30 Mei 2008. Ikuti salah satu program coaching clinic di Pekanbaru selama 2 hari, sehingga merasa perlu dievaluasi agar kedepan bisa lebih bermanfaat bagi tenis Indonesia. Hanya saja kebetulan pelatih yang membawakannya masih keluarga sendiri yaitu adik, Alfred Henry Raturandang sehingga anggapan semua pihak kurang tepat, tetapi demi kepentingan semua pihak , maka tetap dicoba untuk mengevaluasi sehingga bisa berguna kedepan. Tetapi terlepas dari hubungan kekeluargaan, tidak segan segan untuk mendiskusikan permasalahan selama melaksanakan coaching clinic tersebut. Dan Alfred sendiri setelah selesai memberikan coaching clinic disaat akhir berdiskusi mengenai tehnis pelaksanaannya.
Selama ini sudah beberapa kali melihat acara coaching clinic dilakukan didaerah daerah oleh pelatih pelatih lainnya sehingga dianggap perlu juga memberikan evaluasi terhadap pelaksanaannya.
Hal yang positif dilihat sewaktu di Pekanbaru adalah diawal pelaksanaan selalu memperkenalkan dirinya karena banyak peserta coaching clinic yang terdiri dari petenis , pelatih dan juga orangtua yang ingin mendengar tetapi diberi kesempatan untuk bertanya. Hal ini dilakukan oleh Alfred Henry Raturandang selama dua hari.
Setelah itu diberikan penjelasan didepan papan tulis masalah yang akan dibahas atau dilatih. Kelihatan disini, Alfred mau mencoba agar setiap petenis dalam melakukan tugasnya dalam latihan maupun pertandingan adalah daya pikir atau menggunakan otaknya sebelum bertindak.
Ditekankan kalau sebelum memukul bola datang maka sudah harus memutuskan apa yang akan dilakukan. Jadi disini bukannya dilatih tehnik pukulannya. Apakah mau pukulan attack (menyerang) atau mau defence (bertahan) atau mau adu rally. Demikian pula diterangkan 3 timing bola yang akan dipukul yaitu baru mantul (on the rise) atau bola posisi diatas ( top) atau posisi bola sudah dibawah. Begitu juga apa yang dilakukan kalau bola berada dalam posisi-posisi tersebut. Apa yang harus dilakukan jika on the rise, begitu juga on the top maupun bola dibawah. Intinya tergantung datangnya bola ( on coming ball) sehingga langsung memutuskan apa yang harus dilakukan kedepan.
Setelah itu langsung diterapkan didalam lapangan. Mulai dilatih cara berpikir. Latihan berpikir seperti ini sangat bermanfaat bagi atlet sendiri, karena kalau sudah dilapangan , pelatih tidak bisa ikut campur bahkan bisa kena penalty oleh wasit atau Referee. Setiap pemain diminta berteriak dulu sewaktu bola datang, apa yang akan dilakukan, apakah itu mau attck atau defence dan rally.
Awalnya petenis masih ada keragu raguan terhadap cara demikian tetapi lama lama bisa berubah dan kelihatan semua peserta cukup tertarik dan puas, walaupun hanya dua hari yang masih terasa kurang waktunya.
Hasil pengamatan August Ferry Raturandang terhadap pelaksanaan coaching clinic tersebut langsung disampaikan kepada Alfred Henry Raturandang adalah sering sekali menggunakan istilah Inggris (kuatir kurang familiar bagi peserta). Maksud dari Alfred sendiri kalau sering menggunakan bahasa asing ada alasannya yaitu karena tenis ini sudah internasional maka setiap petenis sudah harus mengerti istilah asing dipertenisan. Dalam presentasi boleh gunakan bahasa Inggris tetapi sewaktu menerangkan cukup gunakan bahasa Indonesia. Sebagai contoh dikatakan bounce, cukup katakan memantul. Memang harus diakui kalau di tenis banyak istilah yang sulit diterjemahkan dan lebih mudah dimengerti atlet dalam bahasa Inggris, seperti alley, approcah shot, pukulan down the line, backhand, forehand dll.
Disamping itu peserta coaching clinic dalam 2 hari tidak tetap, ada yang ikuti hanya dihari pertama atau kedua saja. Disamping itu butuh asisten pelatih mendampingi Alfred Henry Raturandang sewaktu menerapkan teori tersebut. Memang ada pelatih lokal yang ikut tetapi tentunya kualitasnya berbeda. Bisa dilihat sewaktu melempar bola sudah banyak yang salah karena terlalu dekat ataupun terlalu jauh.
Hasil yang lain yang pasti adalah suara Alfred Henry Raturandang hampir hilang karena seringnya berteriak teriak didalam lapangan walaupun sudah dibantu dengan mikrofon yang suka hilang hilang suaranya.
Diakhir coaching clinic diberi kesempatan bertanya kepada orangtua yang ikut mendengarkan dan August Ferry Raturandang membantu menjawab soal soal diluar kepelatihan seperti mengenai kekurangan turnamen didaerah, peringkat nasional ataupun masalah tidak adanya petenis nasional yang bisa menembus 100 besar dunia (senior). Langsung hal ini dimanfaatkan agar daerah lebih sering selenggarakan turnamen Persami (Pertandingan Santu Minggu). Selaku pelaku pelaku tenis dimanapun sebaiknya lepaskan diri ketergantungan terhadap induk organisasi (Pelti). " Apa yang Anda bisa Berikan kepada Tenis, itu yang lebih penting, karena Pelti selaku fasilitator, regulator bukannya eksekutor."
Upaya Pengprov Pelti Riau mengundang pelatih pelatih dari berbagai Pengkot atau Pengkab Pelti se Riau kelihatannya masih kurang dapat respons. Hal ini terlihat dari peserta pelatih yang datang mengikuti undangan Pengprov Pelti Riau. Hal ini ditanggapi oleh August Ferry Raturandang agar tidak terlalu pesimis. Tetap konsisten dengan mengundang setiap kegiatan kegiatan tenis dilakukan oleh PengProv Pelti Riau dengan melibatkan Pengkot/Pengkab Pelti maupun klub klub tenis yang banyak berada dibumi Lancang Kuning yang cukup kaya. Momen yang tepat digunakan agar tenis di Riau bisa bangkit karena menghadapi Pekan Olahraga Nasional XVIII 2012, Riau sebagai tuan rumah.
Ada kekeliruan kecil yang tidak disadari dalam penulisan di spanduk yang terpasang dilapangan. Yaitu coaching clinic tertulis cauching clinic, begitu juga PON XXIII seharusnya PON XVIII. Tidak semua pihak yang membacanya, hanya kebetulan keisengan August Ferry Raturandang yang membacanya. Yang penting tidak mengganggu pelaksanaan program secara keseluruhan.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar