Tiap tahun induk organisasi tenis di Indonesia atau dikenal dengan PELTI selenggarakan Seleksi Nasional (Seleknas) khusus kelompok umur 14 tahun, 16 tahun. Seleknas ini dilakukan untuk memenuhi kebutuhan pembentukan tim nasional yang dipersiapkan menghadapi kejuaraan dunia yunior yang dikenal dengan World Junior Tennis ( KU 14 th), Junior Fed Cup (KU 16 th putri) dan Junior Davis Cup ( KU 16 th putra).
Dari tahun 2003 sampai 2008, diawal tahun dilaksanakan seleknas tersebut. Dan selalu menuai kritik atau pertanyaan dari masyarakat tenis karena selalu berbeda system, maksudnya dipanggil 16 pemain berdasarkan peringkatnya , kemudian berubah menjadi 10 kemudian 8 dan terakhir tahun 2008 ini bisa 11 pemain. Dan selalu ada saja yang menolak dipanggil ikut seleksi karena prestasinya ditingkat internasional terbaik. Tetapi Pelti tetap berlakukan untuk masuk tim nasional yunior ini harus ikut seleksi.
Yang menjadi pertanyaan selalu datang yaitu tidak konsistennya buat system. Memang betul sekali pandangan dari masyarakat luar tetapi tentunya harus juga mengetahui kenapa hal itu dilakukan oleh Pelti. Selama ini pengambil putusan selalu datang dari hasil rapat koordinasi antar bidang yang terdiri dari Ketua dan wakil ketua bidang pertandingan,pembinaan senior, pembinaan yunior dan pengembangan dan wakil sekjen. Hasilnya kemudian diusulkan ke Ketua Umum PB Pelti atau sekarang namanya PP Pelti.
Menurut Ketua Bidang Pembinaan Yunior sebagai penanggung jawab seleknas, system ini bisa berubah karena melihat hasil dilapangan. Sebagai contoh waktu diambil 16 pemain ternyata hasilnya sangat mengecewakan Pembina di Pelti. Bisa dibayangkan, 16 petenis terbaik berdasarkan Peringkat Nasionalnya. Tapi dalam seleksi bisa kalah 6-0 6-0. Ini yang memicu ditahun depannya menjadi 10 petenis dan bisa jadi 8 petenis. Tahun 2008 ada perubahan. Danny Walla selaku Ketua Bidang Pembinaan Yunior PP Pelti katakan keinginannya mengambil sebanyak mungkin petenis terbaik yang bisa ikuti seleksi nasional. Tapi masih harus dihormati juga yang mempunyau PNP 1-8 sebagai prioritas baru dilihat lainnya. Sebagai contoh dari PNP 9 atau 10 jumlah pertandingan yang diikutinya hanya 5 turnamen atau 6 turnamen sedangkan yang PNP-7 atau 8 atau 10 mempunyai jumlah turnamen 15. Inilah dasar pemikiran sehingga jumlahnya bisa ditambah. Belum lagi kalau yang bersangkutan mempunyai PNP dikelompok umur diatasnya sebagai PNP 1-5 sehingga bisa dipanggil juga.
Harus diakui dalam pengambilan keputusan di rapat koordinasi antar bidang, anggotanya tidak ada vested interest, sehingga semuanya bisa berjalan dengan baik karena tidak memikirkan kepentingan satu klub tetapi semuanya.
Suatu saat sempat ada berita sebelum rapat, Ketua Umum PB Pelti punya keinginan lain sedangkan hasil rapat saat itu memutuskan lain. Sewaktu dilaporkan kepada Ketua Umum dimana hasilnya kelihatannya kuran sesuai keinginannya, dalam laporan disterangkan kalau ini hasil keputusan rapat. Jika tidak berkenan Ketua Umum punya hak untuk merubahnya. Anehnya justru Ketua Umum menerimanya..
Sebelum dimulai seleknas, diadakan pertemuan dengan orangtua atau pelatih maupun peserta seleknas. Kesempatan yang baik ini benar benar dimanfaatkan oleh orangtua maupun pelatih.Ada yang minta dengan dalih seleknas bukan open tournament sehingga dianggap layak diberikan fasilitas akomodasi terutama peserta dari luar Jakarta.
Seleknas tahun 2008, keberanian dilakukan oleh Pelti yaitu tanpa menggunakan wasit. Padahal ini event bergengsi karena akan memilih petenis terbaik. Alasan Pelti saat itu ingin menegakkan kembali sportivitas. Selama ini dianggap kalau petenis Indonesia sudah terlalu dimanja oleh pembinannya. Sehingga kemandirian kurang. Munculnya kasus curi umur menunjukkan sportivitas sudah mulai luntur dikalangan remaja petenis Indonesia.
Ternyata menuai protes atau kritikan bukan dari petenis tetapi justru datangnya dari Orangtua dan Pelatih. Selama Seleknas peserta ( petenisnya) tidak ribut dan pertandingan lancar lancar saja.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar