua pihak. Tapi karena ini wewenang dari salah satu badan di PP Pelti maka saya bisa terimanya.
Banyak pihak merasa cara itu tidak benar karena selama ini badan yang dipimpinnya itu tidak lakukan kegiatan penataran pelatih tersebut sedangkan saya setiap tahun sudah selenggarakan penataran tersebut. Pernah juga dua tahu lalu saya melihat mereka lakukan penataran di Jakarta dengan mendapatkan sponsor tetapi yang mengikutinya tidak banyak bahkan setengah dari apa yag saya kerjakan dimana saya bisa menolak pendaftar yang terlambat mendaftar. Bisa dibayangkan bisa menolak pesertanya.
Tapi yang hebatnya setelah saya balas SMS tesebut dengan menyampaikan kalau sudah saya promosikan dan sudah ada yang mendaftar, maka dijawabnya tidak boleh. Kemudian lebih gila lagi saya terima telpon dimana ada ancaman kepada saya kalau tetap saya laksanakan. Tetapi karena saya ingat ini tahun akhir dari kepengurusan PP Pelti (tepatnya Nopember 2012) maka saya ikuti saja apa keinginan Ketua Umum PP Pelti agar kita tidak ribut ribut. Jadi lebih baik mengalah saja.
Ada beberapa alasan yang diberikan kepada saya dalam percakapan telpon disebutkan saya tidak pernah buat surat permintaan selama ini kalau mau buat penataran tersbut. Waduh, ini kesalahan besar kalau betul saya tidak pernah buat surat. Karena selama inis aya tetap melalui prosedur resmi, mengajukan permintaan penataran tersebut dan bahkan dijawab dengan sebutkan nama Tutornya. Apa perlu dibantah, saya kira tidak perlu.
Tetapi kalau saya ingat ancaman tersebut hati saya panas juga karena saya tahu banyak kelemahan atau kecurangan dia selama ini. "Biarkan sajalah."
Saya teringat lagi sewaktu malam apresiasi tenis Indonesia , sempat ketemu dan dia diserang oleh rekan saya yang mengatakan seharusnya dia itu berterima kasih karena saya buat tanpa minta uang sepeserpun dari dia. Kenapa saya diwajibkan harus bayar yang besarnya cukup lumayan yaitu Rp. 3 juta. Dengan alasan beaya fotocopy satu buku terjemahan seharga Rp. 100 ribu. Saya berpikir dia yangbikin fotocopynya dan saya terima beres, ternyata terbalik dimana saya yang gandakan materi tersebut dan saya harus bayar lagi. Ini memang edan. Tapi bergitulah kalau bepikiran selaku PENGUASA...
Ada sedikit atau banyak hardfeeling kepada saya karena saya menungak bayarRp 3 juta kepada nya selama beberapa bulan. Setelah SEA Games baru saya lunasin karena ternyata dia tidak mau keluarkan seritifikat bagi yang lulus karena saya menunggak. Ha ha ha....
Ini baru kejutan karena tidak sesuai dengan keinginan semua pihak. Tapi karena ini wewenang dari salah satu badan di PP Pelti maka saya bisa terimanya.
Banyak pihak merasa cara itu tidak benar karena selama ini badan yang dipimpinnya itu tidak lakukan kegiatan penataran pelatih tersebut sedangkan saya setiap tahun sudah selenggarakan penataran tersebut. Pernah juga dua tahu lalu saya melihat mereka lakukan penataran di Jakarta dengan mendapatkan sponsor tetapi yang mengikutinya tidak banyak bahkan setengah dari apa yag saya kerjakan dimana saya bisa menolak pendaftar yang terlambat mendaftar. Bisa dibayangkan bisa menolak pesertanya.
Tapi yang hebatnya setelah saya balas SMS tesebut dengan menyampaikan kalau sudah saya promosikan dan sudah ada yang mendaftar, maka dijawabnya tidak boleh. Kemudian lebih gila lagi saya terima telpon dimana ada ancaman kepada saya kalau tetap saya laksanakan. Tetapi karena saya ingat ini tahun akhir dari kepengurusan PP Pelti (tepatnya Nopember 2012) maka saya ikuti saja apa keinginan Ketua Umum PP Pelti agar kita tidak ribut ribut. Jadi lebih baik mengalah saja.
Ada beberapa alasan yang diberikan kepada saya dalam percakapan telpon disebutkan saya tidak pernah buat surat permintaan selama ini kalau mau buat penataran tersbut. Waduh, ini kesalahan besar kalau betul saya tidak pernah buat surat. Karena selama inis aya tetap melalui prosedur resmi, mengajukan permintaan penataran tersebut dan bahkan dijawab dengan sebutkan nama Tutornya. Apa perlu dibantah, saya kira tidak perlu.
Tetapi kalau saya ingat ancaman tersebut hati saya panas juga karena saya tahu banyak kelemahan atau kecurangan dia selama ini. "Biarkan sajalah."
Saya teringat lagi sewaktu malam apresiasi tenis Indonesia , sempat ketemu dan dia diserang oleh rekan saya yang mengatakan seharusnya dia itu berterima kasih karena saya buat tanpa minta uang sepeserpun dari dia. Kenapa saya diwajibkan harus bayar yang besarnya cukup lumayan yaitu Rp. 3 juta. Dengan alasan beaya fotocopy satu buku terjemahan seharga Rp. 100 ribu. Saya berpikir dia yangbikin fotocopynya dan saya terima beres, ternyata terbalik dimana saya yang gandakan materi tersebut dan saya harus bayar lagi. Ini memang edan. Tapi bergitulah kalau bepikiran selaku PENGUASA...
Ada sedikit atau banyak hardfeeling kepada saya karena saya menungak bayarRp 3 juta kepada nya selama beberapa bulan. Setelah SEA Games baru saya lunasin karena ternyata dia tidak mau keluarkan seritifikat bagi yang lulus karena saya menunggak. Ha ha ha....
Senin, 09 Januari 2012
Jalan jalan ke Magelang
Jakarta, 9 Januari 2012. Ketika berkunjung ke Magelang kemarin (8 /01) atas inisiatip sendiri saya menyempatkan diri melihat suasana persiapan turnamen New Armada di Magelng. Sayapun berniat melihat sendiri kendala kendala yang akan dialami penyelenggara sehubungan dengan keinginan PP Pelti menertibkan penyelenggara Turnamen didalam menjalankan ketentuan TDP yang dibuat sendiri. Salah satu masalah yang sedang hangat adalah masalah Kartu Tanda Anggota (KTA) Pelti yang sudah jelas merupakan persyaratan peserta Turnamen Diakui Pelti. Ketentuan ini sudah lama dberlakukan tetapi dalam perjalanannya tidak diperhatikan oleh pelaksana Turnamen termasuk petugas yang ditunjuk oleh PP Pelti yaitu Referee.
