Menutupi tahun 2007, ternyata upaya membongkar pemalsuan umur petenis yunior sudah terungkap cukup banyak. Kejutan yang dilakukan berdasarkan insting dan data data yang didapat dari pengumpulan copy akte kelahiran dari setiap TDP selama tahun 2007 mulai terungkap satu persatu. Perjalanan mengungkapkan masalah catut umur mendapat hambatan atau kurang dukungan dari pelaku pelaku tenis di lapangan, tidak membuat AFR putus asa tetapi justru memacu keinginan membongkar permasalahan catut umur.
Upaya orangtua untuk menetraliser perbuatan yang tidak terpuji dilakukan sendiri sendiri maupun kerjasama dengan pelatih, kadang kadang mengkambing hitamkan pelatihnya, tidak membuat AFR pantang mundur. Ini sebenarnya tidak masuk akal jika perbuatan ini tidak diketahui oleh orangtua. Kecendrungan lebih menyalahkan pelatihnya sendiri. Bahkan 2-3 orangtua sempatkan diri berkunjung minta klarifikasi masalah putranya yang terlibat. Cenderung minta pengasihan kepada AFR karena selama tahun 2007 , AFR yang menangani atau menelusuri pencatutan umur petenis.
Upaya orangtua untuk menetraliser perbuatan yang tidak terpuji dilakukan sendiri sendiri maupun kerjasama dengan pelatih, kadang kadang mengkambing hitamkan pelatihnya, tidak membuat AFR pantang mundur. Ini sebenarnya tidak masuk akal jika perbuatan ini tidak diketahui oleh orangtua. Kecendrungan lebih menyalahkan pelatihnya sendiri. Bahkan 2-3 orangtua sempatkan diri berkunjung minta klarifikasi masalah putranya yang terlibat. Cenderung minta pengasihan kepada AFR karena selama tahun 2007 , AFR yang menangani atau menelusuri pencatutan umur petenis.
“Kalau bisa jangan mematikan atlet.” ujar mereka ini. Bahkan mengatakan atlet tidak bersalah. Atlet itu sangat berbakat. Semua ini tidak meluluhkan hati AFR. Apakah AFR tidak punya nurani mengatasi ini. Sebenarnya AFR hanya mau berbuat ini agar mereka pelaku catut umur kapok selamanya.
AFR sempat mengatakan langsung kepada orangtua yang ngeyel ini, setuju sekali agar atlet jangan dikorbankan. Karena perbuatan yang hina ini sudah termasuk perbuatan yang melanggar undang undang, maka AFR menyampaikan yang harus jadi korban adalah Orangtua. “ Siap siap saja masuk penjara, karena akan dilaporkan.” Jawaban ini sangat mengagetkan mereka.
Satu saat AFR kontak Pengda Pelti dimana orangtua berada, terjadilah kontak SMS dengan orangtua yang menyalahkan induk organisasi tidak mensosialisasi aturan larangan catut umur. Disinilah persepsi keliru orangtua tersebut yang juga pernah ikuti penataran pelatih yang berlagak seperti tidak bersalah. Akhirnya setelah dikatakan ada pemalsuan akte kelahiran yang jelas sudah merupakan pelanggaran pidana maka urusannya adalah urusan hukum negara. Baru yang bersangkutan diam.
Belum lagi ada pelatih yang sering menyampaikan kritik karena merasa aturan setiap pendaftaran TDP wajib disertai Akte Kelahiran, sangat memberatkan mereka, menurut AFR aturan itu wajib dilaksanakan. Bahkan menganjurkan supaya Pelti punya data base. Padahal AFR sudah buat sebelum dianjurkan sudah lakukan, karena tidak digembar gemborkan Setelah berhasil dapatkan akte kelahiran atletnya ternyata punya 2 akte kelahiran. Ternyata pelatih yang berkoar koar tanpa atau disadarinya ada atletnya mempunyai 2 akte kelahiran. Anehnya setiap daftar datang dari klubnya asal Jakarta Selatan, nama atlet tersebut didaftarkan dengan tahun yang palsu.
Selama tahun 2007, Pelti buat aturan semua pendaftaran peserta turnamen Pelti maka wajib disertai dengan copy akte kelahiran, tujuannya untuk menangkap pelaku pelaku pencurian umur. Ternyata berhasil diketemukan karena suatu saat orangtua atau pelatih lupa kalau pernah kirimkan copy akte yang berbeda. Yang protes banyak karena merasa beban membawa akte kelahiran asli, padahal yang diminta dikirimkan dengan fax adalah copy akte dimana jika ada yang dicurigai baru diminta akte kelahiran aslinya.
Dari petenis putra, tercatat yang memiliki 2-3 akte kelahiran dengan tahun berbeda adalah Aditya Gusma Alfarizi (lahir th 95 dan 96 dari Grobogan), Akad Subeki (lahir tahun 90dan 91 dari Tegal), Alfonso Rianta Bangun (lahir th 92 dan 93 dari Simalungun), Alim Bagus Prakosa( lahir th 96 dan 97 dari Kudus), Andrea Guntara (lahir th 94 dan 95 dari Kudus), Cahyadi Arifin ( Cimahi), Fernando Julianta Bangun (lahir th 94 dan 95 dari Simalungun), Habib Angga Perdana (lahir th 92 dan 93 dari Klaten), Randi Purnomo (lahir th 89 dan 91 dari Jambi), Rizal Ansharandaru (lahir th 96 dan 97 asal Salatiga), Setyawan Teger Laksono (lahir th 94 dan 95 asal Grobogan). Disamping itu pula Rudy Haryo Pamungkas (lahir th 97) dan Gregory Sondakh (Tondano) ternyata Aktenya tidak sah. Ada yang lebih seru ternyata Akad Subeki memiliki 2 akte kelahiran yang nama kedua orangtuanya berbeda disamping dibuatnya di dua tempat berbeda yaitu di Kota Pemalang dan Kota Tegal.
Ditahun 2008, diketemukan lagi atlit dari Tegal Dwi Arif Alfianto dengan tahun kelahiran 1997 dan 1998 yang digunakan untuk turnamen di Pemalang dan Cilacap.
Bukan hanya petenis putra ternyata muncul juga atlet putri terdiri dari Delfi Sabila Putri asal Pemalang (th 1996 dan 1997), Desy Ratnasari dari Indramayu (th 1995 dan 1996), Dhara Ayu Pramushinta asal Pati (th 1995 dan 1996), Dini Mega Pratiwi asal Magelang (th 1993 dan 1994), Feronika Katarina asal Bandara Lampung ( 1992 dan 1994), Irsa Prima Puspita asal Semarang (th 1993 dan 1995), Megawati Yugistiara asal Kudus (th 1995 dan 1997), Nurmalita Ruwi Aliffahmawati asal Klaten (th 1993 dan 1994).
Mengelabui Kantor Catatan Sipil dengan cara pembuatan pertama di Kantor Catatan Sipil Kotamadya sedangkan yang kedua di Kotamadya. Kebanyakan membuat 2 akte, yang awalnya asli kemudian dibuat akte pemutihan. Tapi ada yang teledor, buat akte pemutihan tapi nomer aktenya sama seperti Alim Bagus Prakosa (Kudus) dengan nomer Akte 162/1997 sedangkan tanggal akte dikeluarkan sama yaitu tanggal 15 Januari 1997 tapi tanggal kelahiran berbeda yaitu tanggal 2 Januari 1997 dan tanggal 18 Nopember 1996. Begitu juga Delfi Sabila Putri asal Pemalang dengan 2 akte kelahiran dengan nomer sama yaitu No. 2081/TP/2001 tertanggal dikeluarkannya akte sama yaitu 15 Juni2001. Modus yang sama juga dilakukan oleh Ira Prima Puspita asal Semarang, 2 akte kelahiran dengan nomer yang mirip yaitu 766/1994 dan 766/1996 dan juga tanggal keluarnya akte tanggal 20 April 1994 dan 20 April 1996. Sedangkan Megawati Yugiastiara asal Kudus dengan nomer akte 1084/95 dan nomer 1084/97. Hal yang sama dilakukan oleh Nurmalita Ruwi Aliffahmawati asal Klaten dengan nomer akte 991/1993 dan 991/1994 dengan tanggal dikeluarkannya akte mirip yaitu 23 Februari 1993 dan 23 Februari 1994. Kalau melihat banyaknya pemalsuan umur dari satu daerah saja yaitu Jawa Tengah, dilempar isue kalau sumbernya itu satu yaitu pelatih yang jadi kambing hitam, tetapi pelaku pelaku ini tidak berani memberikan kesaksian tertulis sehingga pelatih tersebut tidak bisa ditindak. Nah sepandai pandainya tupai melompat akhirnya jatuh juga.
AFR terima telpon bahkan kunjungan di Senayan dari klub Sukun Kudus menanyakan masalah salah satu anak asuh yang baru masuk dan sudah diterima ikut latihan, berarti sudah keluar beaya besar. Minta klarifikasi masalah anak tersebut. Dalam kesempatan ini AFR secara pribadi dengan berat hati katakan kepada klub Sukun lebih baik tidak pelihara virus. Better late than never !
1 komentar:
keep up the good work om, supaya tidak terjadi pemalsuan akte lahir lagi di Indonesia..
-hayyu imanda-
Posting Komentar