Jakarta, 23 Maret 2010. Hari ini cukup padat saya menerima tamu dari daerah. Tamu pertama justru datang dari Kudus dan sesudah itu dari NTB dan Belitung.
Yang saya tidak sangka justru dari Kudus, memang sebelumnya saya terima telpon dari pelatih asal Kudus Suharto, yang menyatakan ingin bersilahturahmi ke Jakarta. Tetapi kali ini dia membawa orangtua atlet Kudus yang sedang menjadi sorotan masyarakat tenis. Disamping itu pula dibawanya oleh oleh Jenang dari Kudus yang langsung dibagikan kekaryawan sekretariat PP Pelti.
Ternyata kedua orangtua itu memberikan klarifikasi atas keabsahan putranya yaitu Bayu Ekha L dan Aliff Nafiah yang sempat diributkan karena keabsahan akte kelahirannya. Yang saya herankan kenapa mereka tahu kalau saya atas nama PP Pelti telah mengirimkan surat ke Kantor Catatan Sipil Kab Kudus. Ini tanda tanya besar.
Langsung saya berikan pengarahan sebelum mereka menyampaikan keinginannya karena saya sudah tahu pasti minta pengampunan atas kesalahan yang ada. Sayapun mulai ngoceh terhadap ulah ulah yang tidak bertanggung jawab berdasarkan pengalaman saya menangani kasus kasus seperti ini.
Setelah itu saya belum mau keras karena saya melihat kedua orangtua ini diantar oleh pelatih yang sudah lama saya kenal.
Sayapun diperlihatkan buku rapornya dimana saya katakan saya kurang interest dengan buku rapor karena bisa saja sejak awal orangtua bisa mentuakan anaknya supaya bisa diterima disekolah. Yang penting adalah Akte Kelahirannya, yang kelihatan asli.
Setelah saya sampaikan kalau sekarang ada aturan tentang hukuman yang dijatuhkan bagi atlet yunior adalah tidak boleh bertanding selama satu tahun disemua TDP Nasional. Langsung ibu dari Bayu Ekha sambil meneteskan airmata meminta jangan satu tahun, kasihan anaknya. Begitulah pintanya. Sayapun tidak bergeming, dan anjurkan agar tenang dulu dan tidak ikut turnamen. "Kita harus lihat positipnya. Bahwa pelanggaran ada hukumannya. Jalankan saja hukuman tersebut karena bukan saya yang menentukan." ujar saya kepadanya.
Sedangkan bagi ayah dari Aliff Nafiah yang sudah pindah dari Kudus ke Sumatra Barat, saya minta diperlihatkan akte kelahiran aslinya. Ternyata yang bersangkutan tidak memegang akte yang asli tetapi foto copy karena yang asli dibawa anaknya ke Sumatra Barat. "Kalau datang ke Jakarta agar dibawa Akte Kelahiran Aslinya." ujar saya sepenuhnya.
Saya sepertinya mau dibujuk agar membantu anak anak mereka, tetapi saya katakan kalau saya hanya pelaksana, karena yang putuskan adalah Pengurus Pelti sendiri.
Setelah mereka pamitan, sayapun mencek copy akte yang diterima sewaktu urus KTA Pelti, tetapi ada copy akte yang lain yang diterima dari masyarakat tenis yang mengirimkan surat ke PP Pelti. Surat menyuratpun saya periksa filenya. Ternyata fotocopy yang saya terima dari masyarakat tenis itu terlihat sekali ada pemalsuannya, sedangkan yang digunakan urus KTA itu sama dengan Akte Kelahiran yang dibawa mereka. Sayapun mulai bimbang, dan sayapun cek surat jawaban dari Kantor Catatan Sipil Kabupaten Kudus. Memang saya kirim surat dengan mencantumlan nomor Akte dan fotocopynya. Yang saya ragu adalah ada kesalahan nomor yang diberikan dari Kantor Catatan Sipil kepada kami.
Nomor yang saya minta adalah 2943/1997 sedangkan yang dijawab adalah nomor 2973/1997 dimana tanggalnya sama 30 Oktober 1997. Beda nomor ini yang akan jadi masalah, artinya saya harus segera minta klarifikasi atas nomor yang dijawab tidak terdaftar itu.
"Ada ada saja."
Tidak ada komentar:
Posting Komentar