Selasa, 23 Maret 2010
Pujian Yang Jadi Beban
Jakarta, 22 Maret 2010. Dalam pembicaraan santai antara rekan rekan yaitu Slamet Utomo, Christian Budiman , Diko Moerdono dan saya, ada satu pernyataan Diko yang membuat saya terkejut. Kaget dan juga bisa bangga , tetapi justru saya lebih cenderung jadi takut juga. Karena sewaktu pembicaraan rencana saya mengembangkan turnamen RemajaTenis diseluruh Indonesia, Diko nyeletuk kalau menurutnya Martina Widjaja (Ketua Umum PP Pelti) pernah mengatakan kalau masalah turnamen yunior jika diserahkan sama Ferry pasti beres.
Ini pernyataan yang menurut saya justru merupakan beban bagi saya, artinya masih ada kepercayaan pimpinan Pelti terhadap kerja saya dalam menangani turnamen tenis yunior. Harus saya akui kalau masalah penanganan pelaksanaan turnamen yunior, saya bisa lakukan bukan berdasarkan beaya besar, karena sayapun bisa lakukan dengan beaya minim juga. Kerja saya berdasarkan budget yang diberikan.
Nah, saya anggap ini suatu beban bagi saya atas kepercayaan yang telah diberikan selama ini. Bahkan kadang kadang suka muncul idea idea gila (menurut teman teman) saya untuk mengatasi kesulitan dana didalam pelaksanaan pertandingan atau turnamen, sehingga pertandingan ataupun turnamen bisa berjalan dengan baik.
Kekuatiran muncul karena saya selama ini bisa laksanakan RemajaTenis dalam waktu yang sama di dua kota, bahkan hampir tiga kota tetapi masih belum terlaksana. Saya punya keinginan juga disuatu waktu jalankan RemajaTenis di lima kota sekaligus. Disini saya alami kesulitan merekrut tenaga tenaga pelaksana yang tentunya belum bisa memahami cara kerja saya. Ini pekerjaan rumah yang cukup berat yang saya harus lakukan dimasa mendatang jika ingin RemajaTenis bisa sukses membantu salah satu program induk organisasi Pelti.
Kelemahan petugas kita adalah didalam perencanaannya, dimana dulu sudah merupakan kerja rutin saya jika selenggarakan turnamen, tetapi akhir akhir ini saya sudah menyewa orang untuk kerjakan suatu pertandingan dengan harapan ikuti cara kerja saya bukan cara kerja mereka yang masih terpaut dengan cara kerja lama yang ibaratnya sudah out of date. Diberitahu kadang kala tidak dilaksanakan. Inilah masalahnya.
Disamping itu pula dalam perjalanan selenggarakan RemajaTenis banyak juga keluhan keluhan datang dari masyarakat tenis khususnya orangtua terutama bagi yang baru mengenal turnamen tenis. Mulai dari permintaan kaos bagi peserta, begitu juga tidak mau menunggu lama akibat penjadwalan yang kurang rapi dilakukan oleh Referee, begitu juga hal hal yang kecil tanpa disadari seperti membuat Draw yang salah dsbnya. Memang saya merasakan sekali kurangnya tenaga Referee yang berkualitas. Saya sendiri sudah sering mempelajari pekerjaan Referee asing selama saya mendampingi mereka di turnamen internasional sehingga bisa membanding bandingkan dengan cara kerja Referee lokal. Kadang kala saya berpikiran kalau saya duduk disamping Referee bukannya menjadi rapi karena Refereenya jadi grogi takut diawasi. Dan ini pernah terjadi.
Harus saya akui mereka ini otodidak seperti saya lakukan juga selama ini. Hal ini sudah saya sampaikan ke Bidang Pertandingan agar sudah waktunya memikirkan pendidikan tenaga Referee dilakukan induk organisasi Pelti. Tetapi saya yakin suatu saat masalah Referee sudah bisa diatasi, karena jumlah turnamen akan meningkat, dimana RemajaTenis juga akan meningkat jumlahnya.
Disamping itu pula saya melihat ada kecendrungan negatip, karena dialami rekan rekan saya yang juga aktip selenggarakan turnamen yunior. Kecendrungan seperti pernah saya baca di internet atau koemntar dari masyarakat tenis masalah mafia wasit. Istilah mafia ini sebenarnya terlalu ekstrem, yang menurut saya lebih cenderung ada persengkongkolan saja. Setahu saya wasit ataupun referee adalah suatu profesi dipertenisan, dimana seharusnya pelaku pelaku tersebut menyadari kalau profesi ini sangatlah mulia dan merupakan penunjang kehidupan sehari hari. Sudah banyak wasit kita yang betul betul terjun sebagai full time job, sehingga seharusnya dijalani dengan benar. Tetapi masih banyak juga yang hanya part time job.
Saya selama ini belum mengalami kesulitan didalam menggunakan tenaga wasit tersebut, tetapi apakah karena saya masih duduk di instansi Pelti sehingga masih mulus saja. Tetapi apa yang saya lakukan selama ini, saya selalu lakukan approach langsung pribadi setiap pribadi dan kadang kala dalam memberikan penghargaan suka berbeda satu sama lainnya. Ini hampir sama saja saya menangani karyawan, tentunya honornya selalu berbeda tergantung kapasitasnya dan performancenya. Karena keterbukaan saya sehingga sampai saat ini belum ada kesulitan.
Dengan makin aktip kegiatan turnamen maka tentunya membuka peluang bekerja bagi rekan rekan wasit, khususnya RemajaTenis sudah saya programkan setiap bulan minimal di Jakarta sudah harus ada. Tetapi dalam perjalanan RemajaTenis juga pernah mendapatkan cobaan dari tenaga Referee yang saya anggap attitudenya kurang bagus. Tetapi itu sudah berlalu, saya sendiri berharap agar dimasa mendatang tidak akan ada lagi kelakuan kelakuan seperti itu. Mudah mudahan yang bersangkutan sadar atas kelakuannya tersebut.
Tetapi ada akibat lain dengan terlalu fokus kepada RemajaTenis dan sudah saya sadari yaitu saya hampir melupakan turnamen kebanggaan saya yaitu PERSAMI Piala Ferry Raturandang yang sudah memasuki ke 69 kali dengan label Piala Ferry Raturandang. tetapi kalau menggunakan nama Persami sudah lebih dari 200 kali karena sejak tahun 1996 sudah saya jalankan sendiri. Tetapi saya tetap masih ingat juga khususnya kota kota yang belum pernah dilaksanakan Persami atau yang sudah , khususnya diluar Jawa.
Langganan:
Posting Komentar (Atom)
Tidak ada komentar:
Posting Komentar