Etika sangat diperlukan sekali bagi pelaku pelaku tenis dilapangan. Bukan hanya bagi pelatih, tetapi juga harus dipahami oleh pelaku pelaku tenis lainnya seperti orangtua yang banyak sekali terlibat dalam mendukung putra dan putrinya disetiap turnamen tenis. Perhatikan penonton yang hadir itu bukankah penonton yang putra atau putrinya ikut bertanding, ternyata tidak . Sebagian besar adalah orang tua petenis yunior yang tidak ikut atau ikut bertanding, khususnya turnamen yunior. Tetapi banyak juga penonton yang bukan berasal dari kalangan petenis.
Kenapa penonton yang notabene adalah orangtua petenis yunior perlu diajarkan juga soal etika. Karena banyak orangtua yang terlibat dalam pertenisan nasional, mayoritas bukan berasal dari kalangan tenis sebenarnya. Atau muka baru dikalangan pertenisan. Berbeda dengan dari kalangan tenis yang sudah kenal betul tata cara di pertenisan. Ada kecendrungan mulai muncul banyak orangtua dari kalangan baru.
Sehingga harus dimaklumi pula mereka ini masih perlu belajar mengenai tenis. Bahkan ada yang tidak tahu bermain tenis sama sekali. Nah inilah yang munculkan permasalahan diturnamen.
Banyak kejadian pengamatan selama ini bisa muncul kejadian kejadian antar penonton.Ada kecendrungan mulai ada benturan benturan tidak langsung akibat kurang mengertinya masalah tata cara penonton tenis. Untungnya belum seperti sepakbola, sebagai kekecewaan penonton atas tim favoritnya kalah bisa merusak segalanya didepan mata.
Bukan berarti di turnamen tenis tidak ada, untungnya bisa diredam karena mulai sadar disaat emosi sudah mulai berbicara. Kelihatannya sepele, tetapi
Tanpa disadari kadang kadang mengangap tenis sama dengan cabang olahraga lainnya. Tenis salah satu olahraga elit didunia. Awalnya tenis itu dimulai dari kalangan bangsawan di Inggris kemudian berkembang menjadi olahraga dunia. Bahkan sampai bisa memasuki Indonesia dari datangnya orang asing ke Indonesia.
Gentlemen sport, itulah istilah kerennya. AFR sendiri sudah mulai mengajarkan di turnamen terendah Persami bahkan sampai sekarang Piala Ferry Raturandang. Bukan saja petenis diajarkan hak dan kewajiban tetapi orangtua dan pelatih. Karena status mereka hanya sebagai PENONTON. Maka dari itu harus menjadi penonton yang baik. Simpel saja permintaannya tapi sulit dijalankan jika tidak menyadarinya.
Sebagai penonton sudah harus menghormati anaknya sendiri, kemudian petenis lawan anaknya. Setelah itu hormati juga penonton lainnya yang juga orangtua maupun pelatih lainnya. Gampang kan kalau diikutinya, tapi kenyataannya dilapangan bisa lain. Lihat saja di setiap turnamen. Ada saja cara untuk menghambat atau mengganggu lawannya dengan cara cara tidak sopan. Ini benar benar terjadi. Contoh terakhir saya lihat di turnamen Salonpas International Junior Champs 2008 di Pusat Tenis Kemayoran. Jika sampai ada penonton semacam ini perlu diajarkan tata cara atau etika dipertenisan Indonesia. Tidak rugi lho.
1 komentar:
Saya Diva Sigit.Saya juga merasa t perlunya etika bagi pelaku tenis terutama orang tua yang sedang menonton anaknya bertanding. Pengalaman saya kemarin adalah ketika mengantar anak saya bertanding di turnamen tenis bintang series 1 di Jakarta. Ada orang tua yang sedang menonton anaknya bertanding, kemudian memberi komentar - komentar yang sifatnya menjelekkan ataupun mengejek secara tidak langsung terhadang pemain lawan anaknya. Meski bukan melawan anak saya, tapi saya yang juga menonton pertandingan itu, merasa bahwa kata - kata yang dilontarkan itu tidak pantas untuk diucapkan, membuat telinga panas meski dengan tujuan apapun.
Saya pikir, kita sebagai orang yang selalu mendukung prestasi anak dan tidak dapat dipungkiri akan selalu menginginkan anaknya menang, tentunya tetap perlu memberi contoh mengenai sportivitas bertanding pada anak kita. Contoh sportivitas bisa dalam bentuk bermain dengan sebaik - baiknya ketika bertanding, memberi masukan - masukan pada anaknya sendiri tanpa harus mencemooh atau menjelekkan lawan, membuat call in - out yang jujur ketika tidak tersedia umpire.
Saya yakin, perilaku sportivitas tidak hanya perlu di olah raga saja, tapi di semua sendi kehidupan juga berlaku sama, sehingga secara tidak langsung mendidik anak menjadi orang yang selalu menghargai orang lain, jujur, yang perlu ditanamkan sejak kecil.
Posting Komentar