Jakarta, 26 Maret 2009. Sering terjadi dipertenisan Indonesia tentang kebiasaan jelek menurut saya pribadi sering dilakukan oleh petenis melalui pelatih maupun orangtuanya. Hal ini perlu saya kemukakan kembali sehingga tidak akan merugikan sendiri. Kebiasaan jelak selama ini pendafataran ikut turnamen tidak dilakukan oleh petenis sendiri kecuali di kelompok umum (ada juga yang masih lakukan). Apa sebab saya katakan kebiasaan jelek, karena kebiasaan ini selalu terbawa sehingga sudah beralih ketingkat kelompok umum yaitu profesional. Pendaftaran dilakukan bukan oleh petenisnya akibatnya ada petenis apalagi orangtua tidak tahu kalau sudah didaftarkan sehingga jika bertabrakan dengan acara orangtua (yang selama ini selalu mengantar putra/putrinya kelapangan tenis) maka acara keluarga lebih dinomor satukan daripada acara turnamen. Sewaktu dilakukan undian maka tidak datang. Begitu juga kelompok umur 14 tahun, 16 tahun dan 18 tahun dilakukan sign-in mencegah walked over (w.o) maka tidak hadir bukan berarti bebas dari hukuman turnamen. Dalam ketentuan baik internasional maupun nasional (TDP) ada ketentuan batas waktu pengunduran diri kepanitia penyelenggara. Jika dilakukan sesudah batas waktunya maka akan kena hukuman pelanggaran turnamen. Dalam bahasa kerennya ada suspension point. Jika jumlah suspension point tersebut mencapai angka tertentu ( 12) maka petenis tersebut tidak diperkenankan ikuti turnamen selama jangka waktu tertentu.
Nah, kalau sampai terjadi demikian dimana Referee wajib melaporkan ke PP Pelti sehingga suspension point tersebut akan diumumkan kepetenis tersebut dan turnamen berikutnya maka yang rugi so pasti petenis tersebut. Hal ini perlu diketahui oleh semua masyarakat tenis. Tidak semudah itu dimata mereka menganggap enteng pendaftaran turnamen. Turnamen nasional RemajaTenis dikelompok putra 16 tahun ada 2 unggulan 1 dan 2 hadir di lapangan tetapi tidak sign-in. Kedua petenis tersebut adalah Rashley Yeremia dan M.Sani Wijaya. Berdua hadir dilapangan tampak jalan jalan seaktu diadakan sign-in. Sewaktu referee Sukardi mau lakukan undian maka ditanyakan kedua nama tersebut. Atas inisiatip dihubungilah orangtuanya Gunawan Tedjo. Jawabannya sakit tangan, sehingga tidak jadi main. Ini berarti tidak ada inisitaip beritahu kepanitia. Oleh Referee sendiri dikatakan akan kena suspension point. Sepengetahuan saya Sukardi adalah referee yang patuh akan aturan, dan paling sering beri laporan seperti ini tetapi seringkali tidak dibaca oleh pihak yang bertanggung jawab di PP Pelti. "Ini yang harus dibenahi."
Pengalaman saya selama ini di Jakarta selenggarakan turnamen Persami maka ada beberapa nama yang rajin sekali mendaftar tetapi raji sekali tidak hadir hanya bikin penuh nama nama peserta saja. Salah satunya adalah kembar putra asal Jakarta dikelompok umur 10 - 12 tahun. Usia cukup muda tetapi kalau tidak dibenahi maka nantunya sulit berubah, apalagi orangtuanya pelatih yang menjadi teladannya. Beda sekali jika lakukan diluar kota Jakarta, hanya 1 % saja yang batal. Di Jakarta sekitar 20 % batal hadir tanpa pemberitahuan. Nah, kebiasaan ini jika berjalan terus maka akan terbawa jika sudah memasuki turnamen diatasnya. Mereka harus sadar !
Tidak ada komentar:
Posting Komentar