Jakarta, 22 Maret 2009. Hari ini di Pusat Tenis Kemayoran Jakarta sedang berlangsung turnamen tenis internasional Jubilee School 14 U Asian Champs 2009 dihadiri pula oleh Ketua Bidang Pertandingan PP Pelti Johannes Susanto yang istrinya sedang berada di rumah sakit karena jatuh sehingga ada yang patah. Begitu juga bertemu dengan para orangtua dari petenis Indoneia yang sedang berlaga, seperti ayah da ibu dari Aldila Sutjiadi, begitu juga prangta dari Kely R Putri, Voni Darlina dan dari Bali juga ibu dari Jeany Ratnasari Anastasia.
Sempat berbincang dengan Johannes Susanto mengenai isi dari blogger ini disampaikan ada yang kurang dalam tulisan mengenai wild card yaitu jika ada penyimpangan pemberian wild card bisa disebabkan adanya rising star alias munculnya petenis berbakat menurut pandangan pembina yang duduk dalam kepengurusan PP Pelti khususnya Pengurus harian yatu Ketua dan wakil bidang. Pandangan rising star ini bukan berdasarkan penilaian pelatih, tetapi pandangan pembina yang terdiri dari Ketua dan Wakil Ketua Bidang tersebut. Karena kalau pendapat pelatih dikuatirkan adanya interest pribadi sehingga kurang tepat.
Sewaktu bertemu dengan ayah dari Aldila dan kely didamingi pelatih Hadiman hanya sebentar karena adanya panggilan dari telpon genggam. Tetapi sempat juga komentar dari ayah dari kely, Budi yang menyampaikan kalau makin seru saja bloger ini. Dan sayapun menyampaikan kalau bloger ini hanyalah pendpat pribadi saya saja. Begitu juga menurut ayah dari Aldila, Indriatno Sutjiadi sampaikan kalau pendapat saya itu bisa juga salah. Menanggapi hal ini saya juga merasa tidak selamanya pendapat saya bisa diterima oleh semua pihak , itupun sah sah saja. " Namanya blogger , bisa saja sampaikan uneg unegbahkan kalau perlu marah marah sekalipun."
Sempat berbincag pula dengan ibu dari Jess Davis Wiranata , Andrea Wiranata berbincang masalah hasil putranya kali ini belum memuaskan semua pihak. "Biar anak anak terbuka matanya diturnamen internasional seperti ini. Kesempatan ikuti turnamen internasional dinegeri sendiri ." ujarnya kepada saya. Jikalau orangtua menyadari kekurangan putra dan putrinya setelah melihat sendiri hasilnya diturnamen internasional itu sangat penting. Apalagi kesempatan dinegeri sendiri dengan udara cukup familier bagi atletnya seharusnya sudah bisa memanfaatkan dengan baik. tetapi diakuinya pula semua terpulang kepada atletnya sendiri.
"Seharusnya anak anak dilatih bukan seperti robot, tetapi harus juga dilatih otaknya berpikir kapan harus memukul bola dalam berbagai posisi yang tentunya akan berbeda." ujar saya kepada Andrea Wiranata. Sayapun memberi contoh dari hasil pegamatan petenis tuan rumah di turnamen ini. Apakah anak anak mengerti pukulan spin itu bagaimana mekanismenya.? Bisa dibayangkan bola half court, dimana bola dipukul spin saat bola tersebut setinggi diatas bahunya. Bola akan jatuh keluar karena dipukul dengan spin. Ini berulang ulang terjadinya seperti yang saya lihat Begitu juga selama ini saya lihat kebanyakan anak anak menunggu bola, bukan disongsong. Sayapun tidak tahu alasannya menunggu bola, apakah memang diajarkan oleh pelatihnya atau tidak.
Tetapi ada yang menarik dalam pembicaraan dengan ayah dari Frederico Rumambi, setelah melihat putranya bertanding tetapi kalah. "Saya senang melihat dia main karena berani bermain lepas dan berani pukul bola." ujarnya kepada saya.
Memang harus disadari dalam masa yunior sebenarnya masalah kalah atau menang bukan prioritas, karena setiap pertandingan harus ada yang menang dan ada yang harus kalah. Yang paling penting adalah bagaimana anak itu bermainnya, apakah sudah seperti sewaktu latihan atau tidak.
Sehingga dalam benak sayapun teringat moto selama ini saya selenggarakan turnamen Piala Ferry Raturandang. Yaitu, "win or loose I don't care, Just play tennis"..
Tidak ada komentar:
Posting Komentar