Tahun 2007. Menjelang akhir suatu kepengurusan induk organisasi olahraga di Indonesia, selalu dwarnai dengan berita melalui media massa masalah tidak adanya perhatian dari petinggi petinggi induk organisasi terhadap turnamen nasional maupun internasional di Tanah Air. Yang justru dituntut adalah kehadiran petinggi induk organisasi ditingkat pusat. Berbagai tudingan muncul sebagai warna warni public relations Musyawarah Nasional (MUNAS).
Kegiatan yang paling menonjol adalah kegiatan turnamen, tempat promosi baik atlet, pelatih maupun sponsor. Dan juga tidak kalahnya merupakan tempat mengadu domba atau cari simpat bagi pendukung pendukung kandidat ketua umum induk organisasi, karena sarana turnamen sering dihadiri oleh wartawan wartawan media massa. Kesempatan mencari simpati dengan cara lemparkan antipati terhadap kepengurusan induk organisasi yang sedang berjalan. Mencari perhatian demikianlah kira kiranya.
Salah satu keluhan yang sengaja dilemparkan ke media massa adalah ketidak hadiran dari petinggi induk organisasi olahraga tersebut, terutama yang membidangi pembinaan senior ataupun yunior.
Inipun terjadi didaerah daerah yang sedang giat giatnya selenggarakan turnamen nasional. Tentunya mengharapkan kehadiran petinggi dari Pengurus Provinsi ataupun Pengurus Kota/Kabupaten induk organisasi olahraga tersebut.
Kenapa hal ini bisa terjadi ? Jikalau yang diharapkan adalah kehadiran dari Ketua Umum (ditingkat Pusat) atau Ketua (ditingkat Pengprov/Pengkot/Pengkab) tentunya harus dilihat permasalahnya. Pertanyaan kembali kepada Panitia Pelaksana Turnamen tesebut, apakah sudah surat undangan untuk kehadirannya atau belum. Kebanyakan Panpel belum melayangkan surat undangan, ataupun sudah kirimkan undangan yang sehari sebelumnya, sehingga Ketua Umum ataupun Ketua yang tingkat kesibukannya sangat tinggi tidak bisa dipaksakan harus hadir. Tapi tanpa disadari atau karena tidak dikenalnya petinggi lainnya, sehingga kehadiran petinggi lainnya tidak diketahui.
Ada petinggi induk organisasi olahraga tersebut yang tidak mau duduk di kursi VIP yang disediakan, lebih senang berbaur dengan penonton lainnya. Bisa juga sedang duduk bersama sama teman temannya. Hal semacam ini dimanfaatkan untuk public relations kandidat yang didukungnya.
Kegiatan yang paling menonjol adalah kegiatan turnamen, tempat promosi baik atlet, pelatih maupun sponsor. Dan juga tidak kalahnya merupakan tempat mengadu domba atau cari simpat bagi pendukung pendukung kandidat ketua umum induk organisasi, karena sarana turnamen sering dihadiri oleh wartawan wartawan media massa. Kesempatan mencari simpati dengan cara lemparkan antipati terhadap kepengurusan induk organisasi yang sedang berjalan. Mencari perhatian demikianlah kira kiranya.
Salah satu keluhan yang sengaja dilemparkan ke media massa adalah ketidak hadiran dari petinggi induk organisasi olahraga tersebut, terutama yang membidangi pembinaan senior ataupun yunior.
Inipun terjadi didaerah daerah yang sedang giat giatnya selenggarakan turnamen nasional. Tentunya mengharapkan kehadiran petinggi dari Pengurus Provinsi ataupun Pengurus Kota/Kabupaten induk organisasi olahraga tersebut.
Kenapa hal ini bisa terjadi ? Jikalau yang diharapkan adalah kehadiran dari Ketua Umum (ditingkat Pusat) atau Ketua (ditingkat Pengprov/Pengkot/Pengkab) tentunya harus dilihat permasalahnya. Pertanyaan kembali kepada Panitia Pelaksana Turnamen tesebut, apakah sudah surat undangan untuk kehadirannya atau belum. Kebanyakan Panpel belum melayangkan surat undangan, ataupun sudah kirimkan undangan yang sehari sebelumnya, sehingga Ketua Umum ataupun Ketua yang tingkat kesibukannya sangat tinggi tidak bisa dipaksakan harus hadir. Tapi tanpa disadari atau karena tidak dikenalnya petinggi lainnya, sehingga kehadiran petinggi lainnya tidak diketahui.
Ada petinggi induk organisasi olahraga tersebut yang tidak mau duduk di kursi VIP yang disediakan, lebih senang berbaur dengan penonton lainnya. Bisa juga sedang duduk bersama sama teman temannya. Hal semacam ini dimanfaatkan untuk public relations kandidat yang didukungnya.
Untuk mendapatkan simpati, digunakanlah tenaga mantan petenis nasional yang dulu punya nama, hanya sekarang sudah hilang dari peredarannya. Tetapi lupa kalau kampanye negatip justru tidak menimbulkan simpati malahan lebih cenderung anti pati karena masyarakat tenis sudah mengetahuinya.
Inilah salah satu lika liku dipertenisan nasional jika menjelang Munas nduk organisasi olahraga di Indonesia.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar