Jakarta,30 Maret 2010. Ada satu pertanyaan datang dari keinginan menjadi seorang wasit tenis, karena seperti yang sering saya kemukakan kalau wasit adalah salah satu profesi yang terhormat dan cukup menjanjikan dikemudian hari. Tetapi harus diakui sekali sangat amat sedikit petenis yang berkeinginan menjadi wasit. Entah apa alasannya tetapi ada juga di Indonesia yang telah terjun menjadi wasit. Mayoritas wasit di Indonesia bukan berasal dari petenis aktip sejak yunior sampai senior.
Kenapa demikian , cukup menjanjikan dikemudian hari., kok tidak ada peminatnya. Bagi yang senang bepergian keluar kota mengenal berbagai kota bahkan negara selain jadi petenis tentunya wasitlah yang dapat dipakai sebagai lahannya. Ini hampir sama dengan petenis, yang untuk meningkatkan prestasinya tentunya harus sering try out keluar dari kotanya sendiri. Bedanya dengan wasit, dimana sama sama keluar kota tetapi petenis harus bayar sendiri, sedangkan wasit kebalikannya. Seluruh transportasi mauipun akomodasi ditanggung penyelenggara.
Saya sendiri kalau dari dulu mau jadi wasit, bisa saja saya lakukan tetapi saya lebi konsentrasi sebagai penyelenggara. Padahal yang digeluti saat itu sampai sekarang adalah peraturan peraturan pertandingan yang sebenarnya lahan wasit tersebut. Jadi saat ini paling sedikit lebih banyak tahu dari pada petenisnya sendiri masalah peraturan peraturan pertandingan.
Wasit, dilakoni bukan hanya masalah teori tentang peraturan, karena yang lebih penting adalah bagaimana menghadapi setiap perilaku petenis didalam lapangan, karena banyak tipu tipuan petenis yang tidak diketahui oleh wasit jika minim pengalaman. Peraturan tenis tidak banyak berubah, tetapi contoh kasus yang harus banyak dipelajari baik melalui literatur ataupun secara mondeling bisa berdiskusi dengan seniornya. Hal yang sama juga jika jadi Referee suatu turnamen karena lebih banyak menunjukkan keramah tamahan kepada petenis maupun masyarakat tenis.
Jika ingin jadi wasit, harus melalui beberapa tahapan. Mulai dari wasit daerah, kemudian wasit nasional, dan akhirnya wasit internasional yang juga banyak tahap tahapannya. Kegiatan turnamen itu didaerah daerah cukup banyak, dibandingkan dengan turnamen diakui Pelti masih lebih banyak turnamen bukan diakui Pelti.
Banyak permintaan daerah tentang penataran wasit karena ada kegiatan seperti Pekan Olahraga Daerah atau Provinsi yang setiap Provinsi selalu adakan nenjelabng Pekan Olahraga Nasional.
Saya coba memberikan gambaran untuk menjadi wasit internasional. Betapa besarnya pendapatan selaku wasit internasional. Saya coba berikan gambaran, yaitu kalau jadi wasit internasional, maka wasit tersebut ditanggung masalah transportasi, akomodasi dan konsumsinya. Bisa dibayangkan betapa enaknya jadi wasit internasional. Kalau wasit nasional tentunya disesuaikan dengan kondisi atau panduan yang dioberikan oleh induk organisasi Pelti.
Kita mulai dari turnamen internasional terendah kelasnya yaitu ITF ProCircuit istilahnya dengan prize money US $ 10,000-25,000 kemudian kelas US $ 50,000 ketas. Mau tahu berapa didapat selaku wasit internasional yang mulai dari kelas White Badge kemudian diatasnya Bronze badge. Belum lagi dikenal dengan Referee atau ITF Supervisor yang kelasnya lebih tinggi.
Honor yang diterima oleh White Badge Umpir adalah US $ 550, ini fee untuk satu turnamen atau selama seminggu. Kalau Bronze badge akan terima antara US$ 750 - 825 . Nah berapa yang diterima oleh Referee, yaitu antara US$ 1.100 - 1.700. Bisa dibayangkan berapa diterima dalam setahun. So pasti panen sekali karena jumlah turnamen internasional setiap minggu selalu ada.
Saya pernah bertanya kepada rekan wasit asing sewaktu tugas di Indonesia sebagai Referee. Ternyata mendapat jawaban cukup fantastik. Dalam setahun dia hanya absen selama 5 (lima) minggu. Bisa dibayangkan berapa yang didapat dalam setahun. Saat itu setiap turnamen diluar Davis Cup ataupun Fed Cup maka dia bisa terima diatas US $ 1.000 . Nah andaikan absen hanya 5 minggu berarti aktip kerja 48 minggu atau US $ 48,000 setahun minimal dibawa pulang. Cukup fantastik !
Maka dari itu seluruh wasit khususnya Referee tidak ada lagi yang menjadi part time, berarti full time.
Sekarang untuk mendapatkan income seperti itu butuh perjuangan cukup berat karena kendala mayoritas wasit Indonesia adalah bahasa INGGRIS. Pengalaman dilapangan cukup hebat, tetapi disaat berkomunikasi dengan [pemain maka muncullah problemnya.
Sehingga ada rekan wasit asing yang katakan, lebih mudah menjadi wasit dari ahli bahasa Inggris tidak tahu main tenis daripada tahu main tenis tapi bahasa Inggrisnya lemah. Bayangkan bisa sampai begitu.
Tetapi biar begitu juga, turnamen tenis nasional cukup banyak di Indonesia. Belum ada kata terlambat jika ingin menjadi wasit. Silahkan coba.!
Tidak ada komentar:
Posting Komentar