1 Juni 2008. Lebih baik ikut program di sekolah tenisnya daripada ikuti coaching clinic yang dibuat PP Pelti di Balikpapan. Hal ini dikemukakan oleh salah satu petenis asal Lampung yang sedang ikuti turnamen tenis antar daerah yang berlangsung menjelang Pekan Olahraga Nasional XVII di Balikpapan.
PP Pelti membuat program yang sangat dibutuhkan oleh daerah yaitu coaching clinic. Ternyata tidak semua meresponsnya.
Feronika Katarina asal Lampung yang sudah lebih dari 2 tahun latihan di Jakarta, saat ditanya oleh August Ferry Raturandang untuk ikut coaching clinic setelah turnamen selesai, mendapat jawaban yang diluar dugaan. Sedangkan salah satu atlet Sumatra Barat Dwi Rahayu Fitri yang pernah menjadi anggota tim World Junior Tennis (kejuaraan dunia 14 tahun) mewakili Indonesia mempunyai 2 pilihan yaitu ikut Coaching Clinic (8-15 Juli) dan Piala Semen Padang (7-13 Juli) . Ternyata Dwi Rahayu F memilih ikut coaching clinic, dengan alasan butuh peningkatan prestasi di coaching clinic dibandingkan ikut Piala Semen Padang. Rekan2nya dari Sumbar pulang ke Padang untuk ikuti Piala Semen Padang karena Sumbar sebagai tuan rumah . Melihat peringkat dunia yunior sudah mencapai 625 maka wajar saja Dwi Rahayu Fitri melilih ikut coaching clinic. Disamping itu kondisi fisik masih belum pulih dari cidera yang didapatnya. Lain ceritanya kalau itu turnamen internasional.
Mulyono, selaku pelatih yang ditunjuk oleh Pengprov Pelti Lampung tidak bisa berbuat apa apa karena menurutnya petenis Feronika sangat tergantung kepada pelatihnya, Utaminingsih. “Apa2 selalu tanya dulu ke pelatih Utami bukan kepada pelatih tim Lampung saat ini.” Ini cukup membuat pelatih Mulyono sedikit kesal atas ulah atlet yang masihstatus yunior (126 tahun)
Memang saat ini banyak petenis yunior khususnya sangat tergantung kepada pelatihnya. Tidak bisa membedakan apakah pelatih tim menurut August Ferry Raturandang selaku pengamat tenis, justru menguntungkan atlet bisa ditangani juga oleh pelatih lain. Bisa merasakan manfaatnya. Memang ada yang berpendapat kuatir akan salah penanganannya. Hal ini bisa dicegah dengan kerjasama antar pelatih. Tetapi yang menjadi persoalan apakah bisa kerjasama ini berlangsung mengingat ego masing masing pelatih di Indonesia cukup tinggi. Ini kenyataannya. Tapi semua ini sah sah saja.
Keberhasilan bukan hanya karena keberhasilan seorang pelatih belaka, tetapi juga didukung pula oleh induk organisasi selaku pendukungnya baik itu klub, Pelti dll. Kerjasama ini sangat diperlukan untuk mencapai keberhasilan program yang sudah disusun selama ini.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar