Minggu, 06 September 2015

Bakat Maling ya

Makassar, 5 September 2015. Disela sela pelaksanaan Kejurnas Reajatenis Sulsel-4 dilapangan tenis Karebosi Makassar, sempat berbincang bincang dengan rekan tenis di Makassar yang aktip bermain tenis. Nasarudin namanya, petenis daroi Pertamina Makassar.
Ada satu pertanyaan yang disampaikan adalah masalah tidak diberikannya hadiah uang kepada pemenang turnamen nasiona yunior. Dikemukakan kalau orangtua telah keluarkan uang banyak untuk putra dan putrinya berlatih tenis maupun ikut serta turnamen yang tentunya cukup besar nilainya.
Akibat adanya ketentuan dari PP Pelti di peraturan Turnamen Diakui Pelti (TDP) yang tentunya mengacu kepada aturan yang dibuat oleh badan tenis dunia atau ITF. Ketentuan oleh ITF tentunya berdasarkan penelitian selama ini. Jelas jelas dalam ketentuan tersbut disebutkan tidak diperkenankan memberikan hadiah uang dalam bentuk apapun kepada pemenang kecuali barang.
" Apakah kita mau melanggar aturan yang telah baku? ". Ini pertanyaan yang diberikan kepadanya. Tentunya setuju agar tidak boleh dilanggar. Kalau ada pelanggaran dan dikethi oleh Pelti seharusnya trnamen tersebit dicabut pengakuannya selaku TDP.

Sayapun memberikan keterangan dampak dari beberapa penyelenggara sering melanggar ketentuan tersebut sehingga bisa berdampak negatip dalam kenyataannya..Sangat disayngkan sekali kalau pelaku pelanggaran justru dari " oknum" pengurus Pelti setempat. Kemudian sayapun kemukakan selama ini beberapa daera pelaksana turnamen diaku Pelti secara sembunyi sembunya berikan prze money kepada pemenang TDP Nasional yunior. Salah satunya adalah muncul inisiatip datang ( mayoritas) dari kalangan pelatih. Kenapa ? Karena untuk segi marketing bagi pelatih. Jika anak asuhannya juara maka merupakan promosi bagi dirinya..

Sayapun cerita saat itu  terapkan agar seluruh peserta TDP Nasional kelompok yunior agar dilampiri dengan fotocopy akte kelahiran dari seluruh TDP Nasional tersebut. Dalam waktu 6 bulan maka diketemukan sekitar 35 petenis yunior memalsukan akte kelahirannya. Dan diumumkan mealui SMS ke nomer2 petenis ataupun pelatih dan orangtua yang tercatat didalam HP saya. " Ini ada sekitar 5.000 nomor peteni dari Aceh sampai Papua. Hukumannya cukup ampuh karena so pasti akan malu."

Kemudian saya ceritakan kembali saat orangtua bersama pelatihnya yang berasal dari kot suci di Jawa Tengah datang kepada saya di sekretariat PP Pelti untuk minta ampun dan membujuk agar anaknya bisa diampuni. Sayapun bersikeras kalau anaknya yang dikatakan berbakat oleh orangtuanya maka saya katakan memang putra anda itu berbakat tetapi  bakat maling. "Lebih baik putra anda berhenti jangan main tenis. Ini racun bagi pertenisan kita." ujar saya begitu keras. Bahan sayapun katakan anaknya bisa diampuni tetapi orangtuanya harus bersedia masuk penjara karena sudah memalsukan dokumen negara (akte kelahiran). Kita harus keras dalam membina atlet tersebut, janganlah memanjakan atlet yunior tetapi didiklah dengan disiplin tinggi.

1 komentar:

Unknown mengatakan...

Setuju pak Ferry, ini adalah level pendidikan dasar bahwa penbangunan moral dan mental anak2 bangsa justru baru saja dimulai dari sini. Memalsukan umur adalah penipuan, curang, bohong dan memberi jalan kepada anak-anak untuk menghalalkan segala cara pada saat menjadi dewasa. Dan ternyata orang-tualah yang berperan.