Palu, 27 Februari 2010. Udara panas sudah bukan asing lagi karena selama 3 hari di Palu tidak turun hujan. Bersyukurlah panas masih bertahan tidak turun hujan. Karena kalau turun hujan tentunya akan mengganggu jalannya pertandingan yang disiapkan di 6 lapangan GOR Palu ini.
Tetapi ada satu hal yang sulit dibendung selain panas tersebut. Yaitu angin yang sangat deras sekali. Timbul kekuatiran saya jika ada petenis yang protes sehingga bisa mengganggu jalannya turnamen.
Angin ini cukup kencang, dan saya belum pernah melihat dan merasakan derasnya angin yang membuat spanduk/backdrop yang saya bawa dari Jakarta bisa terlepas ataupun sobek.
Tetapi keinginan petenis yunior untuk berlaga membuat jalannya turnamen bisa lancar. Memang ada sedikit pernak pernik dilapangan yang dilakukan oleh pelatih dan orangtua atlet. Kelihatannya cukup mengganggu sehingga membuat Direktur Turnamen Jemmy Hosan sedikit grogi, maklum untuk pertama kalinya mengemban tugas sebagai TD suatu TDP Nasional. Seharusnya kita melihat segi positipnya yaitu petenis akan belajar menghadapi situasi seperti ini disetiap pertandingan. Lebih berkreasilah sedikit mengatas permasalahan dilapangan yang tidak boleh diganggu pihak luar selama bertanding.
Ada suatu kejadian menarik saya yaitu ulah pelatih asal Makassar ini. Karena tidak puas atas keputusan Referee, pelatih dan orangtua asal Makassar Djabir lakukan protes dan mengancam untuk menarik mundur dari TDP Nasional RemajaTenis.
Saya sendiri dari agak jauh menyampaikan kepada Eko Supriatna selaku Referee turnamen dengan kata " sebodo teuing ", artinya masa bodoh. Mau tarik anaknya bukan masalah bagi pelaksana turnamen. Yang akan rugi bukannya pelaksana turnamen tetapi petenisnya sendiri. Tetapi himbauan dari rekan Jemmy Hosan adalah janganlah sampai terjadi hal seperti ini. "Turnamen akan cacat kalau sampai terjadi." himbauannya.
Memang disatu sisi melihatnya bisa diterima pernyataan Jemmy Hosan, tetapi saya melihat ini bisa jadi gertakan sambal dari pelatih tersebut, dan saya tidak kuatir karena yang bersangkutan itu berasal dari luar Palu yaitu Makasar. Berarti dia akan rugi sendiri kalau menarik diri. Biasanya mereka meminta Pemda atau Pelti setempat dana untuk pengiriman atletnya. "Bagaimana pertanggung jawabannya kepada pemberi dana tersebut. Apakah ini bentuk ketidak mampuan pelatih tersebut sehingga mengkambinghitamkan pelaksana turnamen?"
Saya sendiri sempat memberikan nasehat kepada pelatih atau orangtua petenis yang ikut dalam turnamen tersebut, bahwa sikap sikap seperti ini bukan contoh teladan yang bisa diandalkan dalam membina atletnya. Bahkan lebih cenderung menghancurkan prestasi anak anak.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar