22 Mei 2008. Sebagai pelatih juga harus mengenal masalah Gaya Melatih. Ada 3 gaya melatih yaitu gaya komando ( command style), gaya terserah ( submissive style), dan gaya kooperatif ( cooperative style ). Tetapi banyak pelatih yang memiliki kecendrungan untuk mengarah kepada salah satu dari ketiga gaya melatih tersebut.
Bagaimana Gaya Komando ( Command style) ?
Disini komunikasi antara pelatih dan atlet hanya satu arah. Gaya memerintah dimana pelatih sendiri yang membuat keputusan. Peran atlet hanya merespon perintah perintah pelatih. Asusmi dibalik peran ini adalah karena pelatih lebih tahu dan lebih berpengalaman sehingga peran pelatih adalah memerintah apa yang harus dilakukan atlet. Pemain disini berperan sebagai pendengar dan pengingat dan penurut.
Bagaimana dengan Gaya Terserah ( Submissive style) ?
Peran pelatih disini tidak banyak membuat keputusan atau sedikit mungkin. Mulai dari cara memberikan bola dan instruksi pelatih sangat sedikit, pengarahan sangat minim untuk beraktivitas da membatasi permasalahan hanya bilamana benar benar dibutuhkan. Ini bisa disebabkan pelatih dengan gaya ini kemungkinan kurang memiliki kemampuan untuk memberikan instruksi atau penjelasan dan pengarahan. Bisa juga karena malas untuk memenuhi tantangan dari tanggung jawabnya sebagai pelatih atau sangat tidak mengerti arti dari pelatih. Pelatih dengan gaya ini tidak lain hanya sekedar pengasuh dan biasanya bukan pengasuh yang baik.
Bagaimana dengan Gaya Kooperatip ?
Pelatih dengan gaya ini memberikan kesempatan kepada atlet untuk meberikan keputusan bersama. Komunikasi disini terjadi dua arah. Walaupun mengetahui tanggung jawabnya untuk memberikan pengarahan dan memimpin untuk mencapai tujuannya, pelatih dengan gaya ini mengerti bahwa atlet tidak akan menjadi dewasa yang bertanggung jawab tanpa belajar membuat keputusan.
Gaya mana yang paling baik ?
Nah tinggal pilih, gaya mana yang paling baik. Apakah gaya memerintah atau gaya terserah atau gaya kooperatip ? Sebaiknya tidak memilih gaya terserah. Sedangkan gaya memerintah sudah lama dikenal dan paling sering digunakan oleh pelatih professional. Banyak pelati pemula yang meniru gaya ini karena hanya melihat gaya pelatih professional yang menrapkanya. Atau juga sebagai mantan petenis melihat contoh gaya pelathnya dulu melatihnya. Tetapi sebagian pelatih mengadopsi gaya ini karena dapat menyembunyikan keraguan mereka terhadap kemampuan mereka sendiri. Bilaman atlet tidak diijinkan bertanya, bilamana mereka dapat menghindar dari harus menjelaskan mengapa mereka melatih dengan cara mereka sendiri, maka kelemahan mereka tidak akan terungkap atau itulan yang mereka kira !
Sepintas gaya komando terlihat efektif. Karena atlet harus terorganisasi. Tidak dapat diatur secara efektif sebagai peserta demokrasi. Gaya komando dapat menjadi efektif bilaana pelatih menjadikan kemenangan sebagai tujuan utama dan bilamana gaya otoriternya tidak mematahkan semangat/motivasi para atletnya. Atlet bermain bukan karena secara naluri termotivasi, tetapi atletbermain untuk pujian pelatihnya atau menghindar dari marahnya pelatih sehingga tidak kena hukuman. Gaya komando menghalangi atlet menikmati olahraganya sendiri. Sedangka Keberhasilan adalah milik Pelatih bukan milik Atlet.
Gaya komando tidak sejalan dengan tujuan atlet terlebih dahulu dan kemenangan tujuan kedua. Bila tujuannya untuk membantu pertumbuhan anak anak muda secara fisik, phisiologi dan social memalui olahraga, bilamana tujuannya adalah membantu anak anak muda menjadi mandiri maka gaya komando bukanlah gaya seharusnya digunakan
Kelebihan gaya kooperatif memberikan kesempatan atlet membuat keputusan bersama dan mendahulukan kepentingan atlet, dimana kemenangan sebagai tujuan kedua. Bukan berarti jika mengadospi gaya kooperatif akan meninggalkan tanggung jawab sebagai pelatih atau mengijinkan atlet melaklukan semaunya.
Harus disadari menjadi atlet yang baik bukan sekedar memiliki keahlian mempelajari gerakan/ketrampilan baru. Atlet harus dapat menghadapi tekana, bisa beradaptasi dengan perubahan situasi dan mengahadapi perbedaan pendapat secara rasional sesuai kondisi saat itu, disiplin dan menjaga konsentrasi agar dapat melakukan yang terbaik,
Perilaku ini harus dipelihara terus menerus melalui pelath gaya kooperatif. Pendekatan cara kooperatif dapat memberikan kepercayaan lebih kepada atlet.
Atlet termotivasi bukan karena takut ke pelatih tetapi atas kemauan untuk kepuasan diri. Oleh karena itu gaya kooperatif hampir selalu lebih menyenangkan atlet.
Gaya kooperatif ini harus ada konsukuensinya bagi pelatih. Harus memiliki keahlian lebih. Pelatih dengan gaya kooperatif lebih melatuih secara individu dari pada dengan gaya memerintah. Ada kemungkinan saat saat tertentu harus mengorbankan kemenangan demi kebaikan atlet.Makin banyak pengalaman pelatih pelatih, makin mudah membuat keputusan kapan harus menggunakan gaya melatih yang tepat.
Bagaimana Gaya Komando ( Command style) ?
Disini komunikasi antara pelatih dan atlet hanya satu arah. Gaya memerintah dimana pelatih sendiri yang membuat keputusan. Peran atlet hanya merespon perintah perintah pelatih. Asusmi dibalik peran ini adalah karena pelatih lebih tahu dan lebih berpengalaman sehingga peran pelatih adalah memerintah apa yang harus dilakukan atlet. Pemain disini berperan sebagai pendengar dan pengingat dan penurut.
Bagaimana dengan Gaya Terserah ( Submissive style) ?
Peran pelatih disini tidak banyak membuat keputusan atau sedikit mungkin. Mulai dari cara memberikan bola dan instruksi pelatih sangat sedikit, pengarahan sangat minim untuk beraktivitas da membatasi permasalahan hanya bilamana benar benar dibutuhkan. Ini bisa disebabkan pelatih dengan gaya ini kemungkinan kurang memiliki kemampuan untuk memberikan instruksi atau penjelasan dan pengarahan. Bisa juga karena malas untuk memenuhi tantangan dari tanggung jawabnya sebagai pelatih atau sangat tidak mengerti arti dari pelatih. Pelatih dengan gaya ini tidak lain hanya sekedar pengasuh dan biasanya bukan pengasuh yang baik.
Bagaimana dengan Gaya Kooperatip ?
Pelatih dengan gaya ini memberikan kesempatan kepada atlet untuk meberikan keputusan bersama. Komunikasi disini terjadi dua arah. Walaupun mengetahui tanggung jawabnya untuk memberikan pengarahan dan memimpin untuk mencapai tujuannya, pelatih dengan gaya ini mengerti bahwa atlet tidak akan menjadi dewasa yang bertanggung jawab tanpa belajar membuat keputusan.
Gaya mana yang paling baik ?
Nah tinggal pilih, gaya mana yang paling baik. Apakah gaya memerintah atau gaya terserah atau gaya kooperatip ? Sebaiknya tidak memilih gaya terserah. Sedangkan gaya memerintah sudah lama dikenal dan paling sering digunakan oleh pelatih professional. Banyak pelati pemula yang meniru gaya ini karena hanya melihat gaya pelatih professional yang menrapkanya. Atau juga sebagai mantan petenis melihat contoh gaya pelathnya dulu melatihnya. Tetapi sebagian pelatih mengadopsi gaya ini karena dapat menyembunyikan keraguan mereka terhadap kemampuan mereka sendiri. Bilaman atlet tidak diijinkan bertanya, bilamana mereka dapat menghindar dari harus menjelaskan mengapa mereka melatih dengan cara mereka sendiri, maka kelemahan mereka tidak akan terungkap atau itulan yang mereka kira !
Sepintas gaya komando terlihat efektif. Karena atlet harus terorganisasi. Tidak dapat diatur secara efektif sebagai peserta demokrasi. Gaya komando dapat menjadi efektif bilaana pelatih menjadikan kemenangan sebagai tujuan utama dan bilamana gaya otoriternya tidak mematahkan semangat/motivasi para atletnya. Atlet bermain bukan karena secara naluri termotivasi, tetapi atletbermain untuk pujian pelatihnya atau menghindar dari marahnya pelatih sehingga tidak kena hukuman. Gaya komando menghalangi atlet menikmati olahraganya sendiri. Sedangka Keberhasilan adalah milik Pelatih bukan milik Atlet.
Gaya komando tidak sejalan dengan tujuan atlet terlebih dahulu dan kemenangan tujuan kedua. Bila tujuannya untuk membantu pertumbuhan anak anak muda secara fisik, phisiologi dan social memalui olahraga, bilamana tujuannya adalah membantu anak anak muda menjadi mandiri maka gaya komando bukanlah gaya seharusnya digunakan
Kelebihan gaya kooperatif memberikan kesempatan atlet membuat keputusan bersama dan mendahulukan kepentingan atlet, dimana kemenangan sebagai tujuan kedua. Bukan berarti jika mengadospi gaya kooperatif akan meninggalkan tanggung jawab sebagai pelatih atau mengijinkan atlet melaklukan semaunya.
Harus disadari menjadi atlet yang baik bukan sekedar memiliki keahlian mempelajari gerakan/ketrampilan baru. Atlet harus dapat menghadapi tekana, bisa beradaptasi dengan perubahan situasi dan mengahadapi perbedaan pendapat secara rasional sesuai kondisi saat itu, disiplin dan menjaga konsentrasi agar dapat melakukan yang terbaik,
Perilaku ini harus dipelihara terus menerus melalui pelath gaya kooperatif. Pendekatan cara kooperatif dapat memberikan kepercayaan lebih kepada atlet.
Atlet termotivasi bukan karena takut ke pelatih tetapi atas kemauan untuk kepuasan diri. Oleh karena itu gaya kooperatif hampir selalu lebih menyenangkan atlet.
Gaya kooperatif ini harus ada konsukuensinya bagi pelatih. Harus memiliki keahlian lebih. Pelatih dengan gaya kooperatif lebih melatuih secara individu dari pada dengan gaya memerintah. Ada kemungkinan saat saat tertentu harus mengorbankan kemenangan demi kebaikan atlet.Makin banyak pengalaman pelatih pelatih, makin mudah membuat keputusan kapan harus menggunakan gaya melatih yang tepat.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar