Jakarta, 5 Agustus 2009. Dalam kehidupan pertenisan Indonesia sudah sering terjadi berbagai permasalahan sejak dulu sampai sekarang hanya akibat dari kepentingan masing masing pihak. Hal ini sudah berkali kali saya amati selama berkecimpung dipertenisan nasional . Tetapi akhir akhir ini justru menimpa diri saya yang dengan terang terangan dikatakan sebagai oknum oleh salah satu pelaku tenis di Jakarta . Keinginan pribadi yang menonjol tanpa disadari oleh masyarakat tenis, dimana saya tidak buta dalam hal ini sehingga sayapun diupayakan untuk digusur sehingga yang bersangkutan bisa merajalela dalam lakukan manuver manuvernya dipertenisan nasional dengan dalih ada dukungan dari institusi. Akibatnya bermacam macam keinginannya terhambat. Tekad dan nekad, agar keinginannya bisa berhasil menggeser saya sebagai penghalang lajunya keinginan pribadi sudah mengaburkan etika berorganisasi didunia olahraga. Maka melayanglah surat resmi ditujukan ke PP Pelti dibulan Juli 2009 yang minta agar saya dinonaktipkan. Saya sendiri sudah melihat cara caranya yang tidak etis yang sebenarnya ada kepentingan bisnis semata. Betapa dasyatnya alasan minta dinon aktipkan yaitu memanipulasi PNP, wild card , menterornya dengan blogger ini maupun SMS dll. Tetapi sayapun tidak bergeming dengan ulahnya, karena saya tahu masih berjalan direl yang benar dalam menjalankan tugas selama ini. Dan sayapun bisa membedakan kepentingan pribadi atau institusi.
Akhirnya saya tanpa diminta langsung buat surat juga ke institusi dengan membeberkan permasalahan sebenarnya. Dimana perilaku selama ini menjalankan pertenisan dengan tidak benar. Mulai dari ulahnya di Pekanbaru dimana saya memfasilitasikannya dengan Pelti Riau. Akibatnya saya diberitahu atau diejek dengan istilah " minta tolong ke Polisi tetapi diberikannya Garong." Pahit juga waktu mendengar dari petinggi Pelti Riau. Sehingga saya secara pribadi minta maaf kepada rekan di Pelti Riau. Begitu juga 2 kali kejadian kekantor Pelti membuat keributan dan hampir terjadi adu fisik dengan tamu yang lain.
Belum lagi bentu tulisan tulisannya yang mencoreng citra Pelti dikumandangkan beberapa kali. Hanya saja rekan lainnya merasa tidak perlu diladeni karena akan kena batunya sendiri.
Tanggal 6 Agustus 2009 yang bersangkutan dipanggil untuk klarifikasi permasalahan tersebut yang sudah menjurus ke fitnah. Sayapun mempersiapkan bukti2 seperti yang saya akan berikan, tetapi ternyata sudah dihapus, bahkan tulisan yang menyatakan berani menubruk Aturan TDP pun sudah DIHAPUS. Ternyata keberanian itu hanyalah sesaat. Ya, kita bisa menilai kadarmya.
Teman teman sendiri sudah menyadari kearah mana keinginan tersebut. Hanyalah karena sudah merasa sebagai pelayan masyarakat maka kami tidak mau bereaksi. Inipun saya sadari dan bahkan kepada masyarakat tenis yang mendukung saya tetap saya sampaikan kalau kami sebenarnya butuh manusia seperti oknum tersebut, hanya perlu dijaga dalam koridor koridor yang dibentuk oleh Pelti. Jika keluar tentunya wajar saja dihajar juga. Kebetulan saja yang diserang itu adalah Wakil Sekjen PP Pelti maka sayapun tidak bereaksi, karena saya anggap ini PR Campaign saja. Ini hal biasa dan sudah lama saya kenal trik semacam ini.
Sayapun sudah siap jika dipertemukan dengannya yang justru akan terbuka semua selubungnya dihadapan rekan2 yang selama ini masih saya tutup tutupi.
Tapi yang cukup menyegarkan sewaktu rekan lainnya sambil menggoda saya dengan istilah " Profesor dilawan, Mana tahan ! "
Tidak ada komentar:
Posting Komentar