Sewaktu berada di Magelang di lapangan indoor New Armada saya menyempatkan diri berbincang dengan Referee masalah KTA yang harus dimiliki oleh peserta Turnamen. Hal ini sebelumnya sudah saya sebar luaskan kepada petugas Referee melalui IT.
Yang saya kaget jawaban dari petugas Referee yang ditunjuk oleh PP Pelti ketika saya beritahukan bahwa PP Pelti tidak main main lagi karena tahun 2012 akan ditertibkan turnamen turnamen yang tidak jalankan ketentuan TDP tersebut. Jawaban yang diberikan kesannya sangat sulit dijalankan. Saya melihat hal ini merupakan kendala aturan bisa berjalan bukan datang dari pihak luar tetapi dari pihak petugas yang ditunjuk oleh PP Pelti sendiri. Ini yang harus diamankan. Langsung saya katakan kepadanya, jika tidak dijalankan maka yang akan ditindak petugas Refereenya. Dengan nada yang agak keras. Tetapi saya harus beri contoh kepada mereka cara memecahkan masalahnya.
Saya sudah siap dengan blanko Formulir Kartu Tanda Anggota Pelti dan juga nomor KTA Pelti sehingga saat itu juga yang belum punya KTA bisa diurus dan boleh ikut pertandingan. Ternyata saya bisa kumpulkan 50 peserta baru untuk buat KTA Pelti.
Padahal persyaratannya cukup ringan yaitu isi formulir KTA dan bawa fotocopy Akte Kelahiran dan pasfoto.
Kebetulan ada satu peserta yang mendaftarkan atau sign-in untuk petenis dari Purwokerto yang belum hadir tetapi sudah membayar. " Ini anaknya masih di Purwokerto Pa. Saya tidak bawa fotocopy Akte Kelahiran dan pasfotonya." ujarnya seolah olah minta kebijaksanaan saya agar bisa ikut serta. Tapi kalau seperti ini dibiarkan maka tidak akan tuntas permasalahannya. Langsung saya sampaikan saat ini bahwa tidak ada halangan masalah komunikasi. " Biarpun dia dari Papua bisa kirim dengan fax fotocopy akte tersebut dan pasfoto kirim dengan email, langsung sampai. Apa masalahnya lagi? Kalau tidak maka tidak bisa ikut walaupun sudah bayar entry fee."
Begitu juga ada yang katakan anaknya ada dhotel, maka sayapun suruh hara dilengkapi persyaratan peserta tersebut. Sayapun sampaikan kepada salah satu panitia masalah ini sudah merupakan keharusan penyelenggara menjalankan aturan yang sudah baku.
Saya sendiri datang dari jam 12.00 sampai jam 18.00 duduk membantu masalah KTA tersebut dan setelah itu kembali ke Jogjakarta karena besok pagi2 jam 06.10 sudah kembali ke Jakarta. Banyak juga rekan2 kaget cepat sekali kembali ke Jakarta. Ada yang bertanya, untuk apa saya datang." Untuk jalan jalan saja ke Magelang."
Sewaktu berada di Magelang di lapangan indoor New Armada saya menyempatkan diri berbincang dengan Referee masalah KTA yang harus dimiliki oleh peserta Turnamen. Hal ini sebelumnya sudah saya sebar luaskan kepada petugas Referee melalui IT.
Yang saya kaget jawaban dari petugas Referee yang ditunjuk oleh PP Pelti ketika saya beritahukan bahwa PP Pelti tidak main main lagi karena tahun 2012 akan ditertibkan turnamen turnamen yang tidak jalankan ketentuan TDP tersebut. Jawaban yang diberikan kesannya sangat sulit dijalankan. Saya melihat hal ini merupakan kendala aturan bisa berjalan bukan datang dari pihak luar tetapi dari pihak petugas yang ditunjuk oleh PP Pelti sendiri. Ini yang harus diamankan. Langsung saya katakan kepadanya, jika tidak dijalankan maka yang akan ditindak petugas Refereenya. Dengan nada yang agak keras. Tetapi saya harus beri contoh kepada mereka cara memecahkan masalahnya.
Saya sudah siap dengan blanko Formulir Kartu Tanda Anggota Pelti dan juga nomor KTA Pelti sehingga saat itu juga yang belum punya KTA bisa diurus dan boleh ikut pertandingan. Ternyata saya bisa kumpulkan 50 peserta baru untuk buat KTA Pelti.
Padahal persyaratannya cukup ringan yaitu isi formulir KTA dan bawa fotocopy Akte Kelahiran dan pasfoto.
Kebetulan ada satu peserta yang mendaftarkan atau sign-in untuk petenis dari Purwokerto yang belum hadir tetapi sudah membayar. " Ini anaknya masih di Purwokerto Pa. Saya tidak bawa fotocopy Akte Kelahiran dan pasfotonya." ujarnya seolah olah minta kebijaksanaan saya agar bisa ikut serta. Tapi kalau seperti ini dibiarkan maka tidak akan tuntas permasalahannya. Langsung saya sampaikan saat ini bahwa tidak ada halangan masalah komunikasi. " Biarpun dia dari Papua bisa kirim dengan fax fotocopy akte tersebut dan pasfoto kirim dengan email, langsung sampai. Apa masalahnya lagi? Kalau tidak maka tidak bisa ikut walaupun sudah bayar entry fee."
Begitu juga ada yang katakan anaknya ada dhotel, maka sayapun suruh hara dilengkapi persyaratan peserta tersebut. Sayapun sampaikan kepada salah satu panitia masalah ini sudah merupakan keharusan penyelenggara menjalankan aturan yang sudah baku.
Saya sendiri datang dari jam 12.00 sampai jam 18.00 duduk membantu masalah KTA tersebut dan setelah itu kembali ke Jogjakarta karena besok pagi2 jam 06.10 sudah kembali ke Jakarta. Banyak juga rekan2 kaget cepat sekali kembali ke Jakarta. Ada yang bertanya, untuk apa saya datang." Untuk jalan jalan saja ke Magelang."
Sabtu, 07 Januari 2012
"Targetnya ikut seleksi atau prestasi "
Jakarta, 7 Januari 2012. Seringkali mendengar ketidak puasan orangtua atas keputusan Pelti dalam memilih atlet yang ikut seleksi nasional yunior. Dan biasanya yang suka ribut adalah orangtua yang anaknya di peringkat diatas 8 besar karena selama ini biasanya dipilih seleksi nasional 8 atau 10 atlet.
Baru baru ini ada atlet yang anaknya waktu itu di PNP bulan Nopember 2011 di peringkat 5 KU 14 tahun. Karena merasa aman maka turnamen selanjutnya ikut di KU 16 tahun. Dan hasilnya di KU 16 tahun kurang berhasil maka peringkat di KU 16 tahun tidak ada artinya. Dan lucunya sewaktu diumumkan peringkat Desember 2011 anak tersebut turun bukan di nomor 5 lagi.
"Kalau saya tahu saya mainkan dikelompok 14 tahun saja biar perinkatnya bisa bertahan." ujarnya. Alasannya waktu itu ikut dikelompok umur diatasnya adalah untuk prestasi.
Sayapun sering ditanya orangtua masalah seperti ini. Dan sayapun sering katakan jika kejar prestasi maka matangkan dulu dikelompok umurnya dulu. Jika belum pernah jadi juara jangan dulu naik kekelompok diatasnya.
Nah, kalau targetnya adalah ikut seleksi ditahun berikutnya maka orangtua atau seharusnya pelatih yang lakukan. Maka matangkan dulu dikelompok umurnya sampai jadi nomor satu, baru kedudukan aman. Untuk kejar prestasi bisa diselang seling ikut kelompok umurnya. Tergantung kategori turnamennya. Kalau sudah sanggup juara diturnamen yang kategorinya tinggi maka so pasti peringkatnya anak diatas sekali atau nomor satu Setelah itu baru ikuti kelompok umur diatasnya untuk turnamen yang kelasnya masih rendah. Tetapi yang saya sering dengar orangtua membanggakan kalau anaknya bisa sampai semifinal doang, bukannya seharusnya banggakan keluar sebagai juara. Itu baru juara sejati.
Sewaktu ada orangtua yang sampaikan masalah itu maka saya berkesimpulan kalau orangtua tersebut belum mempunyai strategi menghadapi targetnya sendiri. Tapi ada juga orangtua yang anaknya dipilih dikelompok umurnya menolak karena sudah menganggap bisa berprestasi dikelompok umur diatasnya, dan ini dibuktikan. Nah seperti ini yang kita cari.
Baru baru ini ada atlet yang anaknya waktu itu di PNP bulan Nopember 2011 di peringkat 5 KU 14 tahun. Karena merasa aman maka turnamen selanjutnya ikut di KU 16 tahun. Dan hasilnya di KU 16 tahun kurang berhasil maka peringkat di KU 16 tahun tidak ada artinya. Dan lucunya sewaktu diumumkan peringkat Desember 2011 anak tersebut turun bukan di nomor 5 lagi.
"Kalau saya tahu saya mainkan dikelompok 14 tahun saja biar perinkatnya bisa bertahan." ujarnya. Alasannya waktu itu ikut dikelompok umur diatasnya adalah untuk prestasi.
Sayapun sering ditanya orangtua masalah seperti ini. Dan sayapun sering katakan jika kejar prestasi maka matangkan dulu dikelompok umurnya dulu. Jika belum pernah jadi juara jangan dulu naik kekelompok diatasnya.
Nah, kalau targetnya adalah ikut seleksi ditahun berikutnya maka orangtua atau seharusnya pelatih yang lakukan. Maka matangkan dulu dikelompok umurnya sampai jadi nomor satu, baru kedudukan aman. Untuk kejar prestasi bisa diselang seling ikut kelompok umurnya. Tergantung kategori turnamennya. Kalau sudah sanggup juara diturnamen yang kategorinya tinggi maka so pasti peringkatnya anak diatas sekali atau nomor satu Setelah itu baru ikuti kelompok umur diatasnya untuk turnamen yang kelasnya masih rendah. Tetapi yang saya sering dengar orangtua membanggakan kalau anaknya bisa sampai semifinal doang, bukannya seharusnya banggakan keluar sebagai juara. Itu baru juara sejati.
Sewaktu ada orangtua yang sampaikan masalah itu maka saya berkesimpulan kalau orangtua tersebut belum mempunyai strategi menghadapi targetnya sendiri. Tapi ada juga orangtua yang anaknya dipilih dikelompok umurnya menolak karena sudah menganggap bisa berprestasi dikelompok umur diatasnya, dan ini dibuktikan. Nah seperti ini yang kita cari.
"Kalau mau jadi Nomor Satu"
Jakarta, 7 Januari 2012. "Kalau mau terpilih jadilah nomor satu" ujar mantan petenis nomor satu Indonesia Andrian Raturandang ketika mendengar dan melihat ada orangtua petenis yang sedikit bersitegang dengan rekan penangggung jawab seleknas yunior Christian Budiman. Memang pagi itu rekan saya ini mendapat tamu orangtua dan juga pelatih kekantor Pelti di senayan. Melihat suasana agak tegang sayapun langsung mengajak mereka untuk berbincang didalam ruangan rapat karena akan mengganggu kerja karyawan PP Pelti. Padahal pengumuman nominasi seleknas belum diedarkan tetapi entah bagaimana orangtua dan pelatih ini kebetulan datang kesekretariat melihat kesibukan rekan saya dan melihat daftar nama yang mau dipilih ikut seleksi.
Selama ini sering terjadi suasana tidak sedap akibat rencana seleksi nasional yunior yang terjadi setiap tahun dibulan Januari. Tetapi semua itu akhirnya tidak berlanjut karena seleksi berjalan seperti biasa. Memang selama ini pengamatan saya yang selalu ribut orangtua dari petenis yang masuk dalam urutan diatas 9. Tetapi tanpa disadari juga kalau nantinya hanya 3 yang dipilih.
Mendengar apa yang disampaikan oleh Andrian itu sangat betul, karena kalau petenis masih dinomor tiga atau empat dan apalagi diatas nomor 8 maka kemungkinan terpilih sangat kecil. Jadi menjadi nomor satu itu yang paling betul. Tidak pernah terjadi yang peringkat nomor satu tidak terpilih waktu seleknas.
Sayapun teringat apa yang pernah terjadi dengan Andrian Raturandang sewaktu belum masuk tim Davis Cup Indonesia. Waktu itu masa Ketua Umum PB Pelti Tanri Abeng, kebetulan saya duduk sebagai wakil ketua bidang luar negeri PB Pelti, ikut rapat PB Pelti. Hadir semua pengurus harian. Saat itu dibicarakan pemilihan tim nasional untuk dipersiapkan dalam tim Davis Cup Indonesia. Akan dilaksanakan seleksi nasional. Saya hanya mendengar ada yang Pro dan ada juga yang KONTRA. Ini sangat lumrah sekali.
Saat itu saya duduk disamping Ketua Bidang Pembinaan Senior Sujiono Timan.
"Ini ada om nya Andrian." ujarnya sambil menunjuk saya disampingnya. " Menurut you bagaimana ? " ujarnya. Saat itu saya tidak berpihak kepada keponakan sendiri yang seharusnya saya lakukan sebagai pamannya. " Kalau Andrian layak masuk harap diterima tetapi jika dianggap tidak layak jangan diterima." ujar saya didepan pengurus teras Pelti saat itu.
Ketika hal itu saya kemukakan kepada ayahnya Andrian yang juga adik kandung saya, maka adik saya jadi marah. " Kamu tidak tolong saudara sendiri." ujarnya. Tetapi saya dengan enteng katakan kepadanya. " Tunjukkan dulu jadi nomor satu, jangan harapkan fasilitas dari saya." jawaban saya saat itu.
Setelah itu Andrian harus berjuang dengan kekuatan sendiri sehingga bisa masuk tim Davis Cup.
Kemudian saya mendengar dari orangtua atlet tersebut yang masih bersitegang dengan rekan saya di Pelti. "Saya jamin jika anak saya ikut seleknas bisa nomor tiga. kalau tidak saya mundur dari tenis." ujarnya dengan sedikit emosi karena dia juga berprofesi sebagai pelatih. Mendengar ungkapannya, sayapun dalam hati mengatakan siapa yang bisa menjamin kecuali Tuhan. Nah, kalau gagal maka apa dia konsukuen mundur dari tenis? Tentunya pertenisan kita juga rugi dong. "Kok bangga ya katakan masuk nomor 3, seharusnya katakan nomor satu lah"
Selama ini sering terjadi suasana tidak sedap akibat rencana seleksi nasional yunior yang terjadi setiap tahun dibulan Januari. Tetapi semua itu akhirnya tidak berlanjut karena seleksi berjalan seperti biasa. Memang selama ini pengamatan saya yang selalu ribut orangtua dari petenis yang masuk dalam urutan diatas 9. Tetapi tanpa disadari juga kalau nantinya hanya 3 yang dipilih.
Mendengar apa yang disampaikan oleh Andrian itu sangat betul, karena kalau petenis masih dinomor tiga atau empat dan apalagi diatas nomor 8 maka kemungkinan terpilih sangat kecil. Jadi menjadi nomor satu itu yang paling betul. Tidak pernah terjadi yang peringkat nomor satu tidak terpilih waktu seleknas.
Sayapun teringat apa yang pernah terjadi dengan Andrian Raturandang sewaktu belum masuk tim Davis Cup Indonesia. Waktu itu masa Ketua Umum PB Pelti Tanri Abeng, kebetulan saya duduk sebagai wakil ketua bidang luar negeri PB Pelti, ikut rapat PB Pelti. Hadir semua pengurus harian. Saat itu dibicarakan pemilihan tim nasional untuk dipersiapkan dalam tim Davis Cup Indonesia. Akan dilaksanakan seleksi nasional. Saya hanya mendengar ada yang Pro dan ada juga yang KONTRA. Ini sangat lumrah sekali.
Saat itu saya duduk disamping Ketua Bidang Pembinaan Senior Sujiono Timan.
"Ini ada om nya Andrian." ujarnya sambil menunjuk saya disampingnya. " Menurut you bagaimana ? " ujarnya. Saat itu saya tidak berpihak kepada keponakan sendiri yang seharusnya saya lakukan sebagai pamannya. " Kalau Andrian layak masuk harap diterima tetapi jika dianggap tidak layak jangan diterima." ujar saya didepan pengurus teras Pelti saat itu.
Ketika hal itu saya kemukakan kepada ayahnya Andrian yang juga adik kandung saya, maka adik saya jadi marah. " Kamu tidak tolong saudara sendiri." ujarnya. Tetapi saya dengan enteng katakan kepadanya. " Tunjukkan dulu jadi nomor satu, jangan harapkan fasilitas dari saya." jawaban saya saat itu.
Setelah itu Andrian harus berjuang dengan kekuatan sendiri sehingga bisa masuk tim Davis Cup.
Kemudian saya mendengar dari orangtua atlet tersebut yang masih bersitegang dengan rekan saya di Pelti. "Saya jamin jika anak saya ikut seleknas bisa nomor tiga. kalau tidak saya mundur dari tenis." ujarnya dengan sedikit emosi karena dia juga berprofesi sebagai pelatih. Mendengar ungkapannya, sayapun dalam hati mengatakan siapa yang bisa menjamin kecuali Tuhan. Nah, kalau gagal maka apa dia konsukuen mundur dari tenis? Tentunya pertenisan kita juga rugi dong. "Kok bangga ya katakan masuk nomor 3, seharusnya katakan nomor satu lah"
Kamis, 05 Januari 2012
Timbul kesan PNP itu Peringkat RemajaTenis
RemajaTenis, 5 Januari 2012. Keluhan lainnya adalah muncul ada kesan Peringkat Nasional Pelti atau PNP itu adalah peringkatnya RemajaTenis. Ini disampaikan rekan salah satu wakil ketua diinduk organisasi Pelti. Masalah ini sebenarnya sudah lama juga saya terima dari masyarakat yang secara tidak langsung disampaikan kepada saya. Mungkin segan menyampaikannya sehingga ada keseganan memberikan masukan kepada saya langsung.
Langsung saya katakan, kalau itu wajar wajar saja kesan tersebut muncul. Karena perubahan cara perhitungan PNP dilakukan mulai awal tahun 2011 dibandingkan PNP tahun 2010. Bedanya adalah PNP sebelumnya itu ada 2 macam yaitu PNP Tunggal dan PNP Ganda. Sekarang meniru cara ITF sebagai induk organisasi tenis dunia, hanya ada satu peringkat yaitu hasil kombinasi hasil Tunggal dan Ganda. Tapi perhitungannya diganda tidak 100 % , dihitungnya 25 % saja. Jadi misalnya disuatu TDP dimana sebagai juara dihitung poin 100 maka untuk juara ganda dihitungnya 25. Dan akan ditambah dengan hasil dipertandingan tunggal maka didapatkan angka tersebut yang menentukan angka totalnya.
Dan karena baru dimulai cara baru, maka semua hasil sebelumnya (th 2010) itu dihapus artinya mulai dari NOL. Disinilah masalah tersebut muncul.
Kenapa bisa terjadi kesan tersebut, bagi saya tidak heran karena jumlah turnamen tahun 2010 kelompok yunior ada 30 TDP sedangkan TDP RemajaTenis ada 18 kali maka tidaklah heran dengan share lebih dari 50 % TDP yang ada maka muncullah kesan tersebut. Bisa dibayangkan setiap bulan ada RemajaTenis, maka akan masuklah hasil turnamen tersebut. Apakah ini jadi masalah sebenarnya ?
Besar kecilnya angka di PNP ditentukan oleh Kategori TDP yang diberikan oleh PP Pelti. Sebagai TDP baru maka kategorinya paling rendah yaitu J-6. Kenaikan kategori itu nantinya setelah tahun berikutnya bisa dilakukan setelah dievaluasi hasilnya dengan melihat kualitas pesertanya. Nah, memang ada petenis yang mau ikut turnamen karena kategorinya lebih tinggi sehingga bisa dapatkan poin PNP lebih besar asal prestasinya bagus. Tapi kalau hanya sebagai 1st round looser akibat kemampuan prestasi masih rendah maka hasilnya juga tidak memadai.
Langsung saya katakan, kalau itu wajar wajar saja kesan tersebut muncul. Karena perubahan cara perhitungan PNP dilakukan mulai awal tahun 2011 dibandingkan PNP tahun 2010. Bedanya adalah PNP sebelumnya itu ada 2 macam yaitu PNP Tunggal dan PNP Ganda. Sekarang meniru cara ITF sebagai induk organisasi tenis dunia, hanya ada satu peringkat yaitu hasil kombinasi hasil Tunggal dan Ganda. Tapi perhitungannya diganda tidak 100 % , dihitungnya 25 % saja. Jadi misalnya disuatu TDP dimana sebagai juara dihitung poin 100 maka untuk juara ganda dihitungnya 25. Dan akan ditambah dengan hasil dipertandingan tunggal maka didapatkan angka tersebut yang menentukan angka totalnya.
Dan karena baru dimulai cara baru, maka semua hasil sebelumnya (th 2010) itu dihapus artinya mulai dari NOL. Disinilah masalah tersebut muncul.
Kenapa bisa terjadi kesan tersebut, bagi saya tidak heran karena jumlah turnamen tahun 2010 kelompok yunior ada 30 TDP sedangkan TDP RemajaTenis ada 18 kali maka tidaklah heran dengan share lebih dari 50 % TDP yang ada maka muncullah kesan tersebut. Bisa dibayangkan setiap bulan ada RemajaTenis, maka akan masuklah hasil turnamen tersebut. Apakah ini jadi masalah sebenarnya ?
Besar kecilnya angka di PNP ditentukan oleh Kategori TDP yang diberikan oleh PP Pelti. Sebagai TDP baru maka kategorinya paling rendah yaitu J-6. Kenaikan kategori itu nantinya setelah tahun berikutnya bisa dilakukan setelah dievaluasi hasilnya dengan melihat kualitas pesertanya. Nah, memang ada petenis yang mau ikut turnamen karena kategorinya lebih tinggi sehingga bisa dapatkan poin PNP lebih besar asal prestasinya bagus. Tapi kalau hanya sebagai 1st round looser akibat kemampuan prestasi masih rendah maka hasilnya juga tidak memadai.
Pro Kontra RemajaTenis diawal tahun 2012
Jakarta, 5 Januari 2012. Pro dan kontra keberadaan turnamen RemajaTenis sudah bukan barang langka lagi bagi saya. Tetapi yang pro keberadaan RemajaTenis masih lebih banyak karena turnamen adalah salah satu kebutuhan petenis umumnya. Bagi yang kontra menurut saya hanya didasari oleh kecemburuan saja. Tapi dampak lain adalah kecemburuan terhadap tim RemajaTenis juga sudah mulai terlihat. Bisa dibayangkan saja tahun 2011 RemajaTenis bisa diselenggarakan 18 kali dan ditambah 2 turnamen diawaki oleh tim RemajaTenis. Mulai dari perwasitan termasuk referee nya sekalian.
Memang tim RemajaTenis di bentuk agar bisa kompak dan sesuai dengan visi dan misi RemajaTenis sendiri. Kalau setiap pelaksana gonta ganti awaknya maka tentunya tidak bisa mengikuti visi dan misi RemajaTenis yang diciptakan seefisien dan se efektip mungkin. Ini yang perlu diketahui.
Saya pernah mengeluh betapa capeknya mendidik tim RemajaTenis yang masih belum sepenuhnya bisa mengikuti pola saya yang saya pakai berdasarkan pengamatan saya disetiap pelaksanaan turnamen khususnya yunior. Kemudian disambut dengan ungkapan sebaiknya saya mencoba gunakan juga rekan lainnya sehingga bisa membedakan mana yang lebih bagus. Idea ini betul juga tetapi karena saya berkeinginan tim yang ada ini dibenahi dulu kemudian kita gunakan tenaga lainnya disuatu saat dimana saya masih berkeinginan diwaktu yang sama bisa selenggarakan di 2-3 tempat atau kota berbeda.
Kenapa sulit mendidik mereka karena sepengetahuan saya mereka ini sudah cukup berpengalaman. Justru berpengalaman nini susah diuabh pola pikirnya. Merubaha kebiasaan lama sangat membutuhkan waktu, tetapi tekad saya tetap harus bisa walaupun harus sedikit keras atau sedikit tekanan agar mereka mengerti.
Hari ini saya bertemu salah satu rekan di PP Pelti, disampaikan masalah keberadaan RemajaTenis yang dikatakan bertabrakan dengan turnamen New Armada. Sebenarnya dikatakan bertabrakan juga tidak karena RemajaTenis tanggal 6-8 Januari 2012 sedangkan New Armada di Magelang 9-15 Januari 2012. Hal ini dikatakan berdasarkan masukan dari masyarakat tenis yang kecewa dengan RemajaTenis yang dikatakan dibentrokan dengan New Armada. Ya, karena ini anggapan orang lain, maka bagi saya bukan masalah karena tujuan saya buat turnamen untuk beri kesempatan kepada petenis yang mau ikut. Nah, disini suatu saat atlet harus memilih sesuai kemampuan dan targetnya.
Bahkan disampaikan seharusnya PP Pelti bisa mengatur jadwal turnamen sebaiknya dan jangan dibentrokkan dengan turnamen lainnya, apalagi saya selaku satu petinggi Pelti.
Bagi saya jika memang Pelti tidak setuju dan mau menerima prinsip tersebut bagi saya bukan masalah. Karena saya punya pikiran disuatu saat dalam minggu yang sama akan bisa terjadi beberapa turnamen dengan tempat yang berbeda. Apalagi Indonesia ini ada 33 provinsi.
Jika buat turnamen disuatu kota, tujuan awalnya untuk petenis kota tersebut. Itu prioritasnya. Andaikan ada petenis luar kota tersebut yang mau ikut ya bisa saja , namanya Open Tournament atau Turnamen Diakui Pelti. Begitulah pandangan saya terhadap permasalahan turnamen. Justru saya sangat aktip promosikan disetiap kota adakan turnamen sehingga banyak keuntungan bagi petenis kota tersebut. Daripada keluar kota berapa beaya yang akan dikeluarkan. Jadi bisa lebih irit.
Harus saya akui tidak semua pihak bisa menerima pandangan seperti itu karena memakai kaca mata berbeda. Termasuk didalam kepengurusan Pelti baik tingkat pusat sekalipun.
Senin, 02 Januari 2012
Masalah KTA Pelti di TDP Nasional
Jakarta, 2 Januari 2012. Ada satu masalah yang sudah lama saya ketahui, yaitu masalah Kartu Tanda Anggota Pelti yang sudah dibuat aturannya disetiap turnamen nasional (TDP) pesertanya harus memiliki KTA Pelti. Ketentuan ini sudah lama ada, tetapi dalam pelaksanaannya sendiri belum selancar seperti yang dikehendaki PP Pelti.
Saya menyadari sekali boleh dikatakan tidak semua pelaksana TDP maupun penanggung jawab TDP (Referee) yang peduli masalah ini. Bukan berati mereka tidak tahu ketentuan ini, tetapi terus terang cukup merepotkan kalau mau mencek setiap pendaftar. Kalau melihat turnamen internasional begitu mudahnya Referee memeriksa IPIN setiap peserta. Karena jumlah peserta TDP Internasional lebih sedikit dibandingkan dengan TDP Nasional yang memiliki Kelompok Umur mulai dari 10 tahun, 12 tahun, 14 tahun, 16 tahun dan 18 tahun.
Awalnya saya sendiri mencoba di turnamen RemajaTenis mulai dari pendaftaran di tik dalam form tersenndiri kemudian cek KTAnya. Satu dua turnamen bisa dijalankan tetapi selanjutnya capek.
Saya melihat atau mengamati dari pelaksana TDP RemajaTenis paling banyak menjaring atlet memiliki KTA Pelti, mulai dari sediakan formulirnya disebar luaskan ke setiap turnamen mulai dari Medan, Palembang, Pontianak, Banjarmasin, Palu, Manado, Suranaya, Solo, Bandung dan Jakarta.
Perkiraan saya dari 4.000 KTA yang ada sekitar seribuan hasil jaringan RemajaTenis.
Untuk 2012, sudah disepakati oleh PP Pelti agar mengontrol hasil kerja Referee untuk menjalankan aturan KTA Pelti. Jika tidak punya maka tidak berhak ikut TDP Nasional.
Sayapun membantu dengan edarkan SMS baik ke masyarakat tenis maupun pelaku pelaku turnamen. Memang keluhan selama ini, banyak yang sudah mengisi formulir KTA tetapi belum ada kabar beritanya.
Nah, sekarang tidak ada alasan tidak ada karena disitus Pelti (www.pelti.or.d) sudah dipublikasikan daftar pemilik KTA Pelti, dan formulir bisa dikirimkan dengan email.
Nah, ada keluhan yang mengatakan namanya tidak ada dalam daftar tersebut. Sayapun sudah pelajari masalah tersebut. Kenapa sampai tidak ada atau tidak diproses.
Yang pertama ada yang tidak menyertakan fotocopy akte kelahiran atau pasfotonya. Tetapi ada juga yang berikan alamat tidak lengkap, yaitu menyebutkan alamat rumah tetapi mengosongkan nama kotanya. Ada juga yang tanpa tanda tangan petenisnya.
Begitulah keadaan yang terjadi.
Pertanyaan berikut adalah bagaimana kalau anak yang baru pertama kali ikut TDP so pasti belum punya KTA Pelti. Sebenarnya masalah ini bukan masalah serius sekali. Penyelenggara masih berikan kesempatan asal membawa fotocopy akte kelahiran dan pasfoto dan langsung mengisi formulir (disediakan panpel). Tapi harus dicek dulu apakah sudah dilengkapi semua ketentuan tersebut. Disini kerja ekstra untuk mencek. Disini ada kelemahan manusia yang suka lupa membawa kelengkapan dari KTA tersebut maka mengharapkan bisa ikut bertanding tetapi ditolak. Maka dari itu jauh jauh hari segera mengurusnya, karena sekarang dalam sehari sudah dapat nomor KTAnya dulu, baru KTA Pelti secara fisik didapatkan menyusul.
Saya sendiri dalam persiapan pelaksanaan TDP Nas RemajaTenis tanggal 6-8 Januari 2012 di Kemayoran sudah mengedarkan SMS kepada masyarakat tenis tentang ketentuan ini. Banyak juga yang aktip mengurusnya dengan segera. Dampak lainnya juga terasa yaitu peserta berkurang karena sedikit malas mengurus KTA tersebut. Tapi tugas tetap tugas yang harus dijalankan semua pelaksana TDP. Dan untungnya PP Pelti akan kontrol kerja pelaksana TDP tersbut. Dan juga hasil kerja Referee jika tidak menjalankan tugasnya dengan baik maka akan kena sangsi oleh PP Pelti. Semoga sukses dan dapat dukungan dari masyarakat tenis.
Saya menyadari sekali boleh dikatakan tidak semua pelaksana TDP maupun penanggung jawab TDP (Referee) yang peduli masalah ini. Bukan berati mereka tidak tahu ketentuan ini, tetapi terus terang cukup merepotkan kalau mau mencek setiap pendaftar. Kalau melihat turnamen internasional begitu mudahnya Referee memeriksa IPIN setiap peserta. Karena jumlah peserta TDP Internasional lebih sedikit dibandingkan dengan TDP Nasional yang memiliki Kelompok Umur mulai dari 10 tahun, 12 tahun, 14 tahun, 16 tahun dan 18 tahun.
Awalnya saya sendiri mencoba di turnamen RemajaTenis mulai dari pendaftaran di tik dalam form tersenndiri kemudian cek KTAnya. Satu dua turnamen bisa dijalankan tetapi selanjutnya capek.
Saya melihat atau mengamati dari pelaksana TDP RemajaTenis paling banyak menjaring atlet memiliki KTA Pelti, mulai dari sediakan formulirnya disebar luaskan ke setiap turnamen mulai dari Medan, Palembang, Pontianak, Banjarmasin, Palu, Manado, Suranaya, Solo, Bandung dan Jakarta.
Perkiraan saya dari 4.000 KTA yang ada sekitar seribuan hasil jaringan RemajaTenis.
Untuk 2012, sudah disepakati oleh PP Pelti agar mengontrol hasil kerja Referee untuk menjalankan aturan KTA Pelti. Jika tidak punya maka tidak berhak ikut TDP Nasional.
Sayapun membantu dengan edarkan SMS baik ke masyarakat tenis maupun pelaku pelaku turnamen. Memang keluhan selama ini, banyak yang sudah mengisi formulir KTA tetapi belum ada kabar beritanya.
Nah, sekarang tidak ada alasan tidak ada karena disitus Pelti (www.pelti.or.d) sudah dipublikasikan daftar pemilik KTA Pelti, dan formulir bisa dikirimkan dengan email.
Nah, ada keluhan yang mengatakan namanya tidak ada dalam daftar tersebut. Sayapun sudah pelajari masalah tersebut. Kenapa sampai tidak ada atau tidak diproses.
Yang pertama ada yang tidak menyertakan fotocopy akte kelahiran atau pasfotonya. Tetapi ada juga yang berikan alamat tidak lengkap, yaitu menyebutkan alamat rumah tetapi mengosongkan nama kotanya. Ada juga yang tanpa tanda tangan petenisnya.
Begitulah keadaan yang terjadi.
Pertanyaan berikut adalah bagaimana kalau anak yang baru pertama kali ikut TDP so pasti belum punya KTA Pelti. Sebenarnya masalah ini bukan masalah serius sekali. Penyelenggara masih berikan kesempatan asal membawa fotocopy akte kelahiran dan pasfoto dan langsung mengisi formulir (disediakan panpel). Tapi harus dicek dulu apakah sudah dilengkapi semua ketentuan tersebut. Disini kerja ekstra untuk mencek. Disini ada kelemahan manusia yang suka lupa membawa kelengkapan dari KTA tersebut maka mengharapkan bisa ikut bertanding tetapi ditolak. Maka dari itu jauh jauh hari segera mengurusnya, karena sekarang dalam sehari sudah dapat nomor KTAnya dulu, baru KTA Pelti secara fisik didapatkan menyusul.
Saya sendiri dalam persiapan pelaksanaan TDP Nas RemajaTenis tanggal 6-8 Januari 2012 di Kemayoran sudah mengedarkan SMS kepada masyarakat tenis tentang ketentuan ini. Banyak juga yang aktip mengurusnya dengan segera. Dampak lainnya juga terasa yaitu peserta berkurang karena sedikit malas mengurus KTA tersebut. Tapi tugas tetap tugas yang harus dijalankan semua pelaksana TDP. Dan untungnya PP Pelti akan kontrol kerja pelaksana TDP tersbut. Dan juga hasil kerja Referee jika tidak menjalankan tugasnya dengan baik maka akan kena sangsi oleh PP Pelti. Semoga sukses dan dapat dukungan dari masyarakat tenis.
Bisa selamatkan Pra PON
Jakarta, 2 Januari 2012. Kalau saya ingat ingat kejadian di Palembang yang bagi saya cukup berkesan dari menyakitkan sampai menyenangkan juga ada. Sewaktu dipercayakan memegang Pra PON, saya dibantu juga rekan lainnya.
Saya tidak lupa kejadian sewaktu diadakan Technical Meeting sebelum pelaksanaan Pra PON, kalau tidak salah 2 Desember 2011.
Kejadian pertama adalah mendapatkan protes dari daerah (hanya 2 daerah) waktu itu. Yaitu masalah ketentuan Pra PON yang belum diterima oleh peserta asal Sulawesi Selatan dan juga didukung oleh Lampung.
Sayapun tidak mau kalah sewaktu muncul masalah ini. Saya sampaikan kalau ketentuannya sudah dikirimkan oleh PP Pelti kesetiap Pengprov Pelti. Dan yang datang ke Palembang untuk Pra PON so pasti hanyalah pelatih dan bukan key position disetiap Pengprov Pelti. Tapi saya tahu ada yang wakil sekretaris Pengprov. Tapi sepengetahuan saya masalah surat menyurat merupakan kelemahan Pelti didaerah karena ditujukan ke Sekretaris atau Ketuanya sehingga belum sempat atau tidak didistribusikan ke komite pembinaannya.
Ketika saya berikan contoh ketentuan yang saya pegang ternyata wakil Sulsel cukup jeli mengatakan tidak ada tanda tangan Ketua Umum PP pelti, artinya tidak sah. Waduh cilaka karena saya tidak bawa ketentuan yg sudah ada tanda tangan Ketua Umum PP Pelti. Saya sampaikan kalau saya sendiri kirim ketentuan tersebut melalui email.
Untung utusan dari Bali, Chandra Widhiarta memegang ketentuan tersebut yang sudah ada tanda tangan Ketua Umum PP Pelti. Lega hati saya waktu itu. " Robek saja yang belum ada tanda tangan Ketua Umum PP Pelti." ujar saya makin keras.
Kejadian kedua atau masalah kedua, sewaktu utusan dari Sulawesi Selatan minta kesepakatan agar setiap peserta Pra PON menunjukkan Kartu Tanda Anggota Pelti yang merupakan persyaratan peserta dalam ketentuan TDP Nasional.
Hal ini didukung juga oleh Lampung dimana kedua daerah tersebut menyatakan membawa KTA Peltinya. Melihat hal ini saya harus selamatkan Pra PON agar keinginan kedua daerah tersebut yang bisa membatalkan Pra PON tidak dipenuhi. Kenapa bisa saya katakan batal, karena saya yakin sekali tidak semua atlet membawa Kartu Tanda Anggota Pelti tersebut. Saya sendiri tidak bawa. Tapi saya hafal nomor KTA Pelti saya yaitu No. 003/08. Bahkan dikatakan saya jangan otoriter karena keberadaan PP Pelti karena ada Pengprov Pelti. Apa urusannya seperti ini, karena ini hanya masalah ketentuan pertandingan kok sudah ngelantur. Tapi tidak saya layani, karena bisa debat kusir saja.
Saya coba alihkan perhatian mereka yang kurang menguasai tentang ketentuan pertandingan sesuai keyakinan saya , karena walaupun melibatkan diri di pertenisan baik itu pelatih apalagi pengurus belum tentu mereka menguasai peraturan tenis.
Ada yang berpendapat harus membawa atau membuktikan KTA Pelti disetiap pertandingan, termasuk rekan pengurus sendiri berpendapat demikian, Disini saya beda pendapat. Karena sepengetahuan saya diturnamen ITF sendiri memang diwajibkan memiliki IPIN (International Players Identification Number) yang semacam dengan KTA tersebut. Tetapi tidak perlu menunjukkan kartunya , cukup sebutkan nomornya saja. Begitu juga di KTA Pelti.
Karena dalam technical meeting kedua daerah ini ngotot minta disepakati oleh forum rapat agar setiap peserta harus bisa menunjukkan KTAnya.
Saya langsung ambil alih selaku pimpinan rapat, dengan minta kepada mereka untuk kembali kepada aturan. Karena setiap turnamen mempunyai aturan yang bisa berbeda.Dan sayapun minta mereka mencari klausul dari ketentuan Pra PON tersebut yang menyatakan harus membawa KTA Pelti. Memang tidak ada, sehingga saya anggap tidak perlu diperlihatkan. Merekapun terdiam dan mengakui tidak ada klausul demikian.
Waduh , kalau saya ikuti kemauan mereka maka saya yakin banyak peserta tidak membawa KTAnya sendiri, maka apa jadinya..
Akhir pertemuan selesai dari adu argumentasi dan saya minta diteruskan dengan undian yang dilakukan oleh Referee. Sayapun melihat muka dari rekan yang kalah dalam adu argumentasi tersebut. Memang tidak simpatik , karena tidak mau akui kekalahan adu argumentasi tersebut. Bahkan ada yang keluar sejenak tidak mau mendengar Referee yang sedang melakukan tugas mengundi.
Saya sendiri bukan ahli dalam adu argumentasi, tetapi saya punya kelebihan menguasai peraturan peraturan pertandingan sehingga bisa mengatasi permasalahan tersebut.
Pengalaman saya disetiap technical meeting dalam kejuaraan beregu selalu muncul permasalahan khususnya di tingkat nasional apalagi tingkat daerah. Baik di PON maupun PORDA selalu ada permasalahan. Khususnya status peserta. Lebih ramai lagi nanti di Pekan Olahraga Nasional XVII bulan September 2012 di Riau.
Saya tidak lupa kejadian sewaktu diadakan Technical Meeting sebelum pelaksanaan Pra PON, kalau tidak salah 2 Desember 2011.
Kejadian pertama adalah mendapatkan protes dari daerah (hanya 2 daerah) waktu itu. Yaitu masalah ketentuan Pra PON yang belum diterima oleh peserta asal Sulawesi Selatan dan juga didukung oleh Lampung.
Sayapun tidak mau kalah sewaktu muncul masalah ini. Saya sampaikan kalau ketentuannya sudah dikirimkan oleh PP Pelti kesetiap Pengprov Pelti. Dan yang datang ke Palembang untuk Pra PON so pasti hanyalah pelatih dan bukan key position disetiap Pengprov Pelti. Tapi saya tahu ada yang wakil sekretaris Pengprov. Tapi sepengetahuan saya masalah surat menyurat merupakan kelemahan Pelti didaerah karena ditujukan ke Sekretaris atau Ketuanya sehingga belum sempat atau tidak didistribusikan ke komite pembinaannya.
Ketika saya berikan contoh ketentuan yang saya pegang ternyata wakil Sulsel cukup jeli mengatakan tidak ada tanda tangan Ketua Umum PP pelti, artinya tidak sah. Waduh cilaka karena saya tidak bawa ketentuan yg sudah ada tanda tangan Ketua Umum PP Pelti. Saya sampaikan kalau saya sendiri kirim ketentuan tersebut melalui email.
Untung utusan dari Bali, Chandra Widhiarta memegang ketentuan tersebut yang sudah ada tanda tangan Ketua Umum PP Pelti. Lega hati saya waktu itu. " Robek saja yang belum ada tanda tangan Ketua Umum PP Pelti." ujar saya makin keras.
Kejadian kedua atau masalah kedua, sewaktu utusan dari Sulawesi Selatan minta kesepakatan agar setiap peserta Pra PON menunjukkan Kartu Tanda Anggota Pelti yang merupakan persyaratan peserta dalam ketentuan TDP Nasional.
Hal ini didukung juga oleh Lampung dimana kedua daerah tersebut menyatakan membawa KTA Peltinya. Melihat hal ini saya harus selamatkan Pra PON agar keinginan kedua daerah tersebut yang bisa membatalkan Pra PON tidak dipenuhi. Kenapa bisa saya katakan batal, karena saya yakin sekali tidak semua atlet membawa Kartu Tanda Anggota Pelti tersebut. Saya sendiri tidak bawa. Tapi saya hafal nomor KTA Pelti saya yaitu No. 003/08. Bahkan dikatakan saya jangan otoriter karena keberadaan PP Pelti karena ada Pengprov Pelti. Apa urusannya seperti ini, karena ini hanya masalah ketentuan pertandingan kok sudah ngelantur. Tapi tidak saya layani, karena bisa debat kusir saja.
Saya coba alihkan perhatian mereka yang kurang menguasai tentang ketentuan pertandingan sesuai keyakinan saya , karena walaupun melibatkan diri di pertenisan baik itu pelatih apalagi pengurus belum tentu mereka menguasai peraturan tenis.
Ada yang berpendapat harus membawa atau membuktikan KTA Pelti disetiap pertandingan, termasuk rekan pengurus sendiri berpendapat demikian, Disini saya beda pendapat. Karena sepengetahuan saya diturnamen ITF sendiri memang diwajibkan memiliki IPIN (International Players Identification Number) yang semacam dengan KTA tersebut. Tetapi tidak perlu menunjukkan kartunya , cukup sebutkan nomornya saja. Begitu juga di KTA Pelti.
Karena dalam technical meeting kedua daerah ini ngotot minta disepakati oleh forum rapat agar setiap peserta harus bisa menunjukkan KTAnya.
Saya langsung ambil alih selaku pimpinan rapat, dengan minta kepada mereka untuk kembali kepada aturan. Karena setiap turnamen mempunyai aturan yang bisa berbeda.Dan sayapun minta mereka mencari klausul dari ketentuan Pra PON tersebut yang menyatakan harus membawa KTA Pelti. Memang tidak ada, sehingga saya anggap tidak perlu diperlihatkan. Merekapun terdiam dan mengakui tidak ada klausul demikian.
Waduh , kalau saya ikuti kemauan mereka maka saya yakin banyak peserta tidak membawa KTAnya sendiri, maka apa jadinya..
Akhir pertemuan selesai dari adu argumentasi dan saya minta diteruskan dengan undian yang dilakukan oleh Referee. Sayapun melihat muka dari rekan yang kalah dalam adu argumentasi tersebut. Memang tidak simpatik , karena tidak mau akui kekalahan adu argumentasi tersebut. Bahkan ada yang keluar sejenak tidak mau mendengar Referee yang sedang melakukan tugas mengundi.
Saya sendiri bukan ahli dalam adu argumentasi, tetapi saya punya kelebihan menguasai peraturan peraturan pertandingan sehingga bisa mengatasi permasalahan tersebut.
Pengalaman saya disetiap technical meeting dalam kejuaraan beregu selalu muncul permasalahan khususnya di tingkat nasional apalagi tingkat daerah. Baik di PON maupun PORDA selalu ada permasalahan. Khususnya status peserta. Lebih ramai lagi nanti di Pekan Olahraga Nasional XVII bulan September 2012 di Riau.
Langganan:
Postingan (Atom)