Jakarta, 27 Juli 2009 Cerita ini menarik buat disharingkan dan memotiviasi kita lebih daripada mahluk lainnya. Ini diterima dari Andyani Pusparini
Bila kita sedang mengalami kesulitan hidup karena himpitan kebutuhan materi, maka cobalah kita ingat pada burung dan cacing. Kita lihat burung tiap pagi keluar dari sarangnya untuk mencari makan.
Tidak terbayang sebelumnya kemana dan di mana ia harus mencari makanan yang diperlukan. Karena itu kadangkala sore hari ia pulang dengan perut kenyang dan bisa membawa makanan buat keluarganya, tapi kadang makanan itu cuma cukup buat keluarganya, sementara ia harus “puasa”.
Bahkan seringkali ia pulang tanpa membawa apa-apa buat keluarganya sehingga ia dan keluarganya harus “berpuasa”.
Meskipun burung lebih sering mengalami kekurangan makanan karena tidak punya “kantor” yang tetap, apalagi setelah lahannya banyak yang diserobot manusia, namun yang jelas kita tidak pernah melihat ada burung yang berusaha untuk
bunuh diri.
Kita tidak pernah melihat ada burung yang tiba-tiba menukik membenturkan kepalanya ke batu cadas.
Kita tidak pernah melihat ada burung yang tiba-tiba menenggelamkan diri ke sungai.
Kita tidak pernah melihat ada burung yang memilih meminum racun untuk mengakhiri penderitaannya.
Kita lihat burung tetap optimis akan rejeki yang dijanjikan Tuhan.
Kita lihat, walaupun kelaparan, tiap pagi ia tetap berkicau dengan merdunya.
Tampaknya burung menyadari benar bahwa demikianlah hidup, suatu waktu berada di atas dan di lain waktu terhempas ke bawah. Suatu waktu kelebihan dan di lain waktu kekurangan.
Suatu waktu kekenyangan dan di lain waktu kelaparan.
Sekarang marilah kita lihat hewan yang lebih lemah dari burung, yaitu cacing.
Kalau kita perhatikan, binatang ini seolah-olah tidak mempunyai sarana yang layak untuk survive atau bertahan hidup.
Ia tidak mempunyai kaki, tangan, tanduk atau bahkan mungkin ia juga tidak mempunyai mata dan telinga.
Tetapi ia adalah makhluk hidup juga dan, sama dengan makhluk hidup lainnya, ia mempunyai perut yang apabila tidak diisi maka ia akan mati.
Tapi kita lihat, dengan segala keterbatasannya, cacing tidak pernah putus asa dan frustasi untuk mencari rejeki .
Tidak pernah kita menyaksikan cacing yang membentur-benturkan kepalanya ke batu. Sekarang kita lihat manusia.
Kalau kita bandingkan dengan burung atau cacing, maka sarana yang dimiliki manusia untuk mencari nafkah jauh lebih canggih.
Tetapi kenapa manusia yang dibekali banyak kelebihan ini sering kali kalah dari burung atau cacing ? Mengapa manusia banyak yang putus asa lalu bunuh diri menghadapi kesulitan yang dihadapi ?
padahal rasa-rasanya belum pernah kita lihat cacing yang berusaha bunuh diri karena putus asa.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar