Jogja, 12 Juli 2009. Menikmati perjalanan keluar kota mempunyai makna tersendiri.Apalagi jika sudah dipenuhi dengan tugas tugas rutin di kota Metropolitan dengan berbagai ragam manusianya yang lebih egois dibandingkan didaerah daerah. Hal ini cukup saya alami selama ini, sehingga bisa berkomunikasi dengan santun dengan rekan rekan diluar kota. Bisa saja kita lihat bagaimana santunnya Capres No. 2 sehingga lebih banyak simpati datangnya walaupun diselingi berbagai intrik intrik yang dikenal dengan black campaign.
Saya sendiri menjelang Pemilu Presiden menerima pesan singkat melalui ponsel mengenai anjuran untuk memilih Capres lainnya (selain No.2), tetapi tidak saya layani.
Terakhir kali jalan jalan ke kota Gudeg alias Jogjakarta bulan lalu sewaktu adakan turnamen tenis Piala Ferry Raturandang-66 di Lebah UGM.
Kesempatan berkunjung kedua kalinya disaat akan diselenggarakan turnamen Persami Piala Ferry Raturandang-67. Kok bisa dua bulan bertutut turut diadakannya di kota Gudeg ini. Ya, melihat animo cukup besar dan mudah dijangkau dan ada keinginan memajukan tenis di DIY telah diberi dukungan baik oleh rekan Pelti Jogja maupun Dekan FIK UNY yang memiliki sarana lapangan tenis yang tahun depan akan direnovasi.
Setelah tiba malam di Jogja, keinginan jalan jalan di Malioboro sudah tidak bisa ditahan. Semalam hal itu sudah bisa langsung dijalankan. Suasana lebih ramai dibandingkan bulan lalu karena sekarang liburan sekolah masih ada.
Malam ini dengan santai jalan jalan di Maliboro yang sangat ramai berbagai manusianya. Ada banyak wisatawan asing berkeliaran sepanjang jalan tersebut.
Begitu pula atraksi dijalan Malioboro cukup enak dilihat maupun didengar. Ada musik ngamen dengan angklungnya bersama gendang menyanyikan lagu lagu yang cukup populer seperti lagu dari band KUBURAN yaitu Lupa. Perhatian penontonpun cukup besar dengan memenuhi jalan. Banyak juga yang memberikan sumbangan kedalam kaleng yang diletakkan didepan mereka. Saya lihat ada uang Rp. 10.000, ada Rp. 5.000 tetapi yang paling banyak yang Rp 1.000.
Lupa, sesuai judul lagi, maka semua masalah yang datang selama PON Tenis maupun setelah PON Tenis, yang membuat kepala jadi puyeng juga, bisa terhapusi dengan sendirinya.
Malam ini, sambil menunggu pagi, sempat naik Andong kendaraan khas, keliling kota dengan kusirnya yang terlihat sudah ditatar tentang obyek pariwisata dikota Jogja. Ditunjukkannya Benteng van den Berg, Keraton bahkan Istana Negara. Tapi satu tawaran yang menarik adalah makanan. Yaitu Oseng oseng Mercon letaknya di jalan KH Dahlan.
Tertarik juga karena katanya jika makan maka akan kepedesan. Setahu saya , pedesnya Jogja pasti ditambah gula sehingga kurang pedes jika dibandingkan lidah Manado.
Duduk lesehan, saya salah pilih, karena menurut kusirnya dikatakan ada ayamnya, tinggal pilih, dan saya lihat ada ikan lele. Maka saya pilih lele. Setelah makan sambelnya kok tidak pedes. Baru sadar kalau salah pilih makanan saat melihat ada satu pasang pemuda dan pemudi sedang makan yang agak lain. Sayapun bertanya. “Itu yang dimakan apa ya Mas.?”
Ternyata dibilang kalau itu adalah OSENG OSENG. Waduh salah pilih. Akhirnya saya minta oseng oseng. Betul juga pedes sekali untuk lidah non Manado. Bagi lidah Manado biasa saja.Tapi karena saya punya lidah sudah kelamaan diluar Manado maka keluar juga keringat.
Sudah puas, kembali naik andong dengan kusir Joko Sudarso melanjutkan perjalanan keliling Jogjakarta. Kusir andongpun enak jadi teman bicara karena bisa ceritakan masuknya becak dimana sebelumnya andong ini merupakan alat angkutan primadonanya.
Setelah puas, maka dilanjutkan dengan minum wejang ronde, biar agak hangat karena sudah mulai terlihat gejala gejala pilek. Memang enak dan nyaman. Itulah Jogjakarta.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